Sebenarnya ada dua jenis titik tidak balik dalam hidup seseorang, yaitu: yang pertama, ketika seseorang mencapai kesucian dan semakin suci, sampai dia tidak dapat berbalik lagi. Suci bukan hanya berarti tidak berbuat dosa—kalau hanya tidak berbuat kesalahan, itu belumlah kesucian yang sesungguhnya—melainkan tidak bisa berbuat dosa. Kesucian harus sampai tahap permanen atau konsisten. Mungkin kita akan mengajukan pertanyaan, “bukankah ada kondisi dimana kita terpaksa berbuat dosa atau tidak mungkin berbuat kudus?” Jawabnya adalah Tuhan tidak mungkin membawa kita kepada situasi di mana kita terpaksa berbuat dosa. Tuhan tidak mungkin menunjukkan atau mengarahkan kita pada sesuatu yang menyakiti Dia.
Perlu kita ketahui bahwa antara Tuhan dan Iblis seperti ada rule of the game (aturan permainan) atau rule of the life (aturan kehidupan). Iblis tidak bisa memaksa kita untuk masuk neraka, begitu pula Tuhan juga tidak memaksa kita masuk surga. Kalau kita memperhatikan, seakan-akan Iblis tidak kelihatan dan tidak berbuat apa-apa, demikian pula Tuhan seakan-akan tidak ada. Kedua-duanya seakan-akan tidak nyata. Ketika kita berbuat jahat dan hidup dalam dosa, seakan-akan Tuhan tidak terganggu. Sebaliknya, kalau kita hidup bersih, kudus, berusaha berkenan, seakan-akan juga Tuhan diam dan tidak memberikan reward. Sejatinya, semua tindakan kita membangkitkan reaksi dan respons Allah dan memiliki dampak kekal. Karenanya kita tidak boleh ceroboh dalam mengisi hari hidup ini. Segala sesuatu ada perhitungannya.
Bagi orang yang sungguh mengasihi Tuhan, ia tentu dapat merasakan kebahagiaan dari kesucian tersebut. Meski tidak diupah oleh Tuhan secara langsung, ia dapat merasakan bahwa Tuhan ada dan nyata. Dalam batinnya, ia mengalami Tuhan secara nyata ketika ia sampai titik kesucian yang tidak berbalik lagi. Orang yang berada di titik tidak balik yang pertama ini cirinya: Pertama, hidup tidak bercacat, tidak bercela. Kedua, dunia tidak lagi menarik perhatiannya. Keempat, ia rela membela Tuhan tanpa batas dalam arti yang benar. Keempat, ia tidak takut mati karena mati adalah sebuah keuntungan ketika kita telah berbuah bagi-Nya selama hidup. Ketika seseorang merasakan tanda-tanda ini, berarti ia telah sampai di titik tidak balik dalam kesucian Tuhan. Orang yang merasakan tanda ini belum sempurna, tetapi ia dalam perjalanan menuju kesempurnaan.
Titik tidak balik kedua adalah orang yang mengalami titik tidak balik ketika ia melekat dengan dunia. Dalam tahap ini, seseorang berjalan sebaliknya dari orang yang mengalami titik tidak balik yang pertama. Ia semakin matang dalam percintaan dunia, kejahatan, dosa, dan pesta pora dalam hatinya. Ini bukan hanya terjadi kepada mereka yang ada di luar gereja, tapi tidak sedikit orang Kristen yang masih ke gereja, aktivis gereja yang membantu pelayanan dan bahkan pendeta juga berada di posisi ini.
Fenomena ini pernah dikisahkan dalam Matius 19:16-25, ketika seorang muda berkata, “Tuhan, apa yang harus aku lakukan supaya aku beroleh hidup yang kekal?” Kemudian Tuhan menawarkan untuk melakukan hukum. Rohaniwan muda ini berkata, “saya sudah melakukan semua, Tuhan. Kurang apa lagi?” Ditinjau dari ukuran keberagamaan, orang muda ini sudah lulus. Tapi ketika dia berkata, “kurang apa lagi, Tuhan?” Tuhan menjawab, “kalau engkau hendak sempurna (Yun. Telei, teleios), jual segala milikmu. Bagikan kepada orang miskin, datang ke mari, ikutlah Aku.” Ini sinkron dengan ucapan Tuhan di Lukas 14:33, “Barangsiapa tidak melepaskan dirinya dari segala miliknya, ia tak dapat jadi murid-Ku”. Jika kita terikat dengan dunia, kita tidak pernah dapat diubah oleh Tuhan.
Seseorang yang tidak mampu menuruti standar yang Tuhan tetapkan akan berpotensi masuk dalam titik tidak balik yang kedua, yakni tidak pernah memenuhi apa yang Tuhan kehendaki dalam hidupnya. Cirinya ia akan semakin terikat dengan percintaan dunia, melihat kepentingan diri sebagai kepentingan utama, tidak takut melakukan dosa, namun ketakutan hebat ketika akan menghadapi maut. Orang yang berada di titik tidak balik ini sangat malang dan lebih baik tidak pernah terlahir di dunia ini. Setiap hari kita diperhadapkan dengan dua jalan, yaitu titik balik kepada kesucian atau titik balik kepada dunia. Kita harus memilih dengan sadar dan sengaja di antara kedua jalan tersebut. Pilihan-pilihan sederhana mulai dari apa yang kita tonton, dengar, asup, dan perbincangkan, menjadi penentu yang sangat krusial dalam menentukan arah kehidupan kita. Jangan sampai kita menjadi orang muda kaya yang akhirnya tidak sampai pada titik kesempurnaan yang Tuhan kehendaki.