Skip to content

Dinamika Perasaan Allah

Tuhan mau mengajarkan kita satu hal yang luar biasa, yaitu bagaimana menjadikan Yesus sebagai Raja di dalam hidup kita. Hal ini pasti akan mengubah hidup kita, kalau kita bisa mengerti, memahami, dan melakukannya. Kalau raja pada umumnya mau dilayani, keinginannya dituruti, hatinya dipuaskan, dan umat serta pelayan-pelayannya harus melakukan segala sesuatu untuk kepentingan raja itu sendiri. Berbeda dengan Tuhan Yesus. Dalam Matius pasal 25, Tuhan Yesus berkata kepada sekelompok orang, “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku.” Kalau kita bertanya kepada Tuhan Yesus hari ini, “Bagaimana aku menjadikan Engkau sebagai Raja dalam hidupku?” Jawaban Tuhan pasti: “Kenakan hidup-Ku, kenakan perasaan-Ku, kenakan pikiran-Ku.” 

Di dalam penghakiman nanti, orang-orang dari agama mana pun, manusia siapa pun yang berbuat sesuatu untuk orang lain dalam kasih, maka hal itu diperhitungkan sebagai perbuatannya untuk Tuhan, walaupun dia bukan orang Kristen. Mengasihi sesama seperti mengasihi diri sendiri, itu diperhitungkan oleh Tuhan dan dihargai. Maka dikatakan di dalam Matius 22:37-40, “Dan hukum yang sama seperti itu, kasihilah Tuhan Allahmu dengan segenap hati, jiwa, akal budi, kekuatan,” tentu ini berlaku bagi orang yang memiliki dan mengenal Allah yang benar. Tetapi, bagi yang tidak mengenal Allah dengan benar, tidak bisa. Namun ada hukum yang sama seperti itu, “Kasihi sesamamu manusia seperti kamu mengasihi dirimu sendiri.” 

Orang-orang di luar Kristen, jika mengasihi sesama seperti diri sendiri, maka itu dihargai Tuhan. Jangan heran kalau nanti ada orang-orang yang masuk surga, mereka yang mengasihi sesama seperti diri sendiri. Kalau bagi bangsa Yahudi, bagi bangsa Israel, umat Perjanjian Lama, umat pilihan secara darah daging, mereka harus mengasihi Elohim Yahweh dengan segenap hati, jiwa, akal budi, kekuatan, yaitu dengan melakukan hukum Taurat. Jika mereka melakukan itu, tidak bisa tidak, mereka juga pasti bisa mengasihi sesama seperti diri sendiri. Sebab dari 10 Hukum Allah, hukum pertama sampai keempat, itu mengatur hubungan antara Allah dan umat. Tetapi dari hukum kelima sampai terakhir, itu mengatur hubungan horizontal antarmanusia. 

Jadi, kalau hukum yang pertama sampai keempat dipenuhi, hukum yang kelima sampai kesepuluh, pasti dipenuhi juga. Itu bagi umat pilihan Perjanjian Lama. Lalu bagaimana kita, umat Perjanjian Baru? Apa bedanya? Hukum ini tidak ditiadakan, tetap berlaku. Tetapi dalam kehidupan umat Perjanjian Baru, mengasihi Tuhan dengan segenap hati, akal budi, kekuatan, tidak cukup dengan melakukan hukum-hukum tersebut secara harfiah. Kita yang memang didesain, diproyeksikan, direncanakan untuk kembali segambar dan serupa dengan Allah, harus sempurna seperti Bapa, memiliki pikiran, perasaan Kristus, memenuhi hukum itu. 

Matius 22:37-40, “Kasihilah Tuhan Allahmu dengan segenap hati, jiwa, akal budi;” kita harus mengenakan sifat-sifat dan perasaan Allah. Jadi, kalau kita menerima Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat—seperti yang dikatakan dalam Yohanes 1:11-13—bukan hanya percaya Dia Tuhan dan Juruselamat, melainkan berarti menerima hidup-Nya, mengenakan cara berpikir-Nya, dan berperilaku seperti Yesus. Hal itu tidak bisa dikurangi, karena memang harus demikian. Jadi, mengasihi Tuhan dengan segenap hati, jiwa, akal budi, dan kekuatan, harus ditunjukkan dengan usaha. Usaha segiat-giatnya, sekeras-kerasnya untuk bisa mengenakan kehidupan Yesus di dalam diri kita. 

Apa bedanya antara kita dengan orang-orang di luar Kristen, yang perbuatan baik mereka pun dihargai oleh Tuhan? “Ketika Aku lapar, kau berikan Aku makan; ketika Aku haus, kau berikan Aku minum. Ketika Aku dalam penjara, engkau melawat Aku.” Kalau orang-orang di luar umat pilihan, melakukan itu sebagai “hukum” yang harfiah, berdasarkan rumusan kalimat. Tetapi, kita yang mengenakan Tuhan Yesus, artinya memiliki pikiran dan perasaan Tuhan Yesus dan kita menerjemahkan pikiran dan perasaan itu di dalam tindakan. Apa yang Tuhan mau lakukan melalui hidup kita untuk orang di sekitar kita, kita lakukan. Bukan berdasarkan rumusan kalimat yang kaku atau memang tertulis demikian, melainkan berdasarkan dinamika perasaan Allah. 

Firman Tuhan mengatakan bahwa Allah menulis hukum-Nya bukan hanya kepada umat pilihan, melainkan untuk suku-suku bangsa yang juga mempunyai Taurat di dalam hatinya. Maka, jangan heran mereka juga punya hukum-hukum yang seirama dengan 10 Perintah Allah. Secara tidak langsung hal itu membuktikan bahwa Allah yang benar adalah Allah Israel. Jadi, bukan sesuatu yang aneh kalau orang-orang di luar umat pilihan juga bisa berbuat baik, bisa mengasihi sesama seperti diri sendiri, dan Tuhan menghargai hal itu. 

Apa yang Tuhan mau lakukan melalui hidup kita untuk orang di sekitar kita, kita lakukan berdasarkan dinamika perasaan Allah.