Skip to content

Dimulai dari Sekarang

Menempatkan diri sebagai sahabat Tuhan, sejatinya harus dimulai dari sekarang. Ini adalah pilihan yang harus diambil secepatnya. Dalam banyak hal atau dalam segala hal, boleh tidak ada kepastian. Tetapi untuk menjadi sahabat Tuhan, haruslah sebuah kepastian. Kepastian ini harus dirajut atau dibangun mulai sekarang, dalam kesengajaan dan kesadaraan dalam situasi konkret setiap hari. Hal ini harus menjadi prioritas utama hidup. Inilah yang dimaksud dengan mendahulukan Kerajaan Surga (Mat. 6:33). Ini bukan sebuah pekerjaan sederhana. Tuhan Yesus berbicara mengenai hal ini dalam Yohanes 6:26-29. Tuhan berkata agar kita bekerja untuk roti yang tidak dapat binasa. Membuktikan percaya kepada Tuhan adalah sebuah pergumulan. Menjadi orang percaya berarti hanya hidup untuk mempersiapkan diri menghadapi kekekalan. Percaya kepada Tuhan memiliki konsekuensi. Kalau seseorang berkata bahwa ia percaya kepada Tuhan, berarti ia harus membuktikan percayanya atau mengerjakan percayanya tersebut, seperti Abraham disebut sebagai bapa orang percaya setelah mengerjakan percayanya dengan benar. Ternyata, percayanya kepada Tuhan menyita seluruh kehidupannya. Pada zaman Yesus, kalau seseorang berkata “percaya,” maka percayanya tersebut memiliki konsekuensi. Hari ini, setelah kekristenan menjadi agama, seseorang menunjukkan percayanya hanya dengan datang ke gereja atau mengaku sebagai orang Kristen. Seharusnya pengakuan percayanya terbukti ketika ia tidak sama dengan dunia sekitarnya (Rm. 12:2).

Jika persahabatan dengan Tuhan dimulai sekarang, maka permusuhan dengan Tuhan juga dimulai sekarang. Seseorang seharusnya sudah dapat memperhitungkan dengan pasti apakah ia akan selamat atau binasa di api kekal. Ini bukan sebuah keyakinan semata-mata, tetapi sebuah penghayatan hidup. Jadi, kalau belum memiliki penghayatan yang benar dari bukti nyata (sebuah kehidupan yang berjalan dengan Tuhan), jangan yakin pasti selamat. Ini menyesatkan. Keyakinan bahwa ia selamat tanpa bukti adalah keyakinan buta. Keyakinan keselamatan bukan sesuatu yang abstrak tidak berdasar, tetapi sesuatu yang konkret terbukti, sebagaimana iman ada buktinya. Seperti contohnya Paulus, ia yakin memperoleh mahkota abadi, bukan untung-untungan (2Kor. 4:6-8). 

Pada umumnya, orang berpikir bahwa hari-hari yang dijalaninya menuju suatu titik akhir yang tragis. Itulah sebabnya, orang mencoba mempertahankan kehidupan di bumi ini selama mungkin. Kematian baginya suatu momok yang menakutkan. Mereka memandang hidup di dunia ini sebagai satu-satunya kehidupan yang indah; yang tidak boleh diakhiri buru-buru, tetapi dipertahankan selama mungkin dan dikembangkan sedemikian rupa, supaya bisa meraih sebanyak-banyaknya yang disediakan dunia ini bagi manusia.

Seandainya kita dapat menikmati kebahagiaan hidup paling sempurna dalam dunia ini, tetapi hanya selama 70 tahun dan tidak memiliki kepastian bagaimana nasib di kekekalan, bahkan kemungkinan dibuang ke dalam kegelapan abadi, mungkinkah kita dapat menikmati kebahagiaan itu? Pasti tidak bisa. Menyikapi fakta ini, kita harus memiliki kepastian bahwa kalau kita meninggal dunia dan berdiri di hadapan takhta Tuhan, apakah kita didapati berkenan di hadapan Tuhan dan diperkenan masuk ke dalam Kerajaan-Nya? Kepastian ini haruslah kepastian yang benar, bukan fantasi. Kepastian keselamatan bukan dibangun dari keyakinan di dalam pikiran, tetapi dibangun dari kenyataan pengalaman hidup berjalan dengan Tuhan. Untuk itu, harus diperhatikan: Kita tidak boleh merasakan apa yang kita yakini, tetapi merasakan apa yang kita alami. Paulus menunjukkan keseriusannya mempersiapkan hari esoknya dengan berkata, “Sebab itu aku tidak berlari tanpa tujuan dan aku bukan petinju yang sembarangan saja memukul. Tetapi aku melatih tubuhku dan menguasainya seluruhnya, supaya sesudah memberitakan Injil kepada orang lain, jangan aku sendiri ditolak” (1Kor. 9:26-27). Apa yang kita kejar hari ini, itulah yang kita akan peroleh. Dalam dunia yang sukar dan penuh masalah serta krisis ini, belum tentu kita memperoleh apa yang kita kejar. Lalu, mengapa kita tidak mengejar sesuatu yang pasti akan kita peroleh kalau kita mengejarnya? Yang pasti kita peroleh adalah kemuliaan Kerajaan Surga bersama dengan Tuhan Yesus.

Sehingga bagi anak-anak Allah, kita harus berpendirian bahwa kita sedang memulai sebuah kehidupan dan sedang menuju sebuah awal kehidupan dunia yang lebih baik. Hal ini berpijak pada kenyataan bahwa hidup kita di dunia hari ini merupakan awal dari kehidupan yang lebih baik nanti yang Tuhan sediakan. Jika tidak demikian, seseorang tidak memiliki sukacita. Sebab di bawah sadarnya, ia selalu dibayang-bayangi hari esok yang tidak tentu, maut yang menakutkan, hidup tanpa pengharapan (1Ptr. 1:1-10). Hidupnya dipenuhi segala keserakahan untuk memiliki segala fasilitas yang bisa diraihnya, sebab ia mengharapkan sukacita hidup yang melengkapi hidupnya. Tragisnya, mereka menuju akhir kehidupan dimana semua yang diperjuangkan untuk dimiliki lenyap dalam sekejap. Sedangkan bagi orang percaya, kita harus berpendirian bahwa kita baru memulai suatu kehidupan, bukan akan segera mengakhirinya. Memulai kehidupan untuk sebuah kehidupan yang lebih baik di dunia lain. Bagi kita, yang penting asal ada makanan dan pakaian, cukup. Tuhan Yesus berkata:
jangan gelisah hatimu, di rumah Bapa-Ku banyak tempat tinggal, Aku menyediakan tempat bagimu.” Jaminan inilah yang membuat hidup kita berbunga-bunga dan bergairah melayani Tuhan.

Menempatkan diri sebagai sahabat Tuhan, sejatinya harus dimulai dari sekarang.