Tuhan pasti tahu siapa yang benar-benar telah memindahkan hati ke dalam Kerajaan Surga, dan yang belum. Coba kita bayangkan, bahwa hari ini di surga sudah ada catatan hidup dari nama orang-orang yang sudah memindahkan hatinya di Kerajaan Surga. Orang-orang yang hidupnya pasti memikat hati Allah, memikat hati Bapa di surga. Ini adalah perjuangan yang tidak mudah. Mengucapkannya mudah, tetapi melakukannya tidak mudah. Sampai hari ini pun, saya sedang berjuang. Jika masing-masing kita menilai, berapa kira-kira nilai yang Tuhan berikan atas kualitas hidup kita selama ini? Rasanya belum ada di antara kita yang telah mencapai angka 100. Tapi, makin hari nilai hidup kita harus makin meningkat, makin tinggi, sampai kita benar-benar dapat nilai 100 atau A.
Memindahkan hati ke Kerajaan Surga itu tidak mudah. Benar-benar tidak mudah, biar pun bagi seorang pendeta. Hanya Tuhan yang tahu memang, apakah kita sudah memindahkan hati di Kerajaan Surga atau belum. Tetapi, kita sendiri juga mestinya bisa merasakan seberapa jauh kita telah memindahkan hati di Kerajaan Surga. Dalam Matius 6:21, Firman Tuhan mengatakan, “Di mana ada hartamu di situ hatimu berada.” Kalimat ini diawali dengan pernyataan Tuhan Yesus di ayat 19-20, “Kumpulkan harta di surga bukan di bumi.” Jelas sekali pernyataan Tuhan itu! Padahal, dari kecil kita telah terdidik oleh nenek moyang yang diwarisi orangtua, lalu kita juga ikut mewarisi bahwa hidup terfokus kepada dunia ini, dan semua hanya berorientasi pada kefanaan. Namun setelah kita mengenal kebenaran, kita harus mengubah cara berpikir kita. Kita harus memindahkan hati di surga, artinya kita tidak boleh terikat oleh apa pun sehingga kita merasa keberatan kalau kehilangan sesuatu tersebut.
Tentu kita harus menjaga apa yang Tuhan percayakan kepada kita. Tetapi, bukan berarti lalu kita tetap terikat, dan kita merasa bahwa hidup ini satu-satunya kesempatan untuk menikmati kebahagiaan, seakan-akan di bumi ini satu-satunya kesempatan untuk hidup. Padahal, hidup yang sesungguhnya dirancang oleh Allah itu nanti. Artinya, setelah manusia jatuh dalam dosa, bumi terhukum, bumi terlaknat. Maka, kita hidup di dunia ini hanya untuk persiapan kehidupan di langit baru bumi baru dimana Tuhan merancang sempurna seperti penciptaan awal dulu. Inilah yang mestinya benar-benar kita pahami dan kita juga benar-benar mengambil keputusan untuk itu; memindahkan hati kita di Kerajaan Surga. Jadi, hidup di bumi ini bukan satu-satunya kesempatan menikmati kebahagiaan. Justru di bumi ini tidak ada kebahagiaan yang benar.
Kalau pun ada, hal itu akan berakhir pada api kekal. Kalau pun ada dan memang ada kebahagiaan oleh dunia ini—oleh gelar, pangkat, kehormatan, dan semua pemuasan nafsu—hal itu tidak akan membuat kita hidup. Sebaliknya, membuat kita mati; kematian kedua, yaitu di dalam api kekal, terpisah dari Allah. Kita memilih untuk memiliki kehidupan yang akan datang. Karenanya, kita harus berjuang. Langkah pertama adalah melepaskan semua keinginan kita yang tidak sesuai dengan kehendak Allah. Ini yang dimaksud oleh Tuhan Yesus sebagai kehilangan nyawa. Tetapi kita akan memperoleh nyawa nanti, di langit baru bumi baru. Tetapi kalau kita masih terikat dengan segala kesenangan dan kita keberatan untuk melepaskannya, kita malah tidak akan memperoleh nyawa; kita kehilangan nyawa. Artinya, setelah mati, dibuang ke dalam api kekal! Jangan sampai hal itu terjadi di dalam hidup kita.
Karenanya, di setiap saat kita berkemas-kemas. Bukan hanya dengan perkataan, melainkan dengan perbuatan, dengan sikap, dengan langkah, dengan komitmen yang bulat, kita memindahkan hati kita di dalam Kerajaan Surga. Coba masing-masing kita bertanya kepada diri sendiri dan perkarakan di hadapan Allah, apakah kita sudah memindahkan hati di dalam Kerajaan Surga? Apakah kita memiliki catatan hidup yang menyenangkan hati Bapa di surga karena kita telah memindahkan hati di Kerajaan Surga? Untuk hal yang satu ini, kita harus gentar. Mengapa? Jangan sampai ternyata hati kita belum kita pindahkan di surga, sementara kita merasa sudah. Jangan ingini apa pun yang membuat kita bahagia. Satu yang kita ingini, yaitu sesuatu yang berdaya guna untuk pelayanan.
Pastikan bahwa kita memiliki catatan hidup yang menyenangkan hati Bapa di surga karena kita telah memindahkan hati di Kerajaan Surga