Tuhan memberkati kita lewat keadaan-keadaan yang tidak menyenangkan. Keadaan tersebut sebenarnya merupakan berkat bagi kita. Jadi sejatinya, kita harus berkata, “Aku tidak mengerti, Tuhan, tetapi aku percaya.” Maka kita harus memiliki cara pandang yang berbeda dengan anak dunia. Perspektif kita harus berbeda dengan anak dunia. Ingat, Tuhan tidak pernah memberi yang tidak terbaik, berarti Tuhan selalu memberi yang terbaik. Jadi keadaan yang kita alami, yang menurut kita tidak baik, ternyata baik. Kita harus melihat kehidupan ini dari sudut pandang kekekalan. Kalau kita tidak memandangnya dari sudut pandang kekekalan, maka kita tidak akan pernah bisa berjalan dengan Tuhan.
Tuhan itu core business-Nya, urusan utama-Nya, mau menyelamatkan hidup kekal kita. Maka jangan terpaku pada masalah fana yang di depan mata. Tuhan mau menolong kita dari persoalan sakit-penyakit, ekonomi, persoalan rumah tangga, dan masalah-masalah lainnya, namun apalah artinya mendapat jalan keluar dari masalah-masalah fana, tetapi terhilang di kekekalan? Maka, cara pandang kita harus cara pandang kekekalan, segala sesuatu harus dikaitkan dengan kekekalan. Sebab, kita ini makhluk kekal yang memiliki keberadaan kekal. Tubuh kita bisa binasa atau mati, tetapi jiwa dan roh kita itu kekal, yang akan mendapatkan tubuh baru di kekekalan.
Cara pandang yang benar adalah hidup yang sesungguhnya itu di kekekalan. Sekarang ini hanya persiapan untuk kekekalan. Kalau berpikir dengan cara yang benar, masalah apa pun yang kita hadapi harus dikaitkan dengan proses pembentukan Tuhan, yaitu pendewasaan. Kita menjadi lebih kokoh dan lebih kuat menghadapi setiap keadaan dan kejadian yang terjadi. Inilah rahasianya. Kita harus memiliki sudut pandang yang benar. Dari apa yang kita dengar dan lihat, ada suara Tuhan, nasihat Tuhan, mentoring Tuhan. Apalagi dari kejadian-kejadian yang dialami, pembentukan Allah dalam hidup kita sungguh nyata.
Kalau dari aspek kesenangan hidup, kita bisa lupa diri ketika menerima banyak berkat jasmani; naik pangkat, gaji yang lebih besar, sukses dalam karier atau bisnis. Hal-hal tersebut dapat dengan mudah membuat kita lupa, sehingga kita tenggelam di dalam kesenangan-kesenangan. Padahal, kejadian itu bisa mengandung dan pasti memiliki pelajaran rohani. Jadi, kalau penderitaan bisa menjadi sarana Allah mengubah kehidupan rohani, hal yang bukan penderitaan juga semestinya bisa menjadi cara Allah mengubah kita. Ironisnya, justru keadaan yang baik sering membuat orang Kristen terlena.
Jika kita tidak punya masalah, semua serba baik, running well, kita cenderung lupa diri. Maka, tidak heran Tuhan bisa mengizinkan peristiwa-peristiwa yang tidak menyenangkan untuk kita alami. Ingat, ketika kita dihujani dengan berkat jasmani—tidak ada masalah fisik, sehat, semua serba lancar—kita tetap mencari Tuhan, bahkan lebih giat dalam mencari Tuhan. Jika ini kita praktikkan, maka Tuhan akan memercayakan kepada kita pekerjaan-pekerjaan-Nya dan kebenaran-kebenaran-Nya.
Harus dipahami, bahwa pencobaan itu bukan pada waktu kita dihina saja. Waktu kita dipuji-puji, itu juga merupakan pencobaan yang besar, bahkan bisa lebih besar. Pencobaan itu bukan hanya pada waktu kita dikhianati, tetapi pada waktu kita tidak dikhianati orang, keadaan kita serba baik, itu pun keadaan yang membahayakan. Itu pun pencobaan yang tidak kalah bahayanya. Bukan hanya pada waktu miskin, kita diproses menjadi dewasa. Kekayaan yang berlimpah pun bisa menjadi pencobaan yang lebih berat. Jadi, segala hal bisa menjadi cara Allah memproses kita untuk menjadi dewasa.
Ketika dalam keadaan yang menurut kita negatif, misalnya masalah rumah tangga, ekonomi berantakan, dikhianati, dihina orang, dan lain-lain, itu memang cara Allah mendewasakan kita. Tetapi saat kita dipuji, disanjung, banyak uang, naik pangkat, itu pun cara Allah mendewasakan dan harus kita temukan juga pelajaran rohani di balik semua itu. Jadi kita jangan sampai terhanyut, tenggelam di dalam suasana euforia karena berlimpah berkat jasmani, terhormat, disanjung, dipuji orang. Kita harus tetap berurusan dengan Allah dan memperkarakan “Mengapa bisnisku maju; mengapa aku naik pangkat; mengapa aku jadi orang terhormat; mengapa jalanku mulus tak ada masalah; tubuhku sehat? Apa yang Engkau mau ajarkan kepadaku, Tuhan?”
Masalahnya, banyak orang kalau mengalami kesusahan, baru mencari Tuhan. Saat banyak uang, tidak mencari Tuhan. Kalau susah, baru mencari Tuhan. Kalau sakit, baru ke gereja. Kalau lagi sakit, baru ikut doa puasa. Tetapi kalau sehat, pergi jalan-jalan atau berwisata. Bukan tidak boleh wisata. Wisata boleh, tetapi jangan mengorbankan kesempatan (waktu) untuk mencari Tuhan, dengan wisata. Setiap kesempatan, baik itu menyenangkan atau tidak, sehat atau sakit, berlimpah atau kekurangan, semua itu merupakan cara Allah untuk mendewasakan kita.
Setiap kesempatan, baik itu menyenangkan atau tidak, sehat atau sakit, berlimpah atau kekurangan, merupakan cara Allah untuk mendewasakan kita.