Skip to content

Bukan Karunia

Kalau seorang wanita mendengar pria berkata, “aku cinta padamu,” sang pria bisa saja menipu atau tidak tulus. Walaupun kita punya nurani yang bisa menduga. Tetapi kalau kita berkata, “aku mencintai Engkau, Tuhan,” Tuhan Mahatahu, Tuhan bisa merasakan apakah cinta kita kepada-Nya adalah cinta yang tulus atau tidak. Karenanya, kita tidak mau menjadi munafik. Kita tidak mau menipu Tuhan. Kita harus berkata dalam doa, “Tuhan, buat aku mencintai Engkau sebagaimana seharusnya aku mencintai.” Kalau ibarat kuota, “berapa kuota yang harus kupenuhi sampai Engkau bisa merasakan bahwa aku mencintai Engkau?” Kalau ibarat sebuah derajat, “berapa suhu yang harus kumiliki sampai Engkau bisa tersentuh dan merasakan bahwa aku benar-benar mencintai Engkau? Terkutuklah aku kalau aku tidak mencintai Tuhan.” Ini jangan dipandang berlebihan. Pada kenyataannya, memang kita tidak bisa hidup tanpa Pencipta kita.

 Kalau kita berjalan dengan Pencipta kita, kita tidak bisa tidak, pasti mencintai Dia. Dan kita harus mencintai-Nya sesuai standar Tuhan, bukan standar kita. Karenanya, kita minta Roh Kudus menolong kita bagaimana seharusnya kita mencintai Dia. Roh Kudus pasti menolong. Kita harus menjadikan ini harta kita. Mahligai yang termahal, dan mestinya satu-satunya yang kita miliki. Setiap kita harus bisa melompat setinggi-tingginya sampai bisa menyentuh Tuhan. Dan Tuhan bisa merasakan bahwa sungguh kita mencintai Dia. Jadi, bukan apa yang kita rasakan semata, tapi kita juga harus memburu apa yang dirasakan Tuhan tentang kita. Artinya, apa yang dirasakan Tuhan mengenai cinta kita kepada-Nya. 

Maka kita harus mengambil keputusan untuk mencintai Tuhan. Mencintai Tuhan, bukan karunia. Melainkan itu adalah usaha dan merupakan perjuangan pribadi kita, yang berasal dari kehendak bebas kita. Tapi ingat! Tuhan memiliki kehormatan, Dia tidak memaksa kita untuk mencintai Dia. Kita yang harus memaksa diri kita sendiri dengan kerelaan dan kesadaran untuk mencintai Tuhan. Allah lebih dulu mengasihi kita. Tetapi apakah berikutnya kita mengasihi Tuhan sebagai balas cinta-Nya kepada kita atau tidak, tergantung kita. Kita bisa dipandang hina oleh manusia, dipandang rendah oleh sesama, tapi kalau kita mencintai Tuhan dan terus bertumbuh di dalam cinta yang benar kepada Tuhan, maka kita menjadi berharga di mata-Nya. Secantik, seganteng, sekaya, seelok apa pun, kalau kita tidak berharga di mata Tuhan, percuma. 

Tuhan bisa tidak terikat oleh siapa pun. Tapi kalau Tuhan menemukan orang yang mencintai Dia dengan sungguh-sungguh, Tuhan mengikatkan hati-Nya. Seperti ayat di 1 Korintus 6:17 yang mengatakan, “Siapa yang mengikatkan dirinya dengan Allah, menjadi satu roh dengan Dia.” Maka jangan tidak mengambil keputusan untuk mencintai Tuhan. Kita akan mengalami suasana yang baru di dalam kehidupan. Keadaan menjadi berubah. Hal ini tidak bisa diungkapkan, kecuali kita sendiri mengalami. Dan kita bisa minta Tuhan mendidik kita, agar kita terus mengembangkan cinta kepada Tuhan seperti yang Dia kehendaki, sampai cinta kita menyentuh Tuhan. 

Tidak ada yang dapat menggantikan Tuhan di dalam hidup kita. Hanya Tuhan, yang dapat menjawab semua kebutuhan kita. Tetapi itu hanya bisa terjadi dan dirasakan oleh orang-orang yang sudah menetapkan hati mencintai Allah, dan terus bertumbuh di dalam cintanya kepada Tuhan. Sampai memiliki kehausan yang kudus akan Allah, sehingga ia tidak membutuhkan yang lain. 1 Korintus 16:22 berkata, “terkutuklah orang yang tidak mengasihi Tuhan.” Ayat itu mengisyaratkan dengan sangat jelas bahwa hal mengasihi Tuhan bukan dari pihak Tuhan, melainkan dari pihak manusia. Sebab kalau itu berangkat dari Allah, betapa jahatnya Allah, yang membuat orang yang tidak mengasihi Dia, terkutuk. Jadi Allah membuat orang terkutuk, yang tidak dibuat mengasihi Allah; dan Tuhan membuat orang tidak terkutuk, yang dibuat oleh Allah mengasihi Dia. Tidak mungkin. 

Dan satu kalimat yang harus kita ucapkan di dalam hati, “Tidak ada siapa pun yang dapat melarang aku untuk mencintai Dia.” Jadi kalau kita tidak mencintai Tuhan, berarti kita sendiri yang menghalangi cinta itu. Jangan menyalahkan Tuhan dan berpikir ada orang-orang yang mendapat anugerah untuk bisa mencintai Tuhan, dan ada orang-orang yang tidak bisa mencintai Tuhan. Kalau begitu berarti kita memfitnah dan menuduh Tuhan jahat. 

Mencintai Tuhan, bukan karunia, melainkan usaha dan merupakan perjuangan pribadi, yang berasal dari kehendak bebas kita.