Kita telah belajar banyak kebenaran, dan itu suatu hal yang bagus. Banyak di antara kita yang berkata, “Hidupku diubahkan oleh khotbah Suara Kebenaran.” Bukan bermaksud mau membanggakan diri, tetapi kita pasti pernah mendengar atau mungkin kita sendiri mengalaminya. Tetapi jangan berhenti berubah. Pada waktu 4 tahun, 5 tahun yang lalu, kita berubah karena Suara Kebenaran, Tuhan senang. Tetapi setelah 5 tahun, perubahan kita harus lebih. Kalau tidak, Tuhan tidak disenangkan. Kita harus terus bertumbuh di dalam kebenaran.
Ketika kita mendengar Suara Kebenaran, hidup kita diubah dan membuat kita lebih rohani. Kita berubah, dan itu menyenangkan Tuhan. Tetapi kebenaran harus bertumbuh, dan kualitas diri kita juga harus berubah. 5 tahun yang lalu, benar Tuhan dipuaskan, disenangkan oleh kita. Tetapi sekarang—ini jebakan yang terjadi dalam hidup banyak orang Kristen di sekitar kita—jadi sombong rohani. Kita memang akan secara otomatis memiliki roh yang membedakan; logika rohani, kecerdasan roh yang membedakan. Seorang ahli parfum akan bisa mencium dan mengenali parfum dari merk apa; ibu-ibu bisa tahu berbagai wangi bunga, “Ini melati, ini mawar,” belum tentu yang lain bisa. Kita bisa, karena sudah terbiasa melatih maka jadi otomatis.
Seorang montir mobil yang canggih suka diajak orang sebelum ia membeli mobil, untuk memeriksa kondisi mobil tersebut. Kita tidak tahu, tetapi dia tahu. “Ini tidak sehat, mobilnya.” Seorang ahli, akan otomatis tahu. Tetapi, jangan menghakimi orang, “Ini salah, ini benar.” Setelah cerdas dalam mempelajari Suara Kebenaran, pintar menganalisis, lalu menghakimi, dan bisa menyakitkan. Dia bisa jatuh karena tidak menggumuli keadaan dirinya. Lupa, seakan-akan Suara Kebenaran yang dia pelajari, otomatis menjadikan dia berkualitas.
Coba kita tanya Tuhan, hidup kita berkualitas tidak? Yang menyedihkan, kalau tidak berdoa. Bisa mendengarkan Suara Kebenaran berjam-jam, tetapi tidak berdoa. Bukan tidak boleh mendengarkan Suara Kebenaran berjam-jam. Idealnya begitu, tetapi bertemu Tuhan secara pribadi, harus. Seberapa hebat khotbah Suara Kebenaran? Memang pada mulanya bisa mengubah kita, tetapi ada tahapan di mana kita harus bertemu Tuhan secara langsung. Kalau sampai kita tidak betah berdoa lebih dari 30 menit, maka ada yang salah dalam hidup kita.
Mengapa orang tidak bisa tahan berdoa? Kalau lidahnya masih terikat mengecap sesuatu yang enak, selera mata, selera telinga, hobi, atau kesenangan tertentu, maka tidak bisa berdoa lama. Suara Kebenaran didengar, bagus. Tetapi duduk diam di kaki Tuhan, itu mutlak. Jangan melarikan diri hanya karena mau punya pengetahuan. Kita harus punya waktu duduk diam di kaki Tuhan. Bagaimana firman itu dihidupkan di dalam hidup kita, supaya bisa menemukan diri kita oleh pertolongan Roh Kudus. Apakah Tuhan senang dengan keadaan kita? Apa keadaan kita sesuai dengan apa yang Allah kehendaki? Maka, kita harus belajar “mengikat” tubuh kita di hadirat Allah. “Aku ikat tubuhku di hadirat-Mu, Tuhan. Satu jam setengah, satu jam ini.” Ikat jiwa, pikiran dan perasaan kita untuk duduk diam. Harus sering diikat. Kita harus berurusan dengan Tuhan atau berdoa secara individu, karena Tuhan ingin berurusan dengan kita secara pribadi. Jika tidak, nanti kita jadi sok pintar, sok tahu. Merasa sudah kaya dengan pengertian kebenaran, jadi sok pintar.
Tidak boleh ada kesenangan apa pun selain Tuhan. Apalagi nonton gadget, sehingga tenggelam dalam perasaan senang dan asyik yang bisa merusak pikiran kita; tidak boleh! Kita harus duduk diam, lalu mengikat tubuh, jiwa, pikiran, dan perasaan kita. Memang kita membutuhkan khotbah, tetapi lebih dari itu, bagaimana kehidupan kita sesuai dengan kehendak Allah sehingga bisa dikecap Tuhan, menyenangkan Tuhan. Kita harus berubah terus secara bertahap. Menyenangkan Tuhan lebih tinggi, lebih berkualitas.
Haus dan lapar akan kebenaran itu seberapa? Itu masalahnya. Sering kita makan dalam keadaan tidak lapar, betul. Memang ada orang berkata, “Jangan makan menunggu lapar, nanti makannya jadi kebanyakan.” Tetapi kerinduan untuk berkeadaan sesuai kehendak Allah, itu harus sedalam-dalamnya. Kalau kita lapar dan haus, pada tingkat tertentu, tubuh kita stres. Kalau jiwa kita dalam tingkat tinggi, ingin menjadi seorang yang sesuai kehendak Allah, akan mengalami yang namanya brokenness; remuk, hatinya remuk. Kita hanya punya satu sumber yang kita harus konsumsi: Tuhan. Bagaimana kita bisa berkeadaan sesuai dengan yang Dia kehendaki? Masalahnya, kita banyak masalah. “Kapan saya punya ekonomi baik? Kapan penyakit saya sembuh? Kapan saya punya jodoh? Kapan saya punya anak?” Bagi orang Kristen baru, tidak salah, karena belum mengerti. Kalau kita sudah mengenal Yesus, tidak ada yang kita ingini kecuali Tuhan.
Kalau jiwa kita dalam tingkat tinggi, ingin menjadi seorang yang sesuai kehendak Allah, akan mengalami yang namanya brokenness; hati yang remuk.