Skip to content

Bisa Dinikmati Tuhan

Berhubung manusia sudah jatuh dalam dosa, maka manusia diberi hukum, supaya tidak rusak total. Kita harus berhubungan terus dengan Allah, masuk sekolah kehidupan yang dilatih Roh Kudus untuk menjadi anak-anak Allah. Kita harus memahami yang namanya firman Tuhan itu bukan hanya yang tertulis, melainkan firman yang kita makan setiap hari yang keluar dari mulut Allah; “Sebab manusia hidup bukan hanya dari roti, tetapi dari setiap firman yang keluar dari mulut Allah.” Artinya, kalimat yang diucapkan Allah yang keluar dari hati-Nya. Kalau Tuhan berbicara terus kepada kita, pasti sesuai dengan konteks hidup yang kita alami, sehingga kita menjadi manusia sesuai dengan yang dikehendaki Allah. 

Kalimat “kasihi musuhmu,” secara pengertian nalar atau secara kognitif pasti kita tahu, tapi masalahnya musuh kita itu siapa? Bisa kepala bagian, mertua, pasangan hidup, bisa siapa saja. Bagaimana mengimplementasikan firman tersebut? Mengasihi musuh dikenakan atau diimplementasikan dalam menghadapi berbagai masalah yang terkait dengan permusuhan itu. Bagaimana kita menghadapi pasangan hidup yang memusuhi tentu berbeda dengan menghadapi tetangga. Bagaimana juga kita bertindak presisi terhadap mertua, rekan kerja yang mau menjatuhkan kita, di situ Roh Kudus akan menuntun kita bagaimana mengimplementasikannya. 

Roh Kudus pasti melatih kita dan ini hanya untuk orang yang mengasihi Tuhan, karena Allah bekerja dalam segala sesuatu mendatangkan kebaikan bagi orang yang mengasihi Dia. Jadi, kita harus mau mengasihi Tuhan, sebab dari hati yang mencintai Tuhan, kita mau memuaskan hati-Nya. Dari hati yang memuaskan hati Bapa di surga, kita bisa dinikmati Tuhan. Jadi kalau Tuhan Yesus berkata, “Aku tidak kenal kamu,” berarti Tuhan tidak bisa menikmati kita. Kalau standar agama Yahudi, mereka melakukan hukum itu sudah cukup untuk bisa dinikmati oleh Tuhan. Namun, bagi umat Perjanjian Baru, melakukan hukum itu belum cukup memuaskan hati Allah. 

Jadi, kekristenan yang sejati adalah kehidupan Yesus yang diperagakan, namun ini sudah hilang. Sekarang kita mau menemukannya, maka kita harus bekerja keras untuk bisa menjadi teladan. Kalau kita bisa berpikir soal kekekalan, coba kita menutup mata dan renungkan bahwa kita datang tidak membawa apa-apa, tetapi selama hidup kita sudah belajar untuk bisa memiliki kemampuan bertindak presisi seperti yang Allah kehendaki yang merupakan harta abadi kita. 

Jadi, saat kita pulang menghadap Bapa, hanya Yesus yang kita miliki, yang kehidupan-Nya sudah kita kenakan, sehingga kita mendapat status di hadapan Allah Bapa, “Ini anak yang Kukasihi, kepadanya Aku berkenan.” Jadi, kalau kita tidak semakin seperti Kristus, berarti Kristen kita itu palsu. Memang harus berproses terus, dan Tuhan mau melatih kita melalui segala hal. Maka, kalau Alkitab mengatakan, “Allah bekerja dalam segala hal,” berarti dalam semua hal, di setiap waktu, di setiap saat, di mana pun kita berada. Jadi, tidak ada waktu di mana kita tidak berurusan dengan Tuhan. Yang membuat rusak adalah ketika kita mengenakan kehidupan orang beragama dalam berurusan dengan Tuhan, di mana mereka melakukannya hanya pada waktu seremonial di gereja; waktu kebaktian doa. Maka, ada hari suci dan bulan suci.

Sedangkan bagi kita, setiap hari adalah hari-Nya Tuhan. Suatu hari menjadi suci atau tidak, tergantung bagaimana kita mewarnai hari tersebut dalam perilaku dan perbuatan kita. Kita yang mengondisi hari itu jadi kudus, dengan tidak mengucapkan kata kotor, tidak membalas kejahatan dengan kejahatan, tidak bersaksi dusta dan perbuatan lainnya yang tidak menyenangkan hati Bapa. Jadi, kalau kita selalu mendengar rhema melalui setiap peristiwa hidup yang terjadi, maka kepenuhan Allah terjadi atas diri kita. Itulah yang memungkinkan kita bisa bertindak presisi tepat seperti yang Allah kehendaki. Ini membutuhkan proses dan kerja keras, tetapi menjadi kehormatan kalau kita menjadi umat pilihan.

1 Petrus 2:9, “Tetapi kamulah bangsa yang terpilih, imamat yang rajani, bangsa yang kudus, umat kepunyaan Allah sendiri, supaya kamu memberitakan perbuatan-perbuatan yang besar dari Dia, yang telah memanggil kamu keluar dari kegelapan kepada terang-Nya yang ajaib.” Jadi, kita harus bisa mengerti dan menerima hal ini bahwa tidak semua orang dipilih oleh Allah. Kita adalah orang yang dipilih dan kalau kita dipilih, berarti kita ditentukan untuk memiliki kehidupan yang di dalam seluruh tindakan kita presisi, seperti pikiran dan perasaan Allah. Dan ini adalah kesempatan yang luar biasa, kesempatan yang tidak ternilai harganya.

Dari hati yang mencintai Tuhan, kita memuaskan hati-Nya, sehingga kita bisa dinikmati Tuhan.