Skip to content

Bisa Dilewati vs Bisa Dihindari

Sebenarnya banyak orang Kristen yang hidup di dalam pergumulan yang belum selesai. Mereka hidup dalam kebutuhan yang belum terpenuhi, termasuk sebagian besar kita. Bahkan tidak sedikit orang Kristen yang merasa kurang bahagia dalam menjalani hidup, karena berbagai persoalan yang membelit hidup mereka. Banyak orang Kristen hidup dalam penantian; penantian memperoleh jalan keluar dari persoalan dan masalah hidup, penantian untuk pemenuhan kebutuhan yang mereka pandang sebagai kebutuhan. Ironis, banyak orang Kristen yang tidak realistis, mereka berpedoman hidup harus terlihat luar biasa—dalam ukuran umum. Hal ini sebenarnya membuat mereka tidak menyikapi hidup dengan benar. Terus terang, orang yang tidak menyikapi hidup dengan benar sulit diajar kebenaran dan memikirkan kekekalan. Biasanya ukuran “dahsyat” dan “luar biasa” yang dilontarkan banyak orang adalah berdasarkan ukuran manusia; berangkat dari cara pandang atau perspektif umum, perspektif kefanaan, bukan cara pandang kekekalan. 

Sejatinya, kita harus berkata, “bisa dilewati.” Kata “bisa dilewati” bukan berarti selalu mendapat jalan keluar dari persoalan-persoalan hidup yang dihadapi. “Bisa dilewati” bukan berarti apa yang kita anggap sebagai kebutuhan dan keinginan sudah terpenuhi atau terjawab. “Bisa dilewati” bukan berarti kita menjalani hidup tanpa masalah atau persoalan berat. Kalaupun kita mengalami persoalan-persoalan berat yang tidak mudah diselesaikan, tetapi kita mampu bertahan dalam keadaan itu. Jadi “bisa dilewati” berarti kita mampu bertahan dalam keadaan kita sekarang—walaupun dalam persoalan atau masalah berat, kebutuhan belum terpenuhi, doa yang belum terjawab—dan kita tetap setia kepada Tuhan. Kita tidak mencurigai Dia. Tidak bersungut-sungut, dan kita tahu bahwa Tuhan sedang menuntun kita kepada kekekalan, sebab masalah ini menyempurnakan dan mendewasakan. Tentu dengan landasan berpikir bahwa persoalan-persoalan kita memang diizinkan Tuhan. Memang hal itu mendewasakan, menyempurnakan kita sebagai persiapan yang melayakkan kita menjadi anggota keluarga Kerajaan Allah. 

Harus selalu kita ingat, dunia yang sudah jatuh ini bukan tempat ideal sebagai hunian. Kesulitan-kesulitan adalah bagian hidup yang tidak bisa tidak, harus kita jalani. Firman Tuhan mengatakan, “Saudara-saudara yang kekasih, janganlah kamu heran akan nyala api siksaan yang datang kepadamu sebagai ujian, seolah-olah ada sesuatu yang luar biasa terjadi atas kamu. Sebaliknya, bersukacitalah, sesuai dengan bagian… Bagian yang kamu dapat dalam penderitaan Kristus. Supaya kamu juga boleh bergembira dan bersukacita pada waktu Ia menyatakan diri” (1Ptr. 4:12-13).  Berarti kita memang harus menghadapi kesulitan; bahkan penderitaan. Harus kita renungkan, pengertian antara “bisa dilewati” dan “bisa dihindari,” karena ini memiliki perbedaan yang besar. Ironis, orang yang mudah berkata “hidup ini dahsyat, luar biasa,” artinya “mereka bisa menghindari masalah.” Ingat, bukan dihindari, tetapi bisa dilewati. Tetapi banyak orang yang senangnya menghindari. 

Tuhan Yesus pada puncak penderitaan-Nya di taman Getsemani, sempat meminta: “Jika boleh cawan ini boleh lalu…” Dihindari. Tetapi Bapa di surga berkata: “tidak,” walaupun tidak tertulis. Tetapi faktanya memang Bapa di surga berkata “tidak.” Dan Yang Mulia Tuhan kita, Yesus Kristus, berkata: “Bukan kehendak-Ku yang jadi, Bapa, kehendak-Mulah.” Bukan dihindari, tetapi harus dijalani. “Bisa dilewati” artinya kita harus menjalani sebuah keadaan, harus mengalami suatu keadaan yang berlangsung, bukan menghindarinya. Jadi ketika kita berkata “bisa dilewati,” di balik pernyataan itu kita memiliki pengakuan bahwa memang kita harus menghadapi kesulitan di dalam hidup ini. Hal ini berarti kita menerima realitas keadaan hidup yang tidak ideal di bumi. Tentu sikap ini membuat kita tidak manja. Kalau kita berkata “ikut Yesus”, berarti kita harus mengalami apa yang Tuhan Yesus alami pada waktu Ia menjadi manusia seperti kita hari ini. 

Memang sering kita tidak mengerti, tetapi jejak Tuhan itu sempurna. Kita percaya bahwa Tuhan membawa kita ke jalan yang baik untuk kita, demi kemuliaan nama-Nya. Persoalan hidup dengan liku-likunya, tidak mungkin tidak bisa kita jalani. Karena tangan Tuhan memimpin kita. Apa kita boleh curiga, kalau di jalan-jalan begini, Tuhan melepaskan pegangan-Nya? Tidak, Tuhan akan pegang tangan kita terus. Karena tidak ada pendewasaan tanpa lorong-lorong itu. Itu kurikulumnya. Hidup di dunia yang sudah jatuh ini, kita harus berdampingan dengan persoalan. Indahnya, walaupun ada persoalan-persoalan hidup, tetapi persoalan itu mendewasakan, menyempurnakan; bagi orang yang mengasihi Dia. Namun kata “bisa dilewati” tidak bisa dilepas dari cara pandang hidup terhadap realitas. Kalau kita tidak mengerti kebenaran mengenai realitas hidup, maka kita tidak bisa berkata “bisa dilewati” secara benar. Dalam hal ini, kita harus mengerti kebenaran. Dengan mengerti hal ini, maka persoalan sebesar apa pun menjadi kecil, karena kita sedang digiring kepada kekekalan. Ketika kita bertahan dalam kesulitan, berarti kita tekun menerima proses pendewasaan untuk mencapai iman yang sempurna. 

“Bisa dilewati” artinya kita harus menjalani sebuah keadaan, bukan menghindarinya.