Skip to content

Bisa Dilewati

Fokus hidup kita bukan terkait dengan masalah-masalah fana. Coba renungkan, betapa tidak berkualitasnya jika Allah berurusan dengan umat, karena hanya mau menyelesaikan masalah-masalah hidip, kebutuhan-kebutuhan fana. Sehingga hidup bisa dijalani dengan nyaman, masalah bisa dilewati dengan aman, hidup bisa indah, tapi terpisah dari Allah. Apa itu yang Tuhan kehendaki? Bukan. Tuhan mau keadaan kita baik-baik. Tuhan tidak ingin kita berkedaan buruk, tapi baik-baik, dalam persekutuan dengan Allah. Sebab bagaimana pun dan apa pun keadaan kita, Tuhan cakap menopang kita, sehingga kita selalu bisa berkata “bisa dilewati.” Yang akhirnya, kita sampai di Kerajaan Surga. 

Kita tidak mungkin masuk Kerajaan Surga, masuk Rumah Bapa, kalau kita memiliki perasaan tidak patut kepada Allah. Apa? Mencurigai Dia. Jadi kita harus memercayai Dia, apa pun keadaan yang sedang terjadi atau berlangsung di dalam hidup kita, dan itu adalah bentuk sikap hormat kita kepada Tuhan. Maka kalau kita menyatu dengan Tuhan, kita tidak bisa meragukan, tidak bisa mencurigai Dia. Kita yakin kita ada dalam perlindungan Tuhan, bahkan tanpa kita minta. Karena di dalam persekutuan dengan Tuhan, kita bisa merasakan betapa agung Pribadi-Nya, betapa bisa dipercayai-Nya Dia, Allah yang baik. 

Masalah yang datang dalam hidup kita mungkin bertubi-tubi. Dan sering kita tidak melihat kehadiran Tuhan dalam persoalan-persoalan kita, sepertinya Tuhan membiarkan. Sejatinya, Tuhan sedang melatih kita. Jangan sampai kita mencurigai Tuhan; sebab ketika kita mencurigai Tuhan berarti kita tidak menghormati Dia. Maka, kalau kita hidup di dalam kesucian Tuhan, wah betapa agung-Nya Tuhan. Tidak mungkin Dia mengkhianati kita, tidak mungkin Dia melupakan kita. Kita dapat merasakan keagungan pribadi Tuhan, sehingga pada waktu kita menyembah Dia, kita bisa menyembah dengan kekaguman yang benar. 

Mulailah dari kehidupan yang bersih; sebersih-bersihnya, sekudus-kudusnya. Jaga mulut, mata, telinga, pikiran, dan perbuatan kita. Dengan cara ini, kita bisa menyatu dengan Tuhan. Kita bisa merasakan keagungan pribadi-Nya, mengerti keagungan pribadi-Nya, sehingga kita tidak mencurigai Dia. Yesus memulai pelayanan dengan percaya kepada Bapa, dan Ia juga mengakhiri pelayanan-Nya dengan tetap memercayai Allah, Bapa-Nya. Di kayu salib Ia berkata, “Ke dalam tangan-Mu Kuserahkan nyawa-Ku.” 

Coba kita teduh dan jujur. Ketika kita menghadapi persoalan bertubi-tubi, masalah-masalah berat, dan kita tidak melihat kehadiran Tuhan, kita bisa mendengar daging kita marah. Ada bagian dalam diri kita—sekecil apa pun itu—yang marah dan memberontak. Kita doa puasa, doa berjam-jam, tetapi ketika masalah datang, kita merasa seperti tidak disertai Tuhan. Ketika kita menghadapi masalah bertubi-tubi, kita tahu teorinya: jangan membalas kejahatan dengan kejahatan terhadap orang, jangan menyalahkan orang, kita harus bersyukur, tapi ada kemarahan, ada perasaan khawatir. 

Kondisi seperti itu, jangan kita diamkan, harus dibereskan. Karena dia bisa menguasai kita. Harus kita padamkan. Kita bisa memadamkan itu dengan cara berdoa, menyembah Tuhan. “Engkau agung, Tuhan. Kau mulia. Engkau tidak bercela. Apa yang Kau lakukan sempurna. Aku tidak mengerti, tapi aku percaya Engkau baik. Tidak ada yang lebih baik dari Engkau.” Matikan suara itu. Kita pasti bisa melihat, mendengar kemarahan itu. Atau dalam situasi tertentu, “percaya Tuhan menyertai” tapi ada suara “matilah kau.” Ada kekhawatiran. Selesaikan itu; kekhawatiran, kemarahan, nafsu-nafsu yang jahat. 

Kalau kita banyak berdoa, duduk diam di kaki Tuhan, kita bisa merasakan suara jiwa yang keruh, dan suara roh yang dipimpin oleh Roh Kudus. Misalnya pada waktu kita ribut dengan seseorang, lalu disuruh damai. Kita berdamai, namun sejujurnya, ada kemarahan di balik “perdamaian” tersebut. Itu yang harus dimatikan. Dan kalau itu tidak kita matikan, kita bisa tidak menghormati Tuhan. Kalau kita bergumul demikian di setiap hari, maka dia akan makin lemah. Tapi pencobaan kadang-kadang lebih besar, dan itu memicu manusia lama atau pikiran-pikiran yang bukan dari Allah itu muncul. 

Makanya, pikiran kita harus dipenuhi oleh Firman, duduk diam di kaki Tuhan. Hadirat Tuhan mencengkeram kita, dan hal itu sangat berpotensi untuk mematikan setiap suara-suara yang negatif. Banyak orang tidak waspada terhadap suara itu. Akhirnya, dia dibesarkan, dibesarkan, dibesarkan. Sama, kalau kita membenci seseorang. Kebencian itu mesti dimatikan, tapi kalau dihidupkan, apa yang terjadi? Kalau terus-menerus begitu, pikiran kita dikuasai setan, sampai nurani kita rusak sama sekali; rusak berat. 

Suara-suara itu bisa membuat fantasi. Fantasi bisa menciptakan pikiran. Pikiran bisa membangkitkan gairah, dan gairah menjadi energi untuk melakukan suatu perbuatan. Tapi kalau yang negatif itu dipadamkan, dimatikan, kita bisa memuliakan Allah. Hubungan kita dengan Tuhan bisa harmoni. Tidak ada kecurigaan sama sekali. Hari ini mungkin ada di antara kita, seperti sedang duduk di atas bara masalah. Tidak enak. Tapi duduklah di situ, dan nikmati kehangatan bara yang akan mendewasakan dan menyempurnakan kita. Kita percaya Tuhan yang hidup beserta dengan kita. 

Sebab bagaimana pun dan apa pun keadaan kita, Tuhan cakap menopang kita, sehingga kita selalu bisa berkata “bisa dilewati.”