Skip to content

Berurusan dengan Bapa

Ketika Tuhan Yesus berfirman, “Apa gunanya orang beroleh segenap dunia kalau jiwanya binasa?” sebenarnya kalimat itu juga bisa berarti, “Apa gunanya kamu menikmati kesenangan sesaat, namun setelah itu kamu tidak memiliki kebahagiaan selamanya?” Tuhan tidak mau kita seperti Esau yang sesaat menikmati semangkok makanan, tetapi kehilangan hak kesulungannya. Kehilangan jiwa berarti tidak memiliki keselamatan, terpisah dari Allah selama-slamanya. Dalam Ibrani 11:20, dikatakan, “Karena iman maka Ishak, sambil memandang jauh ke depan, memberikan berkatnya kepada Yakub dan Esau.” Sebenarnya berkat itu disediakan untuk Yakub dan Esau. Namun sayang sekali, pada akhirnya Esau tidak memperoleh bagian berkat. 

Tuhan sangat mengasihi kita, seperti yang dikatakan dalam 2 Petrus 3:9-10, “Tuhan tidak menginginkan seorang pun binasa.” Tuhan menghendaki kita menikmati kekekalan yang indah, maka Yesus mati di kayu salib. Tuhan Yesus berkata di Yohanes 14:1-3, “Janganlah gelisah hatimu; percayalah kepada Allah, percayalah juga kepada-Ku. Di rumah Bapa-Ku banyak tempat tinggal. Jika tidak demikian, tentu Aku mengatakannya kepadamu. Sebab Aku pergi ke situ untuk menyediakan tempat bagimu. Dan apabila Aku telah pergi ke situ dan telah menyediakan tempat bagimu, Aku akan datang kembali dan membawa kamu ke tempat-Ku, supaya di tempat di mana Aku berada, kamupun berada.”

Namun, apakah akhirnya seseorang bersama dengan Tuhan atau tidak, hal itu tergantung setiap individu dalam merespons kebaikan dan kemurahan Tuhan. Jadi kalau sampai ada yang binasa, pasti bukan kehendak Tuhan, tetapi pilihan orang itu. Kita harus dapat menangkap pesan Tuhan ini dan memberikan respons yang benar; menjadi pengguna firman, pengguna anugerah, pengguna keselamatan. Sebab ini tidak bisa terjadi secara otomatis. Tidak hanya di dalam pikiran, yakin percaya Yesus adalah Juruselamat, tetapi harus di dalam tindakan yang menunjukkan percayanya itu. Percaya itu berarti menyerahkan diri dan di dalamnya ada urusan, aktivitas, relasi yang harus terbangun dalam urusan tertentu antara Bapa dan kita. 

Urusan apakah yang kita miliki dengan Bapa? Kalau hanya ke gereja, ini belumlah memenuhi yang dimaksud oleh Bapa. Jadi, kalau kita berkata, “Aku percaya,” berarti kita harus masuk dalam urusan dengan Bapa yang kita percayai. “Aku percaya kepada Tuhan Yesus,” harus ada urusan dengan Yesus yang adalah Tuhan dan Juruselamat kita. “Aku percaya kepada Roh Kudus,” lalu apa urusan kita dengan Roh Kudus? Jangan berkata, “Itu urusan orang kharismatik, urusan orang pentakosta kalau bicara Roh Kudus.” Itu urusan kita semua. 

Pertanyaan yang harus direnungkan, apa urusan yang kita miliki dengan Bapa, Tuhan Yesus Kristus, dan Roh Kudus yang kita percayai? Sejatinya, tidak sedikit orang Kristen yang tidak pernah berurusan dengan Roh Kudus, sehingga tidak pernah memiliki pengalaman dengan Roh Kudus. Padahal, Roh Kuduslah yang mengingatkan segala sesuatu, yang dikatakan, “Roh Kudus akan menuntun kamu kepada segala kebenaran.” “Ia akan mengingatkan kepadamu segala sesuatu yang Aku katakan.” Firman Tuhan mengatakan, “Semua dosa diampuni, kecuali menghujat Roh Kudus,” karena menghujat Roh Kudus bukan hanya menunjuk suatu perbuatan, tetapi menunjuk suatu keadaan ketika seseorang tidak dapat lagi merespons pekerjaan Roh Kudus, karena terus menolak—sampai level tidak pernah mendengar lagi—suara Roh Kudus. Tidak bisa menerima penggarapan Roh Kudus.

Orang yang tidak bisa lagi menerima penggarapan Roh Kudus adalah orang yang tidak memiliki kesempatan sama sekali. Bapa dan Tuhan Yesus diwakili oleh Roh Kudus, Roh-Nya Bapa, Roh Allah di dalam kehidupan. Maka, orang yang tidak memiliki doa pribadi, tidak dapat mengerti Roh Kudus, karena tidak pernah mendengar Roh Kudus. Sehingga khotbah yang didengar hanya akan ada di pikiran dan kemudian lenyap. Buku rohani yang kita baca, hanya memberikan input sesaat, lalu kita lupa. Seharusnya, Roh Kudus yang mengingatkan kita. Semua yang kita dengar akan diingatkan, dalam konteks pergumulan yang kita alami. Misalnya, kalau firman Tuhan mengatakan, “Kasihi musuhmu,” maka kita harus bertemu musuh. Roh Kudus akan mengingatkan, “Kasihi musuhmu.” Firman itu menjadi daging, menyatu dalam jiwa kita. Firman menjadi kehidupan kita. 

Tuhan memberi kita kesempatan. Kalau kita berhasil, firman itu menjadi diri kita. Jadi tidak heran kalau Alkitab berkata, Hidupku bukan aku lagi, tetapi Kristus.” Namun, orang tidak pernah bergaul dengan Roh Kudus, tidak pernah doa, maka ia tidak pernah mendengar suara Roh Kudus. Ketika kita berkata, “Aku percaya kepada Allah,” berarti kita berurusan dengan Bapa. Urusannya adalah harus dikembalikan ke rancangan semula. Hidup kita harus disita dalam proses untuk serupa dengan Yesus. Kita harus menginvestasikan waktu, perhatian yang benar-benar serius. Waspadalah, kesenangan-kesenangan sesaat dapat membuat kita kehilangan kesempatan besar. 

Sejatinya, banyak hal yang memenuhi hidup kita dan tidak menjadi tempat bagi Tuhan melawat dan Roh Kudus bicara. Kita sering berada di tempat yang Roh Kudus tidak bisa hadir. Kita tidak menyediakan ruangan dan waktu untuk Roh Kudus berurusan dengan kita. Percayalah, bahwa kita akan senang dan bahagia bersama Tuhan, melalui apa pun yang Tuhan berikan kepada kita. Ingat, jangan mendesain, jangan membuat sesuatu menjadi kebahagiaan. Tuhan mau berurusan dengan kita secara pribadi. Ada saat-saat yang Tuhan mau ada perjumpaan pribadi dengan kita, artinya tidak seorang pun hadir di situ kecuali kita dan Tuhan.

Percaya kepada Bapa berarti menyerahkan diri dan di dalamnya ada urusan yang harus terbangun antara Bapa dan kita.