Karena manusia di sekitar kita pada umumnya atau hampir semua tidak takut akan Tuhan, tanpa sadar kita juga terbawa oleh suasana itu. Kita terbawa oleh suasana hidup manusia yang tidak takut akan Allah. Sebenarnya kata “takut akan Allah” itu tidak sederhana. Sama sekali tidak sederhana. Hal itu tidak akan bisa dimengerti dengan benar jika tidak dirasakan. Hal itu tidak akan bisa dimengerti, kalau tidak dialami. Dan takut akan Allah itu sebenarnya sebuah kedewasaan yang bertumbuh melalui tahapan-tahapan di dalam proses. Waktu kita belum setua hari ini secara umur biologis, belum dewasa rohani seperti sekarang, kita merasa bahwa kita sudah takut akan Allah. Kita merasa bahwa kita telah ada dalam sikap yang sudah patut. Tetapi seiring dengan bertumbuhnya pengertian kita akan Allah, pengalaman perjumpaan melalui atau di dalam doa, dan melalui segala pengalaman hidup yang kita alami, maka bertumbuhlah perasaan takut akan Allah itu; perasaan takut akan Allah secara benar.
Kalau kita mendengar hamba Tuhan mengatakan, “Allah itu besar, dahsyat, yang menciptakan langit dan bumi tidak terbatas,” apakah kita dapat merasakan kegentaran akan Allah yang dahsyat tersebut? Kegentaran akan Allah akan, pertama, membangun kesucian yang murni; kesucian yang berkualitas. Kedua, menggerakkan kita untuk menyenangkan hati-Nya. Kita akan merasa sangat terhormat apabila bisa menyenangkan hati Allah yang besar, Allah yang dahsyat, Allah yang mulia. Dan ketiga, kalau kita benar-benar memiliki hati yang takut akan Allah, kita tidak akan lagi menghargai sesuatu lebih daripada menghargai Allah. Namun ironis, banyak orang yang tidak mampu lagi takut akan Allah. Sebenarnya, pada dasarnya mereka tidak mampu percaya kepada Tuhan. Kalau mereka berkata, “Oh, saya percaya kepada Tuhan,” maka itu percaya versinya sendiri, bukan versi Allah. Orang kafir atau gembel di pinggir jalan diberi makan, diajari mengenai Allah, sesaat, dia pun bisa berkata begitu. Tidak sulit untuk mengatakan ini. Tetapi bagaimana sungguh-sungguh mengalami Allah sehingga kita memiliki kegentaran dan takut akan Allah yang kudus serta membangun kesucian hidup, dan yang akhirnya membangun kesediaan kita menyenangkan Dia dengan pengabdian dan memandang Dia lebih mulia, lebih terhormat dari segala sesuatu, merupakan hal yang tidak sederhana?
Ada cukup banyak bukti yang bisa kita temukan di lingkungan orang percaya, dimana sampai hari tuanya, mereka tidak mampu untuk takut akan Allah; mereka masih materialistis, memiliki ketegaan, kekejaman terhadap orang lain, sembarangan bicara, penuh kecurigaan kepada orang lain, bahkan kepada orang benar yang mestinya dipercayai, hatinya menjadi begitu bengkok. Betapa mengerikannya orang-orang seperti ini kalau suatu hari meninggal dunia. Mereka tidak akan menduga betapa dahsyatnya kemuliaan Allah itu. Dan mereka tidak akan berdaya ketika malaikat menyeretnya menuju api kekal. Mungkin mereka akan berkata, “Oh, saya tidak tahu akan begini keadaannya. Saya tidak tahu kalau bakal begini akhirnya.” Percuma, sebab selama di dunia mereka adalah orang-orang yang keras kepala, keras hati.
Untuk memiliki rasa takut akan Allah, perlu ketekunan yang harus dibangun dari kehidupan setiap hari dari waktu ke waktu. Jadi, berbahagialah kita yang mendengar Firman ini lalu belajar untuk takut akan Allah. Dan selanjutnya, Tuhan pasti akan menuntun atau membimbing kita, bagaimana mengalami Tuhan lewat pengalaman hidup setiap hari. Maka takut akan Allah terus bertumbuh dalam hidup kita, terbangun terus. Pengkhotbah, setelah banyak bicara dalam tulisannya, dia berkata, “Akhir kata dari segala yang didengar ialah takutlah akan Allah dan berpeganglah pada perintah-perintah-Nya karena ini adalah kewajiban setiap orang” (Pkh. 12:13). Maka, mari kita belajar menghormati Allah. Orang yang takut akan Allah pasti hidup tidak bercacat, tidak bercela, pasti mau menyenangkan Tuhan dengan mengabdikan hidup sepenuhnya. Kalau untuk pekerjaan Tuhan, kita akan rela memberikan apa pun. Orang yang takut akan Allah adalah orang yang memandang dunia tidak menarik lagi. Dan akhirnya, orang yang takut akan Allah tidak takut menghadapi apa pun. Karena Tuhan adalah perlindungan dan kebahagiaannya.
Takut akan Allah adalah sebuah kedewasaan yang bertumbuh melalui tahapan-tahapan di dalam proses.