Skip to content

Bertindak Presisi

Ada banyak media yang Tuhan izinkan kita alami, yang di situ Tuhan memberi kesempatan untuk menyenangkan Dia. Kita harus memiliki perasaan krisiswaspada dan berjaga, kalau suatu saat kita berdiri di hadapan takhta pengadilan Tuhan, di hadapan terang kekudusan-Nya, kita didapati bahwa kita telah melakukan apa yang presisi, yang tepat seperti yang Allah kehendaki. Jika kita tidak serius memperkarakan ini, berarti kita tidak siap menjadi manusia. Dan pasti akan akan dihabisi, dibuang; jadi sampah. Maka, betapa bernilainya waktu yang Tuhan berikan selama 70, 80, 100 tahun umur hidup manusia. Betapa berharganya setiap hari yang Tuhan berikan, setiap kesempatan yang ada di dalamnya untuk menyenangkan Dia. 

Jangan sia-siakan! Jangan berpikir masih ada kesempatan nanti untuk menjadi orang baik, menjadi orang suci. Kalau kita tidak membiasakan diri mulai sekarang, kita tidak akan pernah punya irama menyenangkan Tuhan. Tidak pernah bisa mengubah dari antroposentris ke teosentris, karena itu perlu waktu. Jangan anggap remeh. Jadi ketika kita ada di dalam kesempatan-kesempatan yang Tuhan berikan untuk memilih menyenangkan Tuhan atau menyenangkan diri sendiri, kita memilih menyenangkan Tuhan. Mari kita membangun dan membentuk diri untuk menyenangkan Tuhan. Sampai kita terkondisi menjadi manusia yang teosentris. Ini tidak bisa dipelajari di mana pun. Ini harus kita pelajari lewat perjalanan hidup masing-masing individu. Dan yang bisa mengajar hal ini hanya Roh Kudus yang pasti berbicara kepada kita.

Kalau hanya menyangkut hukum, kita tidak membutuhkan Roh Kudus. Agama mana pun mengajarkan membunuh itu dosa, tidak menghormati orang tua itu salah, berzina, mencuri itu tidak beradab. Namun, kalau ketepatan bertindak sesuai dengan pikiran dan perasaan Allah, harus dipimpin Roh Kudus. Tidak membunuh, tidak berzina, tidak mencuri, menghormati orang tua, tentu hal-hal itu berkenan di hadapan Allah, tetapi tidak cukup membuat puas hati Tuhan. Yang dapat membuat puas hati Allah, kalau tindakan kita presisi sesuai pikiran dan perasaan-Nya. Jadi memang semakin pelik masalah kita—yang sesuai pikiran dan perasaan Allah—semakin menyenangkan hati Tuhan. Kalau kita bisa mengampuni orang yang hanya membuang muka, itu belum sebanding dengan kalau kita bisa mengampuni orang yang meludahi muka. Di sinilah kelas orang-orang saleh yang berkenan di hadapan Tuhan, bukan kelas orang beragama saja. 

Dalam segala hal kita harus presisi sesuai dengan apa yang Allah kehendaki. Hal sederhana, hal-hal yang dianggap sepele, tetapi tidak menjadi sederhana dan sepele karena kita mengaitkan dengan perasaan Allah. Itulah yang dimaksud oleh Tuhan Yesus Kristus, di Matius 5:48, “Kamu harus sempurna seperti Bapa di surga.” Ingat, pada waktu Yesus mengatakan itu, Tuhan sedang membedakan antara hukum Taurat atau hukum yang diajarkan kepada manusia pada umumnya, hukum yang ada di agama-agama samawi. Mata ganti mata, gigi ganti gigi, tetapi Tuhan mengatakan, “Kasihi musuhmu.” 

Tuhan memiliki hukum yang tidak bisa diungkapkan oleh kalimat hukum, karena sifatnya batiniah. Berzina itu bukan hanya melakukan hubungan seks di luar nikah dengan orang yang bukan pasangannya. Namun, ketika kita melihat lawan jenis, dan kita mengingininya, kita sudah berzina. Membunuh berarti menghabisi nyawa orang, tetapi Tuhan mengajarkan, “Ketika kamu membenci, kamu adalah seorang pembunuh.” Tidak ada hukum yang bisa mengurai masalah batin ini. Ya, memang abstrak, tetapi tidak menjadi abstrak kalau Roh Kudus menuntun kita dalam kehidupan konkret yang kita hadapi, dalam dinamika kehidupan yang kita jalani. 

Sebenarnya di situlah orang bisa merasakan kehadiran Allah. Bukan hanya pada waktu berdoa atau beribadah di gereja. Namun, ketika kita menjalani hidup dan menghadapi berbagai kasus, kejadian, peristiwa–kairos atau momentum—yang menjadi media untuk kita menyenangkan Tuhan atau menyenangkan diri sendiri, di situ kita bisa membuktikan kehadiran Allah. 

Hidup ini luar biasa, dan menjadi petualangan yang hebat, kalau kita membuka diri dipimpin Roh Kudus untuk menjadi manusia Allah. Untuk bisa menjadi manusia Allah, harus ada pembiasaan sampai kita punya habitat anak-anak Allah. Pertanyaannya, mengapa orang sukses—secara jabatan rohani—bisa melakukan tindakan yang bodoh? Sederhana, karena di setiap momentum ia tidak belajar presisi. Kalau di setiap momentum ia gunakan untuk melatih diri melakukan apa yang tepat seperti yang Allah kehendaki, tidak mungkin ia berdosa. Kenapa ia bisa jatuh dalam dosa yang begitu memalukan, termasuk penggelapan uang dan perbuatan yang melanggar moral? Jawabannya adalah karena ia tidak melatih setiap momentum untuk presisi. Jadi bukan main-main kalau Tuhan berkata, “Jika kamu tidak setia dalam perkara kecil, kamu tidak setia dalam perkara yang besar.” Maka mulai sekarang, kita harus melatih diri untuk jangan bersalah, jangan berdosa, tetapi membiasakan untuk hidup suci. 

Yang dapat membuat puas hati Allah, kalau tindakan kita presisi sesuai pikiran dan perasaan-Nya.