Skip to content

Berstandar Kesucian Allah

Sebagai pengikut Kristus, kita harus sangat berhati-hati terhadap setiap pikiran yang ada di dalam diri kita. Kalau suatu pemikiran bukan seperti yang dipikirkan oleh Allah, berarti pemikiran tersebut dari si jahat (Mat. 16:21-23). Orang percaya harus memikirkan apa yang dipikirkan oleh Allah. Untuk ini, setiap orang percaya harus sungguh-sungguh memiliki perjumpaan dengan Allah, berjalan dengan Allah, dan dalam persekutuan yang benar dengan Allah. Sesuai dengan Firman-Nya, Allah pasti menyertai orang percaya, dan Allah terus mau berbicara dengan orang percaya. Dengan kehidupan seperti ini, seseorang barulah dapat mengerti apa yang dipikirkan oleh Allah. Jika tidak, seseorang tidak akan dapat membedakan antara suara Allah dan bukan suara Allah. Banyak orang Kristen yang berkeadaan seperti ini dan berpikir bahwa tidak mungkin dirinya bisa mendengar suara Tuhan. Padahal, melalui Roh Kudus, Allah mau berbicara dengan kita setiap hari. 

Orang Kristen yang tidak mengerti apa yang dipikirkan Allah pasti selalu hidup dalam gelap, artinya tidak tepat melakukan sesuai dengan apa yang Allah kehendaki. Kehidupan seperti ini adalah kehidupan yang selalu mendukakan hati Allah. Tidak jarang orang Kristen seperti ini ada di dalam cengkeraman Iblis sampai pada level tidak bisa dilepaskan lagi. Oleh sebab itu, sebelum berkeadaan fatal seperti itu, seseorang tidak boleh menunda bertobat dengan sungguh-sungguh dan memberi diri dibentuk oleh Allah untuk masuk ke dalam kawasan rohani yang terhindar atau dibebaskan dari perbuatan yang melanggar kesucian Allah. Hanya orang-orang yang kudus atau mengambil bagian dalam kekudusan Allah yang dapat berjalan bersama dengan Allah atau hidup dalam persekutuan yang ideal dengan Dia.

Kita harus selalu waspada dan menyadari adanya pengaruh kuasa gelap di dalam pikiran dan kehidupan banyak orang—dari stadium tipis, kecil, atau sederhana, sampai tingkat yang kuat dan besar. Oleh sebab itu, kita harus mencari Tuhan secara pribadi dan menemukan Dia dalam perjumpaan konkret dan riil dengan Allah. Setiap orang percaya tidak boleh bergantung kepada manusia, siapa pun dia. Setiap individu orang percaya harus sungguh-sungguh mengalami perjumpaan pribadi dengan Allah, berjalan dengan Allah, dan hidup dalam persekutuan yang ideal dengan Allah. Sebagai hasil pertemuan atau perjumpaan dengan Allah, seseorang dapat sungguh-sungguh berinteraksi dengan Allah dalam hubungan interpersonal. Sebagai buahnya, setiap individu dapat merasakan kegentaran akan Allah yang dahsyat, dan hal ini akan dirasakan terus-menerus dalam perjalanan hidup. Orang-orang percaya seperti ini barulah dapat mengalami yang dimaksud dengan “ber-Tuhan secara benar” itu. Mereka bisa merasakan perasaan Allah di dalam perasaannya, dan sungguh-sungguh berusaha menjaga perasaan Allah. Selanjutnya, orang-orang seperti ini memiliki kepekaan untuk mengerti apa yang dipikirkan oleh Allah.

Oleh sebab itu, untuk menjaga persekutuan kita dengan Allah, segala sesuatu yang kita pikiran, ucapkan, dan lakukan harus diukur atau diperhitungkan serta dipertimbangkan, apakah yang kita lakukan mendukakan hati Allah atau menyukakan hati-Nya. Kegentaran akan Allah mendorong kita untuk berusaha mengerti apa yang Allah kehendaki untuk kita lakukan. Kita berusaha untuk menemukan apa yang Allah rancang dalam hidup kita secara pribadi untuk kita tunaikan. Dalam hal ini, kita akan berambisi untuk benar-benar dapat menjadi orang terkemuka di hadapan Allah dan selalu memuaskan hati-Nya. Hal ini kita lakukan bukan karena ambisi gila hormat, melainkan kerinduan untuk menyukakan hati Allah. Sebab, Allah berkenan kalau kita memiliki prestasi rohani yang benar seperti yang Allah kehendaki.

Allah bukan ilusi atau fantasi, melainkan realita yang kita harus alami setiap hari. Di sini kita baru bisa mengerti apa artinya hidup dalam kawasan rohani. Dengan hidup dalam kawasan rohani tersebut, kita bisa mencium kesucian Allah. Dengan bisa mencium kesucian Allah, kita berusaha untuk menyinkronkan pikiran dan perasaan kita dengan pikiran dan perasaan Allah. Di sini kita dapat membangun kesucian yang sesungguhnya, yaitu kesucian dalam standar Allah. Secara mutlak dan absolut, Allah menghendaki anak-anak-Nya memiliki kesucian yang berstandar seperti diri-Nya.

Dengan demikian, seseorang barulah dapat disebut mengalami kelahiran baru dan benar-benar menjadi anak-anak Allah. Menjadi anak-anak Allah bukan hanya sebuah sebutan yang dibangun dari konsep berteologi dari sistematika dogmatika, melainkan dari pengalaman konkret ketika seseorang mengalami perubahan, dan perubahan itu adalah perubahan kodrat. Perubahan kodrat adalah sebuah perubahan yang permanen yang membuat seseorang tidak akan dapat jatuh dalam dosa lagi, dan tidak akan menoleh ke belakang yaitu mencintai dunia. Dari hal ini, barulah benar yang disebut “sekali selamat, tetap selamat.” Jangan sampai belum selamat, tapi sudah mengaku selamat, dipatok dengan kalimat “sekali selamat tetap selamat,” padahal belum.