Seharusnya, setiap orang sudah dapat mengukur atau menakar dirinya sejak hidup di bumi sekarang ini: apakah dirinya layak masuk surga atau tidak. Kalau seseorang benar-benar memperkarakannya di hadapan Allah, maka Allah pasti menunjukkan keadaan yang sebenarnya dari orang itu, apakah ia layak masuk surga atau tidak. Tidak mungkin hal yang prinsip seperti ini disembunyikan Allah atas setiap individu atau pribadi. Keselamatan kekal seseorang haruslah menjadi prioritas di dalam hidup ini. Kalau seseorang memprioritaskan mengenai kekekalan, berarti orang tersebut mendahulukan Kerajaan Allah. Pastilah Allah menuntun orang percaya untuk dapat mengenali dirinya dengan benar (Mat. 6:33). Orang yang tidak memperkarakan dirinya di hadapan Allah, tidak akan mengenali dirinya. Itu berarti membawa dirinya kepada kebinasaan. Allah tidak bisa dipersalahkan, sebab Allah pasti memberi kesempatan kepada setiap individu untuk dapat selamat. Tetapi bagaimana respons individu terhadap keselamatan yang Allah sediakan, tergantung individu-individu itu.
Sangat ironis, hampir-hampir tidak ada orang yang sungguh-sungguh memperkarakan nasib kekalnya setelah kematian. Pada umumnya, orang lebih mempersoalkan keadaan hari ini; karier, rumah tangga, bisnis, pekerjaan, berbagai fasilitas yang dipandang sebagai kebutuhan, dan lain sebagainya, daripada mempersoalkan nasib kekalnya. Orang-orang seperti ini pada dasarnya adalah mencintai dunia dan tidak menghormati Allah. Tetapi biasanya, mereka merasa sudah menghormati Allah dengan pergi ke gereja, memuji dan menyembah Allah dengan bibirnya. Malangnya, gereja menganggap bahwa tindakan itu sudah cukup untuk Allah. Padahal, yang Allah kehendaki adalah perilaku setiap saat yang menganggap dan memperlakukan Allah sebagai satu-satunya yang bernilai atau berharga. Sebenarnya, inilah yang dimaksud dengan menyembah Allah. Kata “menyembah” dalam bahasa Yunaninya adalah proskuneo, yang artinya memberi nilai tinggi atau tunduk.
Pada umumnya, orang lebih mempersoalkan kepastian hidup di waktu mendatang di bumi ini, bukan di waktu mendatang di balik kuburnya. Orang-orang seperti ini adalah orang-orang yang dikatakan sebagai manusia hari ini, bukan manusia masa depan. Tetapi inilah yang dianggap wajar dan ukuran standar normal manusia pada umumnya. Jika tidak demikian, dipandang sebagai aneh. Selain karena takut dianggap aneh, juga takut kurang bahagia, maka banyak orang Kristen, aktivis gereja, dan bahkan pendeta, tidak berani hidup dalam ketidakwajaran. Padahal, ketidakwajaran itu adalah kewajaran di mata Allah. Hanya orang-orang yang berani hidup tidak wajar di mata manusia, menjadi wajar di mata Allah.
Banyak orang berpikir bahwa dirinya masih memiliki banyak waktu untuk bertobat dan berubah. Padahal, kalau seseorang menunda untuk bertobat dan berubah, itu bisa berarti dia menolak untuk bertobat dan berubah. Dalam kelicikannya, manusia berpikir bahwa suatu hari nanti, dia akan bersikap baik-baik di hadapan Allah yaitu kalau ada di hadapan pengadilan takhta Kristus. Padahal, kalau seseorang tidak mulai sekarang bersikap secara benar di hadapan Allah, dia tidak akan pernah bersikap secara benar di kekekalan. Tuhan tahu kemunafikan seseorang berakting seakan-akan mengasihi Allah dan menghormati Dia. Kemunafikan di hadapan Allah akan ditelanjangi di depan mata semua orang di pengadilan Tuhan nanti. Oleh sebab itu, mestinya sejak sekarang, seseorang bersikap benar terhadap Allah, supaya secara natural ia akan dapat mengasihi dan menghormati Allah di hadapan takhta pengadilan Kristus.
Orang yang bersikap benar terhadap Allah—yaitu mengasihi dan menghormati Dia secara patut dengan kesediaannya meninggalkan dunia dengan segala kesenangannya serta dosa-dosa—menjadi seorang yang terhormat di mata Allah. Orang-orang seperti ini hidupnya berkualitas atau bermutu tinggi, yang sama dengan memiliki hidup kekal. Seorang yang memiliki hidup kekal sejak di bumi, akan memiliki hidup kekal selama-lamanya. Memiliki hidup yang kekal ini berarti tidak terikat dengan dunia dan dosa-dosa, kemudian hidup dalam pengiringan kepada Yesus (Mat. 19:21-23). Orang-orang yang hidupnya berkualitas tinggi ini tidak merasa membutuhkan apa pun dan siapa pun kecuali Tuhan. Orang-orang seperti ini barulah dapat dikatakan memuji, memuja, dan menyembah Allah secara benar. Kehidupan kekal seperti ini akan dimiliki seseorang dan terus berlanjut di langit baru bumi baru sebagai anggota keluarga Kerajaan Allah dalam Rumah Bapa. Sikap yang benar terhadap Allah, yaitu mengasihi dan menghormati Dia secara patut, harus dimulai sedini mungkin. Sebab, kalau ditunda, bisa berakibat tidak pernah memiliki hati yang bersih dan benar dalam mengasihi dan menghormati-Nya.