Skip to content

Bersatu dengan Tuhan

Kalau kita jujur, banyak orang di lingkungan Kristen yang merasa bahwa hidupnya belum menyatu dengan Allah; masih terpisah dari Allah. Sayangnya, banyak orang tidak jujur; merasa sudah percaya kepada Tuhan, percaya Tuhan menyertainya, dan puas dengan pengalaman rohani yang sudah dijalani. Yang penting sudah ke gereja, berdoa sebelum tidur, sebelum makan, atau mengambil bagian dalam kegiatan pelayanan gereja sebagai aktivis, apalagi sebagai pendeta. Tetapi, di dalam kedalaman hatinya, jika ia jujur, hidupnya masih belum “nge-blend” dengan Tuhan; belum bercampur, belum menyatu dengan Tuhan. Ironisnya, banyak orang tidak mengubah situasi hidupnya yang seperti itu. 

Hal ini juga terjadi pada kita. Ada saat di mana kita merasa belum “nge-blend” dengan Tuhan; belum menyatu dengan Dia. Dan itu bisa berlangsung selama bertahun-tahun, sampai suatu saat ketika kita dalam keadaan terjepit, dalam keadaan bahaya, memiliki kebutuhan mendesak, baru kita merasa membutuhkan Tuhan. Pada waktu itulah kita berusaha untuk “nge-blend” dengan Tuhan. Kita datang kepada Tuhan, minta pertolongan-Nya, lalu menantikan pertolongan Tuhan atas masalah yang dihadapi, atau kebutuhan yang belum terpenuhi. Dari keadaan tersebut, Tuhan mengajar supaya kita selalu “nge-blend” dengan-Nya; bercampur, menyatu dengan Tuhan. 

Mestinya, kedekatan kita dengan Allah lebih dari itu. Jangan hanya ketika merasa membutuhkan sesuatu, baru kita mencari Tuhan. Tetapi karena kita memiliki banyak fokus, apalagi memiliki banyak kesenangan, maka kita merasa bahwa standar “nge-blend” dengan Tuhan itu sudah cukup, meskipun belum menyatu dengan benar. Itu kesalahan yang bisa terjadi dalam kehidupan banyak orang Kristen. Karena semua baik-baik, berjalan dengan baik, running well, kita tidak merasa ada yang kurang atau salah. Padahal, sebenarnya hubungan kita dengan Tuhan belum intim secara benar. 

Sebenarnya, kalau keadaan ini dibiarkan terus-menerus, kita akan menuju keterpisahan dengan Allah. Kedekatan kita dengan Allah harus terus meningkat. Kalau orang merasa sudah cukup di satu level dan membiarkan keadaan itu terus-menerus, pasti suatu kali akan hancur. Kita harus jujur melihat diri sendiri. Seberapa kita sudah benar-benar “nge-blend;” menyatu dengan Tuhan. Kalau belum “krek” kita harus mencari Tuhan terus melalui doa, Firman, perenungan akan Tuhan, pertobatan dari setiap dosa, melepaskan semua keinginan dunia, sampai kita benar-benar “krek” dengan Tuhan atau “nge-blend” dengan Tuhan karena Tuhan membuka diri-Nya tanpa batas. 

Sungguh berita baik, berita sukacita, bahwa kita memiliki Allah yang berkenan untuk bersatu, “nge-blend” dengan kita, “krek” dengan kita tanpa batas. Tetapi, kalau kita menganggap ini bukan sesuatu yang membahagiakan, pasti kita sedang terikat oleh suatu kesenangan. Harusnya ada sukacita dalam hati kita bahwa kita memiliki Allah yang membuka diri untuk bersatu dengan kita. Seperti pernyataan Tuhan Yesus di Yohanes 17:20 dan 21, “Bapa tinggal dalam Yesus, dan Yesus tinggal di dalam Bapa, dan orang percaya tinggal di dalam Bapa dan Anak.” Luar biasa. 

Pertanyaannya, bagaimana bisa hal itu kita rindukan atau ingini? Jujurnya, kita tidak mengingininya. Selain kurang percaya, tidak percaya, juga tidak mengingini. Hal ini tidak bisa dijelaskan dengan kata-kata; karena harus dialami secara langsung. Kalau kita mendengar kisah tentang lezatnya satu jenis masakan, mau secakap apa pun orang menjelaskannya, kita tidak akan bisa mengerti sebelum mengecap sendiri masakan tersebut. Demikian pula, kita tidak bisa menjelaskan kepada orang betapa indahnya “nge-blend” dengan Tuhan kecuali mereka mengalaminya langsung. Sayangnya, tidak banyak orang yang berkerinduan untuk “nge-blend” dengan Tuhan, contohnya orang yang rajin ke gereja setiap Minggu, aktivis, bahkan pendeta, juga orang yang ada di sekitar lingkungan gereja. Seakan-akan dirinya terpisah dari Allah, tereliminasi dari Allah atau Allah yang tereliminasi dari dirinya. Seakan-akan Allah ada di ruangan lain yang tidak bisa ditemui, padahal Tuhan berjanji di dalam Firman-Nya bahwa Dia menyertai kita sampai kesudahan zaman. 

Selagi kita masih memiliki kesempatan untuk bisa menyatu dengan Tuhan, usahakan dan lakukan itu. Sebab, begitu meninggal dunia, kita baru tahu bahwa yang kita butuhkan yaitu air kehidupan, Tuhan sendiri. Kita mau mencari dan menemukan Dia, sudah tidak bisa. Kita harus keluar dari keadaan tidak menginginkan Tuhan, dan bertekad memiliki kehausan akan Allah. Bagaimana caranya? Caranya adalah kita harus memiliki niat untuk mengingini Dia. Kita yang membangkitkan niat itu di dalam diri kita. Kita harus berani mengambil keputusan untuk memilih. Ini harus dilakukan dengan sengaja dan sadar, sebab kalau kita tidak memilih Tuhan dengan sadar, maka semakin hari akan makin keras hati, dan tidak akan pernah bisa memilih Tuhan lagi karena hati kita sudah diisi dengan berbagai kesenangan dunia. Jika kita tidak lakukan ini sejak sekarang, sampai mati kita tidak pernah memilih Tuhan.

Kita memiliki Allah yang berkenan untuk bersatu, “nge-blend” dengan kita, “krek” dengan kita tanpa batas.