Dalam perjalanan sejarah hidup manusia, semakin nyata bahwa manusia menjadi bertambah jahat. Hal ini dikemukakan oleh Paulus dalam suratnya, yaitu dengan adanya penyembahan kepada berbagai objek. Orang-orang yang menggantikan penyembahan yang benar dengan berbagai objek ini biasanya kelakuannya pun pasti rusak (Rm. 1:22-25). Kejahatan manusia berkembang terus sampai pada penyimpangan seksual seperti seks bebas, kekerasan seksual, dan berbagai perilaku seksual amoral lainnya. Dalam Roma 1:24 tertulis, “Karena itu Allah menyerahkan mereka kepada keinginan hati mereka akan kecemaran, sehingga mereka saling mencemarkan tubuh mereka.” Dalam Roma1:26 Paulus menulis, “Karena itu Allah menyerahkan mereka kepada hawa nafsu yang memalukan,” dan dalam Roma 1:28 tertulis, “Dan karena mereka tidak merasa perlu untuk mengakui Allah, maka Allah menyerahkan mereka kepada pikiran-pikiran yang terkutuk, sehingga mereka melakukan apa yang tidak pantas.” Kalimat-kalimat ini menunjukkan bahwa Allah menyerahkan mereka kepada hawa nafsu dan pikiran yang terkutuk sehingga melakukan berbagai kejahatan, dan tidak lagi memiliki nurani yang baik. Apakah tindakan Allah ini merupakan tindakan sewenang-wenang? Tentu tidak.
Ada beberapa alasan mengapa Tuhan menyerahkan mereka kepada keinginan hati mereka—yaitu kecemaran—sehingga mereka saling mencemarkan tubuh mereka; menyerahkan mereka kepada hawa nafsu yang memalukan dan pikiran-pikiran yang terkutuk, sehingga mereka melakukan apa yang tidak pantas. Alasan-alasan mengapa Allah menyerahkan mereka kepada perbuatan yang busuk itu dapat kita peroleh dari beberapa teks ini: Pertama, dalam Roma 1:23 tertulis, “Mereka menggantikan kemuliaan Allah yang tidak fana dengan gambaran yang mirip dengan manusia yang fana, burung-burung, binatang-binatang yang berkaki empat atau binatang-binatang yang menjalar.” Kedua, dalam Roma 1:25 tertulis “Sebab mereka menggantikan kebenaran Allah dengan dusta dan memuja dan menyembah makhluk dengan melupakan Penciptanya yang harus dipuji selama-lamanya, amin.” Ketiga, dalam Roma 1:28 tertulis, “Dan karena mereka tidak merasa perlu untuk mengakui Allah.”
Ayat-ayat di atas ini menunjukkan mereka yang memilih untuk tidak hidup dalam penurutan terhadap kehendak Allah atau tidak hidup dalam kebaikan moral. Setiap manusia memiliki pilihan bebas untuk memilih hidup dalam penurutan terhadap kehendak Allah atau tidak. Pilihan bebas ini disebut sebagai kehendak bebas yang berangkat dari pikiran dan perasaan independen manusia yang dianugerahkan oleh Allah sendiri. Kita tidak perlu mempertentangkan kedaulatan Allah dan kehendak bebas manusia, karena keduanya saling berhubungan. Dalam kedaulatan-Nya, Allah memberi manusia pikiran dan perasaan yang melahirkan kehendak. Kehendak ini tidak diintervensi oleh Allah, dan merupakan bukti bahwa Ia tidak menghendaki manusia menjadi robot yang semata-mata dikendalikan oleh Allah. Dengan kehendak bebas, manusia dapat memilih untuk menuruti kehendak Allah dari dirinya sendiri. Di pihak lain, kehendak bebas juga dapat digunakan manusia untuk melawan kehendak Allah dan menyembah sosok lain di luar-Nya.
Terkait dengan kehendak bebas, dapat diperoleh melalui fakta empiris bahwa objek yang disembah seseorang sangat memengaruhi perilaku penyembahnya. Dengan kalimat lain, dapat dikatakan bahwa bagaimana model dewa atau Allah yang disembah seseorang, begitulah model hidup manusia yang menyembahnya. “Model” di sini menyangkut gaya hidup dan seluruh perilaku, serta budaya manusianya. Di tengah-tengah kehidupan mereka, kadang dijumpai orang-orang yang nuraninya sangat baik. Namun, tidak jarang juga hidup mereka yang jahat dan kejam seperti gambaran allah yang mereka percayai. Pada dasarnya, kehendak bebas manusia untuk mempersekutukan dirinya dengan objek yang disembah, akan memengaruhi gaya hidup serta perilakunya.
Tindakan manusia yang menggantikan kemuliaan Allah yang tidak fana dengan gambaran yang mirip dengan manusia yang fana, burung-burung, binatang-binatang yang berkaki empat, atau binatang-binatang yang menjalar, menggantikan kebenaran Allah dengan dusta dan memuja serta menyembah makhluk lain, melupakan Penciptanya dan tidak merasa perlu untuk mengakui Allah, adalah tindakan yang berangkat dari diri mereka sendiri. Hal tersebut menunjukkan bahwa kehendak mereka yang bebas—yang mereka gunakan sesuai dengan kemauan mereka sendiri—melahirkan tindakan konkret. Jadi sesungguhnya, apa pun yang manusia lakukan bukan karena ada faktor lain di luar dirinya, apalagi karena Tuhan yang menggerakkan mereka atau menentukan mereka berbuat demikian.
Dalam hal ini, tidak mungkin Allah menggiring seseorang secara paksa dan sepihak untuk berbuat baik, namun sementara itu Tuhan juga membiarkan orang berbuat kejahatan yang pada akhirnya mereka terbuang dari hadirat Allah selama-lamanya. Allah bukanlah Allah yang kejam dan jahat. Ia adalah Allah yang kasih, yang tidak menghendaki seorang pun binasa. Kalau sampai seseorang dibiarkan Tuhan menjadi semakin jahat (seperti Firaun), hal itu karena memang hatinya sudah sangat jahat dan tidak bisa diperbaiki lagi. Niat hatinya sudah keras atau sudah bulat untuk melakukan sesuatu yang bertentangan dengan kehendak Allah. Oleh karenanya, kita semua bertanggung jawab penuh atas nasib kekal kita. Tidak ada satu orangpun yang dapat mempersalahkan Allah atas nasib kekalnya kelak karena Ia tidak mengintervensi atau mengatur kehendak manusia. Dengan demikian, kehendak bebas yang kita miliki hari ini harus diarahkan untuk menuruti kehendak Bapa. Tuhan tidak bisa membuat kita bertindak benar, kita sendirilah yang harus memilih untuk melakukan yang benar.
Roh Allah akan bersaksi dalam batin setiap individu bahwa dirinya sudah menjadi anak Allah.