Tanpa sadar, kita sering menganggap Tuhan sebagai pribadi yang tidak berperasaan. Kita tidak menghormati Dia secara pantas dan kita merasa aman-aman saja. Kita tidak punya koneksi komunikasi. Karena kita tidak punya sambungan dengan Allah, maka kita juga tidak pernah menikmati indahnya sambungan atau koneksi tersebut. Kita memerlukan Tuhan hanya pada waktu kita terjepit, kondisi sulit, saat kita tidak melihat secercah cahaya dalam menemukan jalan keluar. Sering Tuhan toleransi dalam keadaan itu, dan Tuhan memaklumi kebodohan orang-orang yang oportunis seperti ini. Namun, Tuhan tidak selalu toleransi. Tuhan memiliki integritas; lebih tepatnya, tatanan. Ada titik di mana Tuhan berkata, “Aku tidak kenal kamu.”
Ada satu titik ketika Roh Kudus tidak akan menggarap seseorang, karena sudah sering mendukakan, lalu memadamkan, dan sampai tingkat menghujat. Artinya Roh Kudus sudah tidak bekerja, karena tidak bisa menggarap orang itu lagi. Orang itu tidak bisa diajak berkolaborasi. Kesucian itu sebenarnya kolaborasi antara kita dengan Roh Kudus. Kita tidak bisa mencapai kesucian dengan kekuatan sendiri. Namun, banyak orang tidak berkolaborasi dengan Roh Kudus, malah sibuk dengan banyak hal. Bukan salah jika kita sibuk. Kita harus berkarier, studi, dan mencari nafkah. Sibuk adalah bahasa kehidupan. Sibuk bisa menjadi isyarat bagi orang rajin, dan juga sebagai bukti orang yang tanggung jawab.
Namun, kalau sampai kita melupakan Tuhan sehingga kita tidak pernah mengenal koneksi dengan Allah, tidak pernah bersekutu, ber-fellowship secara pribadi, sejatinya kita terhilang. Kalau kita tidak memperhatikan peringatan ini, mungkin kita tidak akan pernah mendapat peringatan lagi. Allah memiliki integritas; Ia memiliki tatanan. Ia tidak bisa selalu didukakan, lalu diam. Dia bisa padam. Kalau sudah padam, Allah bisa berhenti menggarap kita. Allah hanya diwakili oleh Roh-Nya; Roh Kudus atau Roh Allah. Kalau sampai orang tidak menerima penggarapan Roh Kudus, tidak ada ‘perwakilan’ lain yang menggarap kita.
Allah menanti kita, pribadi lepas pribadi. Seperti yang dikisahkan di Lukas 15, anak bungsu itu sudah memberontak, tetapi ayahnya masih menunggu kepulangan anaknya. Namun, sejatinya yang lebih tragis dalam kisah tersebut adalah putusnya hubungan antara si sulung dengan Bapaknya. Ketika adiknya pulang, pesta diadakan. Si sulung tidak mau masuk rumah. Dia nyata-nyata unjuk rasa. Dia mempermalukan ayahnya. Walau mereka hidup di satu rumah, tetapi tidak ada rasa sepenanggungan dan seperasaan. Itu bukti daripada keterhilangan. Si bungsu hilang di luar kandang, tetapi ia kembali ke kandang. Si sulung hilang dalam kandang, dan mungkin tidak pernah pulang.
Jangan sampai kita sebagai orang Kristen, tetapi terhilang di dalam kandang. Tidak ada koneksi, sambungan dengan Allah. Salah satu buktinya adalah kita tidak sepenanggungan dengan Tuhan. Pernahkah kita menangisi jiwa yang terhilang? Pernahkah kita menghayati betapa berharganya satu jiwa? Ironis sekali kalau pendeta dalam kegiatan pelayanan memikirkan kemajuan gereja, kemajuan organisasi, dan juga sibuk mencari posisi dalam sinode, tetapi tidak mencintai jiwa seperti perasaan Allah. Tipis bedanya, antara untuk kepentingan Tuhan dengan agenda pribadi.
Kita memerlukan Tuhan agar kalau kita salah, Tuhan tegur dan ingatkan. Sebab kalau kita mendekat kepada Tuhan, kita pasti sadar bilamana ada dosa dan kesalahan di dalam diri kita. Kalau kita mendekat kepada Tuhan setiap hari, pasti ada impartasi, ada penularan spirit dari Tuhan ke kita. Dia hidup, Dia nyata. Kita menyengat Tuhan dengan kehidupan yang menyenangkan Dia. Maka, kita pasti akan diingat Tuhan. Namun, sering kita disengat oleh berbagai kesenangan, dari satu benda ke benda yang lain, dari satu merek mobil ke merek mobil lain, dari sejumlah uang dan sejumlah uang yang lain. Namun, pernahkah kita berpikir untuk menyengat Tuhan dengan kehidupan kita yang menyenangkan Dia?
Jangan jadi sampah abadi. Jangan sombong, kita bukan siapa-siapa. Kecuali kita menyenangkan Tuhan, maka kita menjadi seseorang yang benar-benar berharga di mata Tuhan. Kelebihan yang kita miliki jangan disia-siakan. Keelokan manusia seperti bunga rumput yang pagi mekar, sore akan layu dan dibuang. Maka, kita harus merendahkan diri ke Tuhan. Merataplah, selagi Tuhan masih membuka tangan untuk memeluk kita kembali. Hanya Tuhan yang kita butuhkan. Kiranya hari ini menjadi titik balik hidup kita. Kita membutuhkan Tuhan karena Dialah nyawa kita. Dialah kehidupan kita.
Manusia menjadi terhormat dan bermartabat kalau ia berkomunikasi dengan Sang Khalik. Bisa ber-fellowship dengan Sang Khalik. Jika tidak, lebih baik dia tidak pernah jadi manusia. Jika kita ber-fellowship dengan Allah, maka Dia akan membela hidup kita Dia terlalu kuat. Dia juga akan membela kepentingan orang-orang yang kita kasihi. Bahkan Dia akan ingat anak cucu keturunan kita. Temuilah Tuhan setiap hari. Buatlah ruangan pertemuan dengan Tuhan. Tuhan mencintai kita lebih dari apa yang dapat kita bayangkan. Bagi kita yang lari dari hadirat Tuhan, yang sering menyia-nyiakan kesempatan untuk menemui Tuhan, saat ini kita mau berubah. Jangan ditipu oleh siapa pun. Temuilah Tuhan, karena Tuhan yang pasti paling benar.
Manusia menjadi terhormat dan bermartabat kalau ia berkomunikasi dengan Sang Khalik.