Ambil keputusan untuk menghormati Allah dengan kapasitas, intensitas, porsi yang tidak terbatas. Itu tergantung kita. Jangan ditipu oleh suara-suara salah di sekitar yang ingin menjebak dan membodohi kita. Ironis, kita merasa sudah menghormati Tuhan, padahal belum sepatutnya menghormati Dia. Kita merasa sudah mencintai Tuhan, padahal kita belum mencintai Tuhan sebagaimana seharusnya. Atau sebenarnya kita belum takut akan Allah sebagaimana mestinya. Yang sungguh-sungguh mau menghormati dan mencintai Tuhan dengan sungguh-sungguh, yang sungguh-sungguh minta agar memiliki hati yang takut akan Allah, pun tidak mudah meraihnya. Apalagi kalau kita tidak menganggap itu berharga.
Kalau kita menganggap hal bersekutu dengan Allah, hal perkara rohani adalah hal yang mahal, maka apa pun kita lakukan. Mungkin pada mulanya kita tidak suka dan berat. Tapi lama-lama, tentu tidak. Karena semua yang biasa kita lakukan, akan menjadi ringan dan menjadi kesukaan. Allah memberi begitu limpah hadirat-Nya. Allah pasti menjumpai kita. Tapi, kita yang tidak menjumpai Tuhan. Padahal indahnya hidup ini, berharganya hidup ini adalah kalau kita mengalami perjumpaan dengan Tuhan.
Mestinya, semua menjadi tidak berarti asal kita bisa memiliki Tuhan dan bersekutu dengan Dia. Tuhan harus menjadi segalanya, Tuhan adalah jawaban seluruh kehidupan kita. Maka kalau firman Tuhan mengatakan “sekalipun dagingku dan hatiku habis lenyap, gunung batuku dan bagianku tetaplah Allah selamanya,” artinya kalau aku sudah bisa memiliki Tuhan, hidup dalam persekutuan dengan Tuhan, yang lain tidak menjadi masalah; apa pun yang terjadi. Jangan setengah-setengah dalam memercayai Tuhan.
Ingat, jangan hanya bicara: “hidup adalah pilihan,” tapi sejatinya kita tidak memilih. Kalau di lingkungan orang Kristen, tidak ada orang yang mau tidak ber-Tuhan. Tapi juga tidak berani mengambil posisi yang jelas. Iblis membuat kita berputar-putar, dan menanamkan pikiran bahwa kita tidak akan berkhianat kepada Tuhan. Padahal ketika kita tidak sungguh-sungguh ada di pihak Tuhan, itu berarti kita sedang membangun arah tidak setia dan berkhianat. Kalau kita serius, Tuhan tidak permalukan hidup kita. Namun segala sesuatu itu ada tatanannya. Orang yang mendahulukan Kerajaan Allah, kepadanya pasti Allah tambahkan.
Jadi kalau kita masih membawa cara hidup yang salah yang telah kita jalani di waktu-waktu yang lalu, maka kita tidak akan pernah bisa menjadi seorang yang benar-benar mengalami Tuhan. Mungkin kita telah doa berjam-jam, berhari-hari, berminggu-minggu, tapi Tuhan seakan-akan tidak ada, itu. Tuhan seakan-akan tidak membela pekerjaan-Nya. Tapi kita harus tetap memilih percaya. Ingat bagaimana Abraham selama 25 tahun menunggu anaknya lahir. Juga Daud yang harus pura-pura gila, lari ke negeri musuh sebelum jadi raja, walaupun sudah diurapi. Tapi Dia yang berjanji, itu setia. Maka Dia layak kita percayai walaupun tidak ada tanda-tanda kesetiaan Allah atau kehadiran-Nya. Kalau kita tetap percaya kepada-Nya, maka suatu saat kita bisa membuktikan bahwa Dia bisa dipercayai dan ternyata Dia hadir. Melewati keadaan berat, kita harus berani untuk mengambil keputusan memercayai Allah yang hidup. Ini yang seharusnya membuat kita gentar.
Pada zaman penganiayaan di gereja mula-mula, Yesus seakan-akan kalah terhadap dewa Zeus. Tapi lihat bagaimana kesetiaan mereka. Digoreng hidup-hidup, dipancung, dibakar hidup-hidup, namun mereka tetap memercayai Tuhan. Ini luar biasa. Sekarang kita tidak menghadapi penganiayaan. Kita menghadapi dunia yang jahat seperti hari ini, beranikah kita mempertahankan kesucian? Kalau dulu yang dihadapi adalah penganiayaan fisik, sekarang kita menghadapi penganiayaan batin. Bisa lebih berat. Tapi kalau kita memercayai Allah, kita menghormati Dia, apa pun kita lakukan.
Dengar firman setiap Minggu, ada di gereja, tapi kenapa ada orang tidak bisa all out untuk Tuhan? Hal itu karena dia membiarkan dirinya ada dalam keadaan ketidakpastian. Setan begitu liciknya, ia bisa meliciki pendeta, dosen, ketua sekolah tinggi teologi, siapapun. Mumpung kita masih hidup, kita mau merenggut jiwa sebanyak-banyaknya dan secepat-cepatnya. Namun, kita harus memulai dengan hidup suci dulu. Maka, ketika kita menunda untuk secepat-cepatnya ada di kutub kekudusan Allah, makin hari kecepatan kita akan makin lambat. Bahkan bisa berhenti di satu titik dan tidak bisa sampai puncak. Makanya mulai sekarang, kita terus berkejar-kejaran.
Ketika kita tidak sungguh-sungguh ada di pihak Tuhan,
berarti kita sedang membangun arah tidak setia dan berkhianat.