Satu hal yang harus membuat kita benar-benar gentar adalah jika kita meninggal dunia tanpa memiliki Allah yang benar. Banyak orang beragama—dalam hal ini konteksnya adalah orang-orang Kristen—yang merasa sudah memiliki Allah yang benar karena sudah beragama Kristen, karena sudah mengaku Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat, dan sudah terbiasa dididik, yakin sudah selamat, dan yakin kalau mati masuk surga. Ini adalah penyesatan yang benar-benar sukses dari kuasa gelap dari abad ke abad, dimana kekristenan menjadi keberagamaan, dan orang yang beragama merasa sudah memiliki Allah. Belum tentu orang beragama berarti sudah memiliki Allah. Kalau di Perjanjian Lama, bangsa Israel memiliki Allah dan dimiliki Allah kalau mereka hidup di dalam Taurat. Kalau mereka tidak melakukan hukum Taurat, mereka tidak dimiliki Allah atau tidak memiliki Allah atau terhukum: dibiarkan kalah dalam berperang, dibiarkan tidak memiliki panen yang berhasil, dibiarkan terkena wabah, atau bahkan Allah sendiri mendatangkan bencana wabah penyakit dan berbagai tulah. Kalau Allah berfirman, “Jangan ada padamu allah lain di hadapan-Ku,” (Kel. 20:3) artinya mereka harus hanya menyembah Elohim Yahweh dan melakukan hukum Taurat, mengadakan kebaktian di Kemah Suci atau Bait Allah. Jika tidak, mereka bukan umat yang diberkati. Mereka bisa mendapat hukuman. Porsi berkat yang mestinya disediakan bagi bangsa itu, tidak diberikan.
Bagaimana dengan kehidupan orang percaya? Apakah sama dengan bangsa Israel? Kekristenan memiliki standar yang lebih tinggi. Jelas, tidak boleh ada allah lain. Allah kita sama dengan Allahnya bangsa Israel: Elohim Yahweh. Kita mengenal bukan hanya Allah Israel, Elohim Yahweh, satu-satunya Allah yang benar, seperti yang dikatakan di dalam Yohanes 17:3, tapi juga Putra Tunggal-Nya, Tuhan Yesus Kristus—yang menjadi Tuhan, yang akan menjadi Raja, mewujudkan teokrasi yang sempurna atau pemerintahan Allah nanti di langit baru bumi baru. Tapi bagaimana standarnya orang percaya untuk memiliki Allah? Apakah cukup dengan berbuat baik, melakukan hukum seperti bangsa Israel? Tidak! Sebab, bagi orang percaya bagiannya adalah berkat kekal, yaitu kesempurnaan seperti Bapa atau serupa dengan Yesus atau dikembalikan ke rancangan semula. Kalau bangsa Israel dibawa ke Kanaan yang berlimpah susu dan madu, tetapi kalau orang percaya dibawa ke langit baru bumi baru; Kanaan Surgawi. Kalau bangsa Israel memiliki alat untuk membuat mereka tertib yaitu hukum-hukum atau Taurat, tapi kalau orang percaya memiliki Roh Kudus yang menuntun kita kepada seluruh kebenaran.
Bagi orang percaya, kalau hanya tidak ke dukun, kalau hanya tidak pindah agama, kalau hanya tidak menyembah allah lain atau sinkretis, itu bukan berarti sudah punya Allah. Allah menghendaki kita dimiliki Dia tanpa ikatan siapa pun dan apa pun. Bukan hanya menyembah allah atau dewa lain, bukan hanya terlibat dalam perdukunan atau okultisme, tetapi ketika kita memiliki keterikatan dengan sesuatu atau seseorang yang melebihi keterikatan kita dengan Tuhan, berarti kita telah tidak setia atau berselingkuh. Maka, demi kecintaan dan hormat kita kepada Tuhan, bukan tidak mungkin kita bisa mengorbankan apa pun dan siapa pun. Bersyukur karena Allah itu sabar luar biasa dalam menuntun kita, tapi jangan kita menyia-nyiakan kesabaran Allah dengan melecehkan-Nya. Makanya, setiap kali kita melakukan hal yang kira-kira tidak patut, walaupun itu kelihatannya wajar di mata manusia, kita harus menyelesaikannya di hadapan Allah. Setiap hari kita harus menyelesaikan; “kita harus sudah selesai sebelum selesai,” artinya kita sudah selesai sebelum mati.
Kita tidak akan bisa memiliki Allah kalau masih memiliki yang lain, dan Allah pantas untuk dihormati cara demikian sebab Dia besar, agung, mulia, kudus. Juga Dia pantas dipercayai walaupun tidak ada bukti-bukti kehadiran-Nya, bahkan kadang-kadang ada tindakan-tindakan Allah yang seakan-akan melukai kita atau kita menghadapi keadaan-keadaan dimana seakan-akan Allah melupakan kita. Tetapi, kita tetap percaya Dia Allah yang hidup, yang mengontrol semua dengan sempurna. Kita tidak berhak mengatur Bapa yang Mahamulia tersebut. Apa pun yang terjadi, kita memercayai Dia. Dia layak untuk dipercayai. Maka, ketika kita minta perlindungan Tuhan, pertama, kita minta dilindungi dari kuasa gelap; dimana ia lebih berpengalaman dari kita dan lebih kuat. Yang kedua, dari diri kita sendiri. Ketiga, dari pengaruh dunia yang jahat. Keempat, dari wabah bencana, malapetaka yang tidak mendewasakan. Dan yang terakhir, dari orang yang bermaksud jahat kepada kita.
Bagi orang percaya, bagiannya adalah berkat kekal, yaitu kesempurnaan seperti Bapa atau serupa dengan Yesus atau dikembalikan ke rancangan semula.