Skip to content

Berkat Jasmani

Selama kita hidup, kita bisa makan enak, tidur nyenyak, berlibur, memakai pakaian bagus, memiliki fasilitas rumah, kendaraan, dan hal lain yang menyenangkan. Namun, sebenarnya pada akhirnya kita akan mati juga. Banyak manusia yang hidup dalam siklus seperti itu. Betapa bodohnya dan ironis, karena kita semua ada di dalam siklus hidup seperti itu. Itulah irama hidup manusia pada umumnya. Betapa sedihnya hati Bapa—yang telah menyediakan kediaman kekal bagi kita, yang akan memberikan kita tubuh kebangkitan, tubuh kemuliaan seperti yang dimiliki oleh Tuhan Yesus, dan yang akan mempermuliakan kita bersama-sama dengan Yesus—melihat kita sibuk dengan siklus hidup yang tidak peduli dengan penggarapan Allah. Padahal, Allah menyediakan berkat rohani-Nya setiap hari; berkat untuk memperbaharui manusia batiniah kita. 

Kalau kesetiaan Tuhan hanya diukur dengan berkat jasmani, betapa miskinnya pengertian kita. Kasih setia Tuhan harus diukur dengan ukuran yang benar. Berkat jasmani bisa saja diberikan oleh Iblis. Seperti ketika Yesus dibawa ke tempat tinggi lalu ditunjukkan kepada-Nya kemuliaan dunia ini, Iblis berkata, “aku berkuasa memberi kepada siapa saja.” Jadi berkat jasmani pun setan bisa beri, tetapi berkat rohani yang membawa seseorang kepada kehidupan sempurna, kehidupan sesuai rancangan Allah semula, hanya bisa diberikan oleh Allah. Dan itu hanya disediakan bagi orang percaya; yaitu kita, yang dikasihi Tuhan. Masalahnya, apakah kita memperhatikan berkat rohani itu atau tidak? Atau kita lewati begitu saja karena fokus kita hanya kepada perkara-perkara jasmani? 

Apakah gunanya orang beroleh segenap dunia, kalau jiwanya binasa? Mari kita sadar, betapa sedih dan luka hati Bapa yang memberikan Putra Tunggal-Nya dan menyediakan penggarapan-Nya setiap hari, namun tidak dipedulikan oleh kita. Tuhan merancang segala sesuatu di dalam kehidupan kita agar kita mengalami perubahan-perubahan. Tetapi kalau fokus kita tidak tertuju kepada perkara-perkara rohani, sia-sia apa yang Allah sediakan itu. Oleh sebab itu, mari kita berambisi untuk menjadi orang yang benar-benar kudus di hadapan Allah, menurut penilaian Tuhan. 

Kita harus benar-benar fanatik dan serius untuk hal ini. Jika kita memiliki ambisi yang kudus ini, bertekad dan berniat kuat untuk hal ini, kita pasti akan memperhatikan setiap berkat rohani yang Allah sediakan dari hari ke hari. Tetapi sebaliknya, kalau kita tidak punya ambisi yang kuat untuk menjadi kudus menurut standar Tuhan, kita tidak akan memedulikan atau menyadari bahwa ada berkat rohani yang menyempurnakan kita. Meteraikan ini di hati kita masing-masing. Rencana Bapa itu lebih dari sekadar mendapatkan jodoh yang terbaik, anak yang sempurna, sukses karier, sukses studi, sukses bisnis, dll. 

Hanya umat pilihan yang memiliki Roh Kudus di dalam dirinya. Firman membuka mata kita sehingga kita memiliki kecerdasan roh dan mengerti kehendak Allah. Allah mendesain segala peristiwa dan kejadian, tapi kalau kita tidak pernah berdialog dengan Roh Kudus dalam doa pribadi, bagaimana Roh Kudus bisa bermanuver aktif dalam diri kita? Banyak orang mendukakan Roh Kudus dimana Roh Kudus dibiarkan, sehingga berkat yang disediakan baginya hari itu, terlewat begitu saja. Roh Kudus mau membawa berita dari Bapa, mau menyampaikan nasihat-nasihat-Nya, tapi kita sia-siakan. 

Berapa banyak di antara kita yang berani keluar dari siklus hidup wajar seperti ini? Hati kita itu licik. Sering kita tidak sadar bahwa kita punya kesombongan terselubung, keserakahan terselubung, keinginan-keinginan daging yang masih menetap walaupun belum terekspresi. Kalau kita duduk diam di kaki Tuhan, kita berdoa, semua dosa-dosa kita bisa diangkat dan diungkap Tuhan agar kita bereskan. Peristiwa-peristiwa hidup yang kita alami, bisa kita baca, apa maksud Tuhan di balik semua itu. Supaya berkat yang Tuhan sediakan lewat masalah-masalah itu bisa kita tangkap dan bisa mendewasakan kita. Maka, kita harus memiliki ambisi yang kuat untuk mencapai kesucian standar Allah. Jangan ditipu oleh Iblis yang mengatakan “tidak mungkin bisa.” 

Kalau Bapa di surga berkata, “Kuduslah kamu sebab Aku kudus,” tentu kekudusan yang dimaksud oleh Allah itu kekudusan menurut standar Dia. Dan ketika Yang Mulia Tuhan kita, Yesus Kristus, berkata, “kamu harus sempurna seperti Bapa di surga sempurna,” tentu maksud “sempurna” di situ adalah sempurna seperti yang Bapa kehendaki. Tidak ada hal yang lebih besar dari hal ini. Jadi, kita harus berani bertekad. Apa pun yang terjadi di depan, apa pun yang harus kita alami, tidak menjadi masalah. Yang penting, kita menjadi kudus sesuai standar Allah. Jika niat itu kuat, ambisi kudus itu menyala dalam hati, kita akan terpacu untuk mengubah siklus hidup yang salah. 

Sebab, hanya orang yang suci hatinya yang akan melihat Allah. Jadi kalau kita tidak militan, tidak memisahkan diri sungguh-sungguh, kita akan terjebak dalam siklus hidup yang salah tersebut. Hari ini kita kembali diingatkan akan hal ini: “Pernahkah kita membawa diri kepada Tuhan?” Menurut pertimbangan Tuhan, apakah kita sudah menjadi orang Kristen yang normal di mata Allah, setelah sekian tahun menjadi orang Kristen? Kita masih punya kesempatan. Tuhan mau mengubah kita menjadi manusia baru. 

Kalau kesetiaan Tuhan hanya diukur dengan berkat jasmani, betapa miskinnya pengertian kita