Skip to content

Berjanji Setia

Yohanes 21:15-17, “Sesudah sarapan Yesus berkata kepada Simon Petrus: “Simon, anak Yohanes, apakah engkau mengasihi Aku lebih daripada mereka ini?” Jawab Petrus kepada-Nya: “Benar Tuhan, Engkau tahu, bahwa aku mengasihi Engkau.” Kata Yesus kepadanya: “Gembalakanlah domba-domba-Ku.” Kata Yesus pula kepadanya untuk kedua kalinya: “Simon, anak Yohanes, apakah engkau mengasihi Aku?” Jawab Petrus kepada-Nya: “Benar Tuhan, Engkau tahu, bahwa aku mengasihi Engkau.” Kata Yesus kepadanya: “Gembalakanlah domba-domba-Ku.” Kata Yesus kepadanya untuk ketiga kalinya: “Simon, anak Yohanes, apakah engkau mengasihi Aku?”

Sebagaimana sepasang kekasih yang mengucapkan janji pernikahan di depan pendeta, dengan lantang ia berkata, “Aku menerima engkau sebagai istriku, baik dalam suka dan duka, dalam kelimpahan maupun kekurangan, dalam keadaan sehat atau sakit, dan setia kepadamu selama aku hidup.” Tidak terbersit pikiran untuk tidak setia. Lalu, pernahkah kita meyakinkan kepada Tuhan bahwa kita sungguh mencintai-Nya dan tetap setia? Jarang ada orang yang masuk di situasi di mana dia mau meyakinkan cintanya kepada Tuhan. Maka, kalau orang benar-benar mencintai Tuhan, pasti ia tidak takut berjanji setia kepada Tuhan.

Kita punya daging yang bisa berbuat dosa dan masih ada hasrat dosa di dalam hati. Namun, kita tidak mau melukai Tuhan, karena Tuhan adalah kehidupan kita. Kita tidak akan memberi peluang kepada daging untuk berbuat dosa. Jadi, kalau kita masih takut-takut atau ragu-ragu, seakan-akan ada kehidupan di luar Tuhan, ada kebahagiaan di luar Tuhan, maka cinta kita kepada-Nya belumlah cinta yang benar dan pantas. Menjadi anak Allah itu unggul, lebih dari menjadi seorang menteri. Jabatan sebagai seorang menteri hanya 5 tahun, tetapi sebagai anak-anak Allah, itu abadi. 

Jadi, pilihlah Tuhan, ayo kita pindahkan cinta kita kepada Tuhan. Lalu kita mau berdinamika, mengembangkan cinta itu. Kita mau sungguh-sungguh berjalan bersama Tuhan. Ingat, jangan berbuat dosa. Daging kita memang senang dipuaskan, tetapi kita memilih mematikan daging. Kalau dia mendesak, kita bilang “tidak.” Sebab dosa itu pasti mencandui kita. Maka, jangan sampai kita kecanduan dosa dan berutang kepada daging. Kita berutang kepada roh untuk menyenangkan Tuhan. Sekarang kita mau memikirkan apa yang menjadi kesenangan Tuhan. Orang yang hatinya mencintai Tuhan, pasti semakin hari makin bulat. Semakin matang cinta kita, semakin kita dimiliki Tuhan. Bagaimana Tuhan dapat memiliki kita? Kalau kita menyerahkan hati kita sepenuhnya bagi Tuhan. Sekarang kita harus jujur, masih adakah berhala-berhala di dalam hati kita? 

Ketika Yesus bertanya kepada Petrus, “Apakah engkau mengasihi Aku, Petrus?” Tuhan mau ketegasan Petrus terhadap Tuhan dan ketegasan Petrus terhadap dirinya sendiri. Sebelum Yesus disalib, Petrus berkata: “Tuhan, jangankan penjara, mati pun aku bersedia.” Namun, rupanya itu situasional, Petrus belum siap. Tuhan mau Petrus punya ketegasan terhadap Tuhan dan tegas terhadap dirinya sendiri. Begitu Petrus menyatakan ketegasannya, Yesus berkata, “Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya ketika engkau masih muda engkau mengikat pinggangmu sendiri dan engkau berjalan ke mana saja kaukehendaki, tetapi jika engkau sudah menjadi tua, engkau akan mengulurkan tanganmu dan orang lain akan mengikat engkau dan membawa engkau ke tempat yang tidak kaukehendaki.” (Yoh. 21:18). 

Kita sudah pernah kecanduan dengan banyak hal yang tidak patut. Terikat dengan banyak hal, yang itu menjadi berhala. Cinta kita tidak utuh. Sejujurnya, kita telah berbuat salah. Sekarang kita mau memindahkan hati dan cinta kita kepada Tuhan. Sampai kita kecanduan untuk melakukan kehendak Bapa. Kalau kita menjadi kekasih Tuhan seperti ini, maka kita akan istimewa di hadapan Allah. Ingat, bagaimana Abraham menjadi kekasih Allah dan bagaimana Allah begitu memperhatikan Abraham. Betapa istimewanya Abraham, sampai anak cucunya, diingat. 

Allah ingat perjanjian dengan sahabat-Nya, Abraham. Mengapa? Karena Abraham rela memberikan yang terbaik yang dia miliki, yang paling dia cintai: Ishak. Tidak pernah kita baca di Alkitab ada rundingan Abraham dengan siapa pun. Itu hebat. Dia menghargai Allah lebih dari siapa pun. Adakah Ishak-Ishak dalam hidup kita yang harus dipersembahkan? Ishak itu bisa berupa nafsu daging, hobi, uang, keinginan-keinginan dan cita-cita. Tuhan itu hebat, kaya, besar, dan dahsyat. Apa yang kita butuhkan yang Tuhan tidak bisa penuhi? Mengapa kita tidak berani mengambil keputusan mencintai Tuhan?

Kita tidak tahu hari esok bagaimana, tetapi kalau kita mencintai Tuhan, kita berkata, “Hari besok, minggu, bulan, tahun, dan seluruh hidupku, aku persembahkan. Yang penting menyenangkan Engkau.” Namun, rata-rata kita masih duniawi. Tidak yakin surga itu lebih indah. Hati kita masih terikat di dunia. Ingat, kita harus melepaskan ikatan itu.

Orang yang benar-benar mencintai Tuhan, tidak takut berjanji setia kepada Tuhan.