Firman Tuhan mengatakan, “… berjaga-jagalah, sebab kamu tidak tahu akan hari maupun akan saatnya.” Apa itu berjaga-jaga? Berjaga-jaga adalah sikap yang selalu mempersiapkan diri seakan-akan tidak ada waktu lagi untuk berubah atau bertobat. Lima gadis yang bijaksana bisa masuk ke dalam pesta perjamuan karena ketika lampunya mati dia memiliki persediaan minyak, sedangkan lima gadis bodoh yang tidak memiliki persediaan minyak, sedang pergi mencari minyak. Akhirnya, tidak keburu waktunya. Mengapa? Karena mereka menunda. Mengapa tidak dari dulu mencari persediaan minyak? Sekarang tidak ada waktu lagi.
Matius 25:10, “Akan tetapi, waktu mereka sedang pergi membelinya, datanglah mempelai itu dan mereka yang telah siap sedia masuk bersama-sama dengan dia ke ruang perjamuan kawin, lalu pintu ditutup. Kemudian datang juga gadis-gadis lain, “Tuan, tuan, bukakanlah kami pintu! Tetapi ia menjawab: Aku berkata kepadamu, sesungguhnya aku tidak mengenal kamu.” Mereka tidak punya kesempatan lagi. Kesempatan yang tidak ada lagi atau hilangnya kesempatan itu mengerikan. Makanya, harus jauh-jauh hari kita mempersiapkan diri.
Terkait dengan hal ini, perlu kita ketahui bahwa setiap perbuatan itu ada harganya. Kalau itu perbuatan dosa, yang mendukakan hati Tuhan, akibatnya menghambat pertumbuhan kedewasaan kita. Setiap kesalahan itu pasti ada harga yang harus dibayar. Memang keadaan itu pun bisa dipakai Tuhan untuk membuat seseorang berubah dan bertobat, tetapi lebih baik tidak usah berbuat dosa. Banyak orang menunda untuk hidup suci karena menganggap suci itu sulit, sukar bahkan mustahil. Memang tidak ada barang bagus harga murah, tetapi kalau kita melatih diri, akhirnya kita bisa dan biasa melakukannya. Kita bisa melewati pencobaan dengan tetap menjaga kesucian.
Harga sebuah kesalahan itu mahal. Mendukakan Tuhan, menghambat pertumbuhan, bahkan neraka kalau sampai tidak bertobat. Mendukakan Allah itu bisa mendatangkan pukulan yang menyakitkan. Jangan lakukan kesalahan lagi. Jadi, “Carilah dahulu Kerajaan Surga,” artinya, hiduplah sebagai warga Kerajaan Surga yang baik, artinya yang lain harus diabaikan. Jangan Kerajaan Surga tidak didahulukan, atau ditunda, yang lain didahulukan, bahaya itu. Kita mau hidup tidak bercacat, tidak bercela. Itu lebih dari semua kekayaan, kedudukan, gelar, lebih dari segala status yang dianggap berharga di mata manusia.
Kita rindu hidup dalam kepenuhan Roh Kudus, tetapi konsekuensinya adalah kita tidak boleh menyentuh dosa. Maka, kita harus membangun hati yang takut akan Allah. Orang yang berjaga-jaga akan selalu ada dalam suasana perasaan krisis kalau menyangkut kesucian. Dalam hidup ini, ada hal yang kita anggap penting, tetapi tidak mendesak. Ada yang mendesak, tetapi tidak penting. Ironis, sering kali hal kekekalan (surga/neraka) itu dianggap penting, tetapi tidak mendesak. Padahal yang benar, hal kekekalan itu selalu penting dan mendesak. Sehingga harus didahulukan. Seakan-akan yang lain tidak berarti; mau punya jodoh atau tidak; mau punya anak atau mandul; mau kaya atau miskin; mau apa pun, tidak penting!
Maka, coba kita belajar berprinsip, “Hari ini adalah hari terakhir kita,” supaya kita tidak mendahulukan yang lain. Jangan berpikir mencari Tuhan, mendahulukan Kerajaan Allah, itu gampang. Kalau cari uang susah, cari jodoh susah, karier susah, yang lain susah, tetapi kalau surga gampang; “Tuhan kan hanya sejauh doa, kapan saja juga dapat dijangkau.” Itu pemikiran yang salah. Berarti kita kurang ajar, tidak menghormati Tuhan. Tuhan itu selalu penting dan mendesak; “Tuhan satu-satunya kebutuhanku.” Itu paling benar. Yang lain, bukan kebutuhan. Kalaupun kita butuhkan, tujuannya untuk kita menemukan Allah, menyenangkan hati-Nya, efektif bagi pekerjaan-Nya dan masuk Kerajaan Surga.
Mari kita sungguh-sungguh, sebab kita mau berprestasi di Kerajaan Allah. Kalau boleh, kita menjadi salah seorang yang terkemuka dari hamba-hamba-Nya nanti di langit baru, bumi baru. Bukan haus kedudukan atau gila hormat, melainkan karena kita mau memaksimalkan diri untuk menemukan Dia dan seakan-akan kita tidak akan punya kesempatan lagi untuk itu. Kita pasti memiliki kebahagiaan ketika kita tidak merasa membutuhkan siapa-siapa, kecuali Tuhan. Kita ini diambil dari tanah liat. Dibanding dengan Allah yang Maha Agung, Maha Mulia, yang sudah ada dari kekal sampai kekal, kita ini tidak ada artinya sama sekali. Tetapi kalau kita bisa menjadi anak-anak Allah, menjadi anak Bapa yang melekat dengan Bapa dan Tuhan Yesus, itu luar biasa. Maka, kita akan rela kehilangan apa pun dan siapa pun demi itu.
Berjaga-jaga adalah sikap yang selalu mempersiapkan diri seakan-akan tidak ada waktu lagi untuk berubah atau bertobat.