Banyak orang tidak menyadari bahwa dirinya sebenarnya masih berfantasi tentang Tuhan. Hal itu khususnya terjadi atas mereka yang hanya menalar Allah, belajar tentang Tuhan dalam pikiran, bukan dalam kehidupan konkret. Terutama bagi mereka yang merasa bahwa berteologi itu cukup. Jadi, mereka merasa dengan berteologi itu mereka sudah ber-Tuhan. Sejatinya, banyak orang berfantasi. Dia merasa sudah ber-Tuhan dengan memiliki pengetahuan tentang Tuhan tersebut. Dia merasa bahwa dia sudah mengenal dan dikenal oleh Allah, padahal ia hanya berfantasi. Mereka bisa berkhotbah, memberi seminar, jadi pendeta, jadi dosen Sekolah Tinggi Teologi, bahkan bisa menjadi Ketua STT; bukan tidak mungkin, bisa, tetapi Tuhan masih dalam fantasi atau setengah fantasi.
Kalau seseorang benar-benar berinteraksi dengan Allah, maka cirinya adalah: yang pertama, benar-benar hidup di dalam kekudusan. Tentu, yang bisa mengenali hanya diri orang itu, sebab kesucian tidak bisa dilihat oleh orang lain. Siapa yang bisa melihat sedalam-dalamnya kehidupan kita? Kalaupun dia bisa melihat selengkap-lengkapnya apa yang kelihatan dalam hidup kita, mereka tidak bisa melihat ke kedalaman hati. Kedalaman laut bisa diukur, tetapi hati manusia, siapa tahu? Orang yang berinteraksi dengan Allah pasti orang yang hidup di dalam kesucian. Mereka pasti memiliki perasaan takut dan gentar akan Allah.
Dia akan berhati-hati dalam berbicara dan berkata-kata. Walaupun tidak dapat disangkal, sekalipun sudah berhati-hati, masih kadang-kadang meleset. Jadi, kalau nurani kita masih benar, masih bersih, kita bisa membedakan kehidupan orang yang benar-benar berinteraksi dengan Allah dan orang yang hanya berfantasi. Jadi, jangan mudah percaya. Mau setinggi apa pun ilmu seseorang, sebanyak apa pun gelarnya, seahli apa pun dalam bahasa dan lain sebagainya. Nurani kita yang harus bicara. Namun, yang paling kita amati haruslah diri kita sendiri. Apakah kita masih berfantasi dengan Allah atau sudah berinteraksi?
Yang kedua, orang yang benar-benar berinteraksi dengan Tuhan adalah orang yang sungguh-sungguh mencari Tuhan. Ia tidak mungkin tidak memiliki jam-jam doa. Bukan hanya berdoa sesaat atau ikut-ikutan doa pagi atau kebaktian doa, tetapi serius mencari Tuhan. Orang yang bisa meninggalkan selimut untuk berdoa pagi, pada umumnya atau hampir bisa dipastikan sungguh-sungguh mau mencari Tuhan. Kita sungguh-sungguh harus menyediakan diri untuk mendengarkan firman Tuhan, mencari kebenaran. Kalau hanya belajar teologi secara formal, biasanya banyak motivasi di dalamnya. Orang kampung yang tidak punya masa depan, maka untuk punya masa depan, ia mencari sekolah yang gratis, lalu bisa mendapat gelar S1-S2-S3. Namun, lihat perkataannya, keji dan kejamnya terhadap orang lain.
Kalau orang betul-betul elegan dan intelek, pasti perkataannya akan membangun sesama. Kita harus selalu mencari firman dan kiranya jangan puas dengan ilmu yang telah kita miliki. Temuilah Tuhan yang hidup dan berdialog dengan Dia. Carilah wajah-Nya dan hadirat-Nya selalu. Memang perlu ketekunan. Jangan puas walaupun kita sudah punya gelar, sudah menulis banyak buku, sebab kebenaran yang datang dari Allah tidak pernah kering. Seiring dengan perjalanan hidup kita, apalagi dengan 1001 masalah yang muncul, tentu kita membutuhkan suara Tuhan. Selalu kita membutuhkan Tuhan dan menantikan suara-Nya, lewat doa, membaca Alkitab, dan mendengar khotbah.
Siapa pun kita, harus terus haus akan firman. Bukan hanya dari buku dan apa yang kita dengar dari khotbah dan seminar, tetapi kita serius mau mendengar langsung Tuhan berbicara. Kalau kita percaya Allah itu hidup, percaya ada Roh Kudus, dan yakin Tuhan Yesus Kristus berjanji menyertai kita sampai kesudahan zaman, maka kita bisa berdialog dengan Tuhan. Orang yang berinteraksi dengan Tuhan, tentu dia akan berusaha hidup suci dan tidak melukai hati Tuhan. Maka cirinya pasti hidup tidak bercela, menjaga mulut, sikap, dan perbuatan; supaya agung, elegan dan luhur hidup dan tindakan kita.
Ketiga, orang yang berinteraksi dengan Allah akan rela berbuat apa pun untuk pekerjaan Tuhan. Hatinya akan penuh belas kasihan terhadap orang lain. Bahkan terhadap orang-orang yang memusuhi dirinya, dia tidak akan mendoakan dan berharap celaka bagi mereka. Dia tetap mengampuni, dan mendoakan agar jangan mereka celaka. Dia bisa memiliki belas kasihan terhadap anak-anak dan keluarganya, sebab kalau ia jahat seperti ini, apa jadinya mereka. Kita membayangkan, bukan dirinya saja yang melukai kita, tetapi kasihan anak-anaknya, mereka harus menuai apa yang bapak ibunya tabur. Mengerikan.
Jadi, orang yang sungguh-sungguh berinteraksi dengan Tuhan akan penuh belas kasihan. Dia akan rela berbuat apa saja untuk pekerjaan Tuhan. Bahkan merupakan suatu kehormatan kalau kita bisa menderita bagi Tuhan.
Siapa pun kita, harus terus haus akan firman, Sehingga kita bisa menyadari apakah kita masih berfantasi atau sudah berinteraksi dengan-Nya.