Persoalan paling penting dalam kehidupan orang percaya adalah apakah ketika menghadap Tuhan ada buah yang dapat dipersembahkan kepadaNya? Buah itu adalah melakukan dengan baik segala sesuatu yang Tuhan inginkan. Hal ini adalah sesuatu yang mutlak harus dipenuhi, sebab memang manusia diciptakan untuk melakukan kehendak-Nya. Jadi, buah di sini adalah perbuatan, perilaku dan sikap hati yang memberi kepuasan di hati Tuhan, sampai seseorang memiliki “hati melakukan kehendak-Nya;” memiliki natur melakukan kehendak Tuhan tanpa dipaksa atau ditekan oleh hukum. Inilah ciri dari anak-anak Allah yang telah diperagakan oleh Tuhan Yesus. Selanjutnya, Tuhan memberikan kemampuan untuk bisa berbuah, sehingga tidak ada seorang pun yang bisa beralasan mengapa tidak berbuah.
Dalam perumpamaan mengenai penabur benih, dikisahkan bahwa tidak semua orang yang mendengar firman Tuhan bisa bertumbuh dan berbuah (Luk. 8:5-15). Kelompok pertama adalah orang yang walaupun mendengar Injil, tetapi tidak pernah menjadi orang percaya (Luk. 8:12). Kuasa antikris telah mengunci mereka, sehingga mereka tidak pernah bisa menerima Tuhan Yesus Kristus. Kelompok kedua adalah mereka yang mendengar Injil, menjadi orang Kristen, tetapi tidak berani membayar harga percayanya. Pada zaman itu, kalau orang berani percaya kepada Tuhan Yesus, maka mereka akan mengalami aniaya (Luk. 8:13). Banyak orang lebih menyelamatkan nyawanya daripada kehilangan nyawanya karena Kristus.
Kelompok ketiga adalah orang-orang yang tidak mengalami aniaya, tidak menolak Tuhan Yesus, tetapi masih mencintai dunia. Mereka memang berbuah, tetapi buahnya tidak matang (Luk. 8:14). Kata “matang” dalam teks aslinya adalah telesphoreo (τελεσφορέω), yang artinya dewasa. Jadi buah yang dihasilkan tidak dewasa. Tuhan menghendaki kedewasaan. Kehendak Tuhan harus dituruti secara mutlak. Kelompok keempat adalah orang-orang yang mendengar firman Tuhan dan menyimpannya dalam hati yang baik; mengeluarkan buah dalam ketekunan (Luk. 8:15). Mengeluarkan buah dalam ketekunan menunjukkan bahwa untuk berbuah seseorang harus berjuang keras.
Kehidupan orang percaya adalah kehidupan yang dituntut untuk berbuah (Yoh. 15:1-7). Jika tidak berbuah akan dipotong, tetapi yang berbuah akan dibuat semakin lebat buahnya. Dalam Lukas 13:6- 7 mengenai perumpamaan seorang peladang yang memiliki kebun anggur, di dalamnya terdapat pohon ara. Ketika dilihatnya pohon ara tidak berbuah, ia mengatakan bahwa percuma pohon itu tumbuh di kebunnya. Ia menghendaki agar pohon itu dikerat saja. Dalam perumpamaan ini Tuhan menghendaki agar setiap orang percaya berbuah yang memuaskan hati-Nya.
Berbuah artinya memiliki hati yang suka melakukan kehendak-Nya. Tuhan mau menemukan pribadi-pribadi seperti ini, yang selama hidup di dunia telah memenuhi atau menunaikan apa yang dipercayakan kepadanya. Dalam hal ini setiap orang memiliki keadaan istimewa dan Tuhan memiliki rancangan khusus bagi orang tersebut untuk dipenuhi. Jangan pulang ke rumah kekal sebelum tahu persis bahwa diri kita sudah melakukan dengan baik rencana Allah dalam hidup ini. Tentu saja dalam hal ini seorang anak Tuhan harus memiliki kepekaan untuk mengerti kehendakNya dan menemukan rencana-Nya dalam hidupnya pribadi. Untuk memiliki kepekaan ini seseorang harus dicerdaskan oleh firman Tuhan.
Dalam hal ini mendengar “suara kebenaran” barulah langkah pertama untuk bisa berbuah, sebab akhirnya Tuhan bukan hanya menghendaki kita menjadi pendengar melainkan juga memberi atau menghasilkan buah. Kalau langkah pertama sudah tidak dilakukan—yaitu mendengar firman Tuhan yang diajarkan Tuhan Yesus—bagaimana ia bisa berbuah? Banyak orang Kristen yang tidak mendengar firman Tuhan yang benar sehingga tidak memiliki kepekaan terhadap kehendak dan rencana Tuhan. Bisa dimengerti kalau mereka tidak pernah menghasilkan buah. Memang mereka menjadi orang baik-baik, tetapi hidup ini hanya untuk memenuhi keinginan dan cita-citanya sendiri. Sebelum menutup mata kita harus sudah mengerti apa yang dikehendaki Allah untuk dipenuhi.
Dalam Lukas 8:15 tertulis, “… mengeluarkan buah dalam ketekunan.” Kalimat ini menunjukkan walaupun seseorang mendengar firman Tuhan yang benar, tetapi kalau ia tidak bertekun, maka ia juga tidak akan dapat berbuah. Kata ketekunan dalam teks aslinya adalah hupomone (ὑπομονή). Kata ini berarti dengan sabar bertahan. Dalam hal ini untuk bertekun seseorang harus berusaha untuk bertahan terus menerus menghadapi tekanan, sebab Iblis berusaha agar orang percaya tidak berbuah. Salah satu usaha Iblis selain ditutupnya kebenaran firman yang benar, juga mewarnai jiwa anak-anak Tuhan dengan percintaan dunia. Oleh sebab itu setelah memahami kebenaran ini, kita harus mulai mempersoalkan: apakah kita sungguh-sungguh telah memiliki hati yang suka dan rela melakukan keinginan-Nya? Marilah kita mengarahkan hidup kita untuk menghasilkan buah dalam ketekunan. Sehingga kita memenuhi keinginan dan rencana-Nya.
Untuk bertekun seseorang harus berusaha untuk bertahan terus menerus menghadapi tekanan, sebab Iblis berusaha agar orang percaya tidak berbuah.