Skip to content

Berada di Posisi yang Benar

Ada saat dimana Tuhan memandang kita sudah harus mengambil posisi yang jelas di hadapan Allah. Tuhan akan terus mendesak kita sampai pada satu titik dimana kita harus mengambil keputusan yang jelas dan tegas; di mana posisi kita. Kalau kita mau memilih Tuhan, maka Dia harus menjadi segalanya dalam hidup kita. Menjadikan Tuhan segalanya, artinya Dia satu-satunya kebahagiaan kita. Tuhanlah yang menggerakkan kita hidup, dan kita digerakkan hanya untuk melakukan kehendak Bapa. Dia menjadi tujuan hidup kita dimana kita hanya mengarahkan diri untuk menghadap Allah dalam keadaan berkenan kepada-Nya.

Mungkin kita selama ini merasa sudah demikian, padahal sebenarnya belum. Kita memiliki banyak keinginan, cita-cita, obsesi, walaupun itu dibungkus dengan dalih pelayanan; sejujurnya, juga ada agenda di balik itu supaya kita bisa eksis. Kenapa? Karena hati kita memang belum sepenuhnya bulat untuk memberi kemuliaan bagi Allah. Jadi, ada agenda—sekecil apa pun, masih ada agenda kita—untuk eksis. Agenda tersebut secara terselubung dimiliki oleh banyak pendeta, banyak hamba Tuhan, banyak orang mengaku pelayan Tuhan. Bukan tidak boleh khotbah, bukan tidak boleh siaran di radio di televisi atau membuat proyek ini dan itu. Tuhan memang menghendaki kita bergerak terus melakukan pekerjaan Tuhan, pelebaran Kerajaan Allah melalui segala sarana. Tetapi ketika kita belum memiliki posisi yang bulat dan utuh, sebenarnya masih ada agenda-agenda pribadi kita di situ. Jika masih ada agenda-agenda pribadi di situ, pasti kita masih mau menyerang orang, menjelekkan orang, dengan kecerdikan kita mengata-ngatai orang, membicarakan orang lain yang mengarah untuk menjatuhkan, karena kita mau mengangkat diri kita.

Tetapi ketika kita mengambil keputusan untuk ada di posisi yang benar, kita serius di situ, kita pasti tidak memiliki agenda apa pun dalam hidup ini, kecuali menyenangkan hati Allah Bapa. Hidup kita pun menjadi bergairah karena kita mau melakukan kehendak Allah. Kita mau hidup tidak bercacat, tidak bercela, juga bukan karena “aku”-sentris tetapi Teosentris, kita mau menyenangkan hati Allah. Jika kita sudah bisa menghayati hal ini, kita akan tahu bahwa kalau kita tidak merindukan Tuhan, berarti kita berkhianat kepada-Nya. Kalau kita tidak ingin pulang ke surga, berarti kita sudah sesat. Memang pada mulanya Tuhan menciptakan manusia dengan keadaan dimana manusia tidak akan pernah terpuaskan selain oleh Allah. Dengan demikian, bisa dikatakan bahwa kita ini adalah kekasih Allah. Dalam Perjanjian Baru, kita disebut sebagai mempelai Tuhan. kalau kita belum ada di posisi yang tepat—hati kita masih bercabang, masih ada yang kita harapkan menyenangkan kita, kita tidak sungguh-sungguh ingin pulang ke surga, kita tidak sungguh-sungguh ingin hidup tidak bercacat, tidak bercela, hanya untuk menyenangkan hati Allah—tapi kita melakukan pekerjaan Tuhan, pasti di situ masih terdapat agenda pribadi yang terselubung.

Dalam hal ini, kita harus selalu mengoreksi diri. Kita sudah menjadi manusia yang rusak selama belasan tahun atau mungkin puluhan tahun. Untuk menjadi manusia yang tidak rusak, tentu tidak bisa hanya dalam beberapa bulan saja, namun harus melewati perjalanan waktu yang panjang. Tetapi mengingat saatnya makin singkat, makin sempit, dunia semakin jahat, kita juga bisa meninggal setiap saat, maka kita harus berjuang sekeras-kerasnya dengan kecepatan setinggi-tingginya untuk mengalami perubahan. Kita bisa berseru kepada Tuhan agar Dia menolong kita untuk memiliki posisi yang tepat seperti yang Dia kehendaki, supaya dalam hidup ini kita tidak mempunyai agenda pribadi. Tetapi kita dapat seperti Paulus yang mengatakan dalam Filipi 1:21, “Bagiku hidup adalah Kristus dan mati adalah keuntungan.” Dan di 2 Korintus 5:14-15, “Bahwa Yesus telah mati untuk kita.” Kita semua sudah mati. Jadi kalau kita hidup, kita hidup hanya untuk Dia yang telah mati bagi kita. Itu posisi yang benar.

Maka, sekarang kita bisa bersyukur bahwa setelah melewati pergumulan-pergumulan panjang, kita bisa mengerti. Walau belum tentu sudah bisa kita lakukan, tetapi kita mau belajar untuk menempatkan diri pada posisi yang sesuai seperti yang Tuhan kehendaki. Maka, jangan takut. Kita tidak akan pernah menyesal memiliki Tuhan dan dimiliki Tuhan; itu sudah segalanya. Tetapi kita tidak bisa memiliki Tuhan kalau masih memiliki yang lain. Kita tidak bisa dimiliki Tuhan kalau kita masih memiliki sesuatu yang lain. Berat, bukan? Tetapi kalau kita mencintai Tuhan dan bertekad, pasti kita bisa.

Ketika kita mengambil keputusan untuk berada di posisi yang benar, kita pasti tidak memiliki agenda apa pun dalam hidup ini kecuali menyenangkan hati Allah Bapa.