Skip to content

Belajar Menghargai Tuhan

Mata Tuhan melihat apa pun yang kita perbuat. Baik yang baik, baik yang jahat. Di mana pun kita berada, kita harus berhati-hati gunakan mata kita, hati-hati gunakan mulut kita, hati-hati gunakan tangan kita, hati-hati gunakan kaki kita karena Tuhan melihat. Ini rahasia kehidupan. Berbahagialah orang yang tidak melawan Tuhan, tetapi betapa celakanya orang yang melawan Tuhan. Kalau kita tidak melawan Tuhan, pasti kita terberkati. Kebenaran ini jangan kita anggap remeh atau ringan. Maka, renungkan kehadiran Tuhan. Di mana pun kita berada, Allah itu Mahahadir. Harus selalu kita ingat, ada CCTV Tuhan. Kalau kita melakukan sesuatu yang busuk, yang buruk, maka Tuhan berduka. Dia dapat meneropong pikiran dan hati kita. Dia melihat apa yang kita lakukan dan tidak ada suatu hal yang tersembunyi di hadapan-Nya. 

Alih-alih dari melakukan perbuatan yang mendukakan Tuhan, hendaknya kita melakukan hal yang menyenangkan hati-Nya. Mata Tuhan melihat. Jadi di mana pun kita berada, kita menaruh Tuhan di mata kita. Untuk menjaga perasaan Tuhan, memang harus demikian. Kita harus serius menghayati kehadiran Tuhan. Di mana pun kita berada, Dia hadir. Dengan demikian, kita seperti diawasi. Nanti kalau sudah dewasa, kita tidak perlu diawasi. Dan tentunya dengan usia yang cukup, seseorang tidak perlu harus ada pengawasan. Kalau misalnya kita tengah malam berada di lampu merah, tidak ada polisi. Lampu menunjukkan merah, berarti kita tidak boleh jalan terus. Kira-kira, apakah kita tetap diam? Atau melaju terus? Walau memang situasi tampak aman, kita tidak akan berani melaju. Hati kita pasti tertuduh. Walaupun tidak ada orang melihat, tidak ada polisi, tetapi kita pasti akan tertuduh kalau kita melanggar lampu lalu lintas. 

Di luar negeri, di beberapa negara meskipun tidak semua negara tentunya, masyarakatnya patuh hukum. Di tempat penyeberangan orang lewat, jika lampu lalu lintasnya merah, walaupun tidak ada orang melintas, masyarakatnya tetap patuh, diam. Jadi, kita tidak perlu diawasi siapa-siapa, kita diawasi oleh diri kita sendiri. Jangan seperti asisten atau pembantu rumah tangga yang kalau ada tuan dan nyonya, maka dia bekerja keras, dia tampak rajin. Tetapi kalau tuan dan nyonyanya tidak ada, dia tidak bekerja rajin. Seperti pegawai yang kalau ada majikan, maka dia tampak sibuk, aktif. Tetapi kalau majikannya tidak ada, maka dia berperilaku sembarangan saja. Jangan seperti itu. Harus ada polisi di hati kita. Maka, kita harus belajar untuk menaruh Tuhan di mata kita. Kita harus berkomitmen untuk menjaga diri sendiri agar tidak berbuat salah dalam pikiran, perasaan dan perbuatan kita.

Kita mesti punya “polisi” di dalam diri kita. Kita yang menaruh polisi dalam diri kita sendiri, sehingga kita jadi polisi untuk diri kita sendiri. Coba kita belajar itu. Jadi, kita harus belajar menghargai Tuhan dengan menaruh Tuhan di mata kita. Itu bukan berarti secara harfiah, Tuhan kita taruh. Siapa kita, bisa taruh Tuhan? Kita menjadikan diri kita polisi bagi diri kita. Kita yang menegur, kita yang mengingatkan diri sendiri, kita yang menasihati diri kita sendiri, sehingga Tuhan disenangkan. Kalau sampai kita bisa menyenangkan Tuhan, luar biasa. 

Sering kita merasa “Mengapa Tuhan tidak perhatikan saya? Mengapa Tuhan tidak tolong saya dari masalah ini? Mengapa Tuhan seakan-akan diam?” Mata Tuhan tidak kurang tajam melihat kita. Tangan Tuhan bukan pendek, bukan kurang panjang. Tetapi yang membuat kita terpisah dari Dia adalah dosa kita. Jadi, jangan melukai hati Tuhan. Langkah untuk memiliki hubungan yang eksklusif dengan Tuhan, dekat dengan Tuhan adalah menjaga perasaan-Nya. Kita mulai belajar menjadi polisi bagi diri kita sendiri, sampai kita menjadi polisi yang cerdas, yang tajam, yang peka, dan kita bisa menjaga diri kita sendiri. 

Kalau kita berkata, “Tuhan, jagaku dalam kebenaran.” Tuhan berkata, “Pasti. Tetapi Aku tidak bisa menjaga kamu, kalau kamu tidak menjaga dirimu sendiri.” Kita tidak bisa menang atas pencobaan, kalau kita tidak menjaga diri kita sendiri. Kita berdoa, “Jagaku, Tuhan,” artinya kita serius, “Tuhan, aku mau menjaga diriku sendiri.” Kalau kita berkata, “Datanglah Kerajaan-Mu,” kita berkomitmen menghadirkan Kerajaan-Nya. “Jadilah kehendak-Mu di bumi seperti di surga,” kita berkomitmen untuk hidup di dalam kehendak-Nya, dalam kepatuhan dan ketaatan. “Berikanlah kami makanan kami pada hari ini secukupnya,” itu bukan berarti kita minta Tuhan mengirimkan makanan dari langit di depan rumah, tetapi kita harus pergi bekerja. Jadi kalau kita mengatakan “Jagaku, Tuhan, dalam kebenaran,” artinya kita harus menjaga diri kita. 

Kita harus belajar menghargai Tuhan dengan penghayatan bahwa Tuhan Mahahadir