Sejatinya, kitalah yang membuat atmosfer di dalam hidup kita masing-masing, suasana hidup kita sendiri yang membangunnya. Atau kita harus berjuang untuk membangun atmosfer bagi kita masing-masing. Yang nantinya, atmosfer itu juga dirasakan oleh orang dekat di sekitar kita, orang-orang dalam pergaulan, orang-orang yang berinteraksi dengan kita di kantor atau di tempat pekerjaan. Kita harus berjuang membuat atmosfer itu atau kita membiarkan atmosfer dunia mencengkeram atas hidup kita. Jika bukan kita sendiri yang membangun, yang menciptakan atmosfer hidup kita, maka atmosfer dunialah yang akan melingkupi kita. Atmosfer yang saya maksud itu adalah hadirat Tuhan.
Tuhan mengajarkan kepada kita Doa Bapa Kami, “Datanglah Kerajaan-Mu,” artinya, pemerintahan Kerajaan Allah hadir di dalam hidup kita sebagai anak-anak Allah. Kita harus sadar bahwa kita ada di wilayah di mana kita harus hidup di dalam pemerintahan-Nya, bukan di daerah netral. Kita ada di daerah di mana Allah memerintah sebagai Kepala Pemerintahan, Yesus sebagai Raja kita. Jadi, kalau kita mengatakan “Tuhan,” berarti kita hidup di dalam pemerintahan Allah. Karenanya, kita harus menghadirkan suasana pemerintahan Allah itu di dalam hidup kita. Bagaimana kita bisa menghadirkan pemerintahan Allah? Tentu kita harus hidup di dalam ketaatan kepada Tuhan.
Bagi orang-orang beragama, khususnya agama samawi, agama yang percaya adanya Allah Yang Esa, Allah yang memberi hukum, Allah yang juga berhak menghukum, membuang orang ke neraka atau memasukkan ke surga; seperti agama Yahudi, misalnya. Masyarakatnya bisa merasakan ada atmosfer orang beragama. Kecuali di negara-negara yang masyarakatnya sudah tidak peduli agama. Maka atmosfer sekuler yang terasa. Kita yang menentukan warna dari atmosfer yang mencengkeram hidup kita, yang juga memengaruhi orang di sekitar kita.
Atmosfer itu kita bangun berdasarkan apa yang menjadi ketertarikan kita, apa yang menurut kita membahagiakan, berharga dan bernilai. Kalau kita masih memiliki ketertarikan pada materi, kebahagiaan kita hanya pada perkara-perkara duniawi, maka atmosfer hidup kita pasti juga duniawi. Tapi kalau ketertarikan kita adalah Tuhan dan Kerajaan Allah, maka percakapan-percakapan kita akan diwarnai dengan hal itu. Coba, apa yang memenuhi gadget kita? Itu menunjukkan warna atmosfer hidup kita.
Secara supranatural atau secara adikodrati, kalau kita hidup dalam kekudusan Tuhan, pasti ketertarikan kita adalah Tuhan dan Kerajaan-Nya. Sehingga di dalam melakukan segala sesuatu, sesuai dengan firman Tuhan yang mengatakan, “Baik kau makan atau minum atau melakukan sesuatu yang lain, lakukan semua untuk kemuliaan Allah.” Maka yang terjadi, atmosfer Kerajaan Allah hadir di dalam hidup kita. Kuasa kegelapan tidak bisa menyentuh hidup kita. Malaikat-malaikat dihadirkan, setan tidak akan bisa tinggal di dalam rumahmu. Karena ada atmosfer hadirat Allah.
Karenanya, televisi kita jangan dihiasi dengan tontonan yang tidak patut. Gadget kita jangan mempertontonkan sesuatu yang tidak patut. Monitor komputer juga jangan mempertontonkan apa yang najis. Kita yang menentukan atmosfer itu. Bapa di surga akan menuntun kita, bagaimana kita membangun, menciptakan atmosfer itu. Bagi seorang hamba Tuhan, ia harus hidup di dalam atmosfer hadirat Allah setiap saat. Jadi, ketika dia ke mimbar, tidak perlu membujuk-bujuk Tuhan supaya mengurapinya. Tuhan pasti mengurapi dan memimpinnya.
Kalau kita hidup dalam atmosfer yang lain, maka ketika kita meninggal, kita tidak bisa masuk hadirat Tuhan. Seseorang tidak bisa dadakan masuk surga dengan atmosfer jahat. Ironis, banyak orang yang sembarangan hidup, atmosfernya atmosfer dunia, warnanya lain, tidak seperti warnanya Tuhan. “Datanglah Kerajaan-Mu,” bukan nanti waktu Yesus datang, baru kita masuk Kerajaan-Nya. Hari ini, kita sudah harus ada di dalam hadirat Tuhan, menghadirkan Kerajaan Surga, supaya kalau Tuhan datang atau kita meninggal dunia, kita masuk di dalam hadirat-Nya. Jangan main-main, jangan sembarangan. Kesucian hidup kita menentukan ketertarikan hidup kita.
Dan ingat, atmosfer yang kita hadirkan dalam keluarga, dirasakan anak sejak dini. Atmosfer Kerajaan Surga tidak mungkin membuat anak lepas dari Tuhan, sampai masa tuanya. Karena dia sudah mencium keharuman Tuhan, dia sudah merasakan hadirat Tuhan sejak kecil. Memang ada masa-masa dimana dia akan mengalami friksi antara suasana rohani di rumah dengan suasana dunia di luar. Itu bisa terjadi konflik. Mari, kita sadar, hidup ini singkat. Mari kita serius mencari Tuhan dan Kerajaan-Nya saja.
Jika bukan kita sendiri yang membangun atmosfer hidup kita, maka atmosfer dunialah yang akan melingkupi kita.