Saudaraku,
Kita harus memiliki satu-satunya ambisi untuk menjadi manusia istimewa di mata Allah. Bukan istimewa di mata manusia. Untuk itu, setiap kita harus memperkarakan hidup kita di hadapan Allah. Melakukan perjumpaan dengan Tuhan setiap hari adalah hal yang mutlak. Kita membawa hidup kita di hadapan Tuhan dan memperkarakannya; apakah hidup kita sungguh-sungguh telah memuaskan hati Allah atau belum. Dalam proses pembentukan kita, bukan hanya Allah melalui Roh Kudus yang berperann, kita juga berperan. Dan sebenarnya, ini lebih harus membuat kita terpacu untuk memberi diri dibentuk Tuhan, karena indah tidaknya lukisan hidup kita tidak ditentukan oleh Allah semata-mata namun juga ditentukan oleh kita.
Satu hal yang Saudara harus ingat, Roh Kudus itu lembut, dia tdak memaksa. Kalau Roh Kudus membentuk kita atau Tuhan melalui Roh Kudus membentuk kita, lalu kita menolak pembentukkan-Nya, Roh Kudus bisa diam dan tidak meneruskan. Tetapi kalau kita memberi diri dibentuk, pasrah, menyerah, maka Roh Kudus leluasa membentuk kita. Perjumpaan kita dengan Tuhan setiap hari harus memperkarakan, apakah ada langkah-langkah kita yang membuat Roh Kudus terhambat dalam membentuk kita, sehingga kita belum indah di mata Tuhan. Kita yang harus memberkarakan dan mempertanyakan, “Apa yang kurang dalam hidupku, Tuhan? Apa yang harus aku perbuat, Tuhan?”
Batin hati kita itu kompleks sekali. Jadi benar kata Alkitab, “Betapa liciknya hati manusia. Tidak ada yang lebih licik dari hati.” Tetapi kalau kita benar-benar memperkarakan hati, batin, hidup kita di hadapan Allah dengan sungguh-sungguh, Tuhan akan membuat pengertian atau pikiran kita terbuka terhadap hal-hal yang tidak patut di dalam batin kita. Yang mana hal itu menghambat pertumbuhan kesempurnaan kita.
Paulus mengatakan dalam 2 Korintus 4, “Manusia lahiriahku semakin merosot, namun manusia batiniahku semakin indah.” Apa yang dikatakan oleh Paulus memberikan pesan kepada kita bahwa seseorang bisa mengenali dirinya (tentu oleh petolongan Roh Kudus), seberapa dia indah di mata Allah atau bagian-bagian apa di dalam hidupnya yang belum indah di mata Allah.
Saudaraku, Roh Kudus tidak memaksa kita. Kita yang harus berambisi. Bukan hanya ambisi kita besar, melainkan satu-satunya ambisi kita, bagaimana kita menjadi seorang yang istimewa di mata Allah, yang memuaskan hati Allah. Betapa indahnya, nanti di pengadilan Tuhan ketika sejarah kehidupan berakhir—di hadapan takhta pengadilan Allah di mana semua orang harus mempertanggungjawabkan kehidupannya—Tuhan berkata kepada kita, “Engkau karya terbaik.”
Semua kita punya kesempatan untuk menjadi yang terbaik, Saudaraku. Namun untuk sampai puncak itu, kita harus berani menyembelih semua keinginan dan selera-selera hidup; dan itu bisa kita lakukan, kalau kita mau. Khususnya bagi para hamba Tuhan, kita harus jadi korban bakaran yang diremukkan, dihabisi supaya Tuhan bisa mengalir lewat hidup kita. Ambisi kita harus besar dan satu-satunya, bagaimana menjadi anak-anak Allah yang istimewa, jadi karya yang terbaik. Terbaik di lingkungan kita, terbaik di komunitas kita. Bukan untuk kesombongan, melainkan untuk kesenangan Tuhan.
Suatu hari nanti, ketika sejarah dunia ini berakhir, waktu di bumi tidak bergulir, baru orang menyadari betapa berharganya kesempatan-kesempatan ini. Sudahkah kita berjuang untuk mencapainya?
Teriring salam dan doa,
Dr. Erastus Sabdono
Kita harus memiliki satu-satunya ambisi
untuk menjadi manusia istimewa di mata Allah.