Jujur saja, terkadang kita mengatakan percaya, tetapi hati kita kecut karena kita tidak memiliki “altar” di dalam hidup kita. Banyak orang mengaku percaya kepada Tuhan dengan mulutnya, tetapi apakah pernah bertemu dengan-Nya? Apakah menunggu dapat penglihatan dulu baru kita percaya? Perjumpaan dengan Tuhan adalah sesuatu yang natural, yang mestinya tidak dipandang sebagai supranatural atau “mistik.” Perjumpaan itu harus dialami oleh setiap orang yang mengaku percaya.
Allah bukanlah ilmu yang masuk di pikiran semata. Ia adalah Pribadi yang hidup yang harus ditemui. Salah satu ciri orang yang tidak pernah atau belum pernah bertemu dengan Tuhan adalah dia tidak tahan berdoa. Dia bisa berdoa dengan kalimat-kalimat doa, tetapi tidak bisa duduk diam di kaki Tuhan 1 jam saja. Bagi orang yang mengalami Tuhan, doa itu bukan kewajiban, melainkan kebutuhan. Sudah berapa tahun kita menjadi Kristen namun tidak pernah mengalami perjumpaan dengan Tuhan?
Kalau mau bertemu pejabat untuk suatu kepentingan, kita datang ke kantornya dan sering kali harus menunggu lama, bahkan tidak jarang diminta datang kembali nanti. Kita tidak sakit hati; pulang, besok datang lagi. Kita melakukannya karena kita punya kepentingan. Untuk pejabat saja kita bisa rendah hati, rela begitu. Mengapa untuk Tuhan, satu jam, dua jam, tiga jam saja kita tidak bisa duduk diam menantikan Dia? Sampai kita punya pengalaman pribadi; personal experience. Jangan bicara tentang Tuhan kalau tidak pernah bertemu Dia.
Sampai kita tidak akan mudah berbuat dosa, tidak akan mudah mengalah dengan keadaan. Ironis, sebagian orang mungkin belum bertemu Tuhan, tetapi puas dengan pengetahuan tentang Tuhan. Pengalaman itu hanya pengalaman keberagamaan, pengalaman liturgi, belum pengalaman langsung muka dengan muka dengan Tuhan dalam personal experience.
Kita tidak tahu apa yang dilakukan Abraham dengan altar, tetapi dia memiliki fokus kepada Tuhan. Dia memiliki kegentaran, hormat akan Allah, ketidakcurigaan akan Allah. Perjumpaan yang membuat seseorang menghormati Allah, tidak mencurigai; memercayai Pribadi-Nya. Tuhan itu agung, mulia. Jika kita bisa menjumpai Allah, itu luar biasa! Orang yang boleh masuk ke Rumah Bapa adalah ia yang bertemu dengan Tuhan.
Kalau Abraham membangun altar bagi Yahweh di mana dia mendirikan kemah, tetapi kita membangun altar di hati. Firman Tuhan mengatakan di 1 Korintus 6:19-20; 3:16, bahwa tubuh kita adalah bait Roh Kudus. Ada altar di hati kita. Tetapi mungkin altar kita berdebu, sudah seperti hutan belantara yang ditumbuhi semak duri. Altar kita harus serius disediakan. Bukan kalau lagi mau doa, kita berdoa. Nanti kalau lagi senang, berlutut. Sudah bosan, kita sudahi. Sering kita tidak menghormati Tuhan dengan cara seperti itu. Kalau kita benar menghormati Tuhan, kita pasti membangun altar yang hidup.
Dalam Doa Bapa Kami, Tuhan Yesus mengajarkan, “Allah Mahadir.” Bagaimana bisa? Ada Bapa di surga. Tetap ada tempat yang mahasuci di tempat mahatinggi, di terang yang tidak terhampiri. Tetapi Roh-Nya, pancaran-Nya itu memenuhi jagat raya. Kehadiran Allah di dalam Roh-Nya. Roh Kudus yaitu cara berada Allah memenuhi jagat raya. Di mana pun, itu akan menghantar suara kita sampai takhta Allah. Kalau kita berkata, “Bapa kami yang di surga,” tetap terarahkan ke atas. Hal ini akan tercipta di dalam hidup altar kita kalau kita melatihnya setiap hari.
Sebenarnya belajar berdoa itu tidak mudah. Kita bisa membaca buku tentang bagaimana berdoa, tetapi berdoa yang merupakan dialog, perjumpaan dengan Allah, itu tidak mudah. Harus lewat pengalaman, perjuangan, mengalahkan kejenuhan, menghilangkan keinginan-keinginan lain, supaya bisa terfokus kepada Tuhan. Tidak heran kalau Abraham memiliki karakter Allah, yang kemudian hari diperagakan oleh Yesus. Ternyata, Abraham sudah diimpartasi karakter itu dari perjumpaan demi perjumpaannya dengan Yahweh.
Orang yang bertemu dengan Tuhan secara nyata, tidak mungkin tidak memiliki perubahan karakter. Kita pasti diperlakukan istimewa oleh Allah. Kalau kita mengistimewakan Tuhan, maka di mana pun berada, kita akan mendirikan altar. Mengapa kita tidak membangun altar untuk Dia setiap hari di dalam batin kita? Kalau kita membangun altar dalam diri kita, maka kita tidak perlu minta apa pun. Allah tahu yang kita butuhkan. Bahkan, kita tidak minta pembelaan Tuhan, Tuhan pasti membela kita. Kita masih memiliki hari, minggu, bulan, tahun ke depan yang kita tidak tahu apa yang akan terjadi nanti. Tetapi satu hal yang kita percaya, Allah Abraham juga Allah kita, Allah yang hidup, nyata, Mahahadir, yang tidak pernah meninggalkan kita.
Salah satu ciri orang yang tidak pernah atau belum pernah bertemu dengan Tuhan adalah dia tidak tahan berdoa; karena ia tidak memiliki altar dalam hidupnya.