Skip to content

Allah Tidak Berubah

Hal penting yang kita harus pahami: Allah tidak berubah. Kalau di Perjanjian Baru kita menangkap kesan atau pesan seakan-akan Allah berubah, itu salah. Pemahaman salah ini memang sudah terjadi sejak abad ke-2. Ada saja pemahaman yang keliru mengenai Allah, yang juga akibat dari filosofi Yunani. Filosofi Yunani itu mengenal Allah yang baik dan Allah yang jahat. Allah Perjanjian Lama bagi orang Kristen yang telah tersesat pikirannya, itu dipandang sebagai Allah yang kurang baik. Tetapi Allah Perjanjian Baru, itu Allah yang baik, yang bisa dipandang lebih tinggi. Pemahaman seperti itu salah. 

Yang benar, Allah Perjanjian Lama juga Allah Perjanjian Baru; Allah yang sama, yang hakikat dan sifat-Nya tidak berubah. Jangan sampai kuasa kegelapan menipu kita. Allah tidak pernah berubah: dulu, sekarang, sampai selama-lamanya. Allah Perjanjian Lama yaitu Yahweh atau Elohim Yahweh, itu sama dengan Allah Perjanjian Baru yang kita panggil Bapa. Maka, kita bisa menyebut Bapa Yahweh; Elohim Yahweh, sama. Yang juga dipanggil oleh Tuhan Yesus sebagai Bapa. Kalau kita mengatakan, “Bapa dari Tuhan Yesus,” itu Bapa-Nya Tuhan Yesus. Allah tidak berubah dan itu konsekuensi yang tidak bisa dihindari, karena kita diciptakan oleh Dia. 

Jangan melawan Tuhan. Jangan bersikap tidak patut kepada-Nya. Ini konsekuensinya. “TUHAN membalas kepadaku sesuai dengan kebenaranku, sesuai dengan kesucianku di depan mata-Nya. Terhadap orang yang setia Engkau berlaku setia, terhadap orang yang tidak bercela Engkau berlaku tidak bercela, terhadap orang suci Engkau berlaku suci, terhadap orang yang bengkok Engkau berlaku belat-belit.” Mungkin ada yang mencoba mendebat atau berargumentasi, “Firman Tuhan mengatakan di Perjanjian Baru, walaupun kita tidak setia, Dia tetap setia.” Benar, selama kita masih hidup. Walaupun kita tidak setia, Dia tetap setia. Tetapi, kalau terus-menerus tidak setia, akhirnya kita menyangkal Dia. Dia menyangkal kita juga. Kalau kita sampai akhirnya tidak setia, maka Dia tidak setia juga.

Ini kebenaran yang mestinya menggetarkan kita. “TUHAN membalas kepadaku sesuai dengan kebenaranku.” Ini dinamika hidup yang harus dipahami. Allah tidak berubah. Berharga sekali kebenaran ini. Berbahagia kita yang mendengar dan mengerti, tetapi berbahaya bagi yang tidak mengerti, tidak mau mengerti, dan tidak melakukan. Tidak mungkin Tuhan tidak bertindak. Kalau kita misalnya berbuat kesalahan dan tetap hidup dalam kesalahan, maka itu berbahaya. 

Jangan berbuat dosa, jangan melakukan kesalahan. Orang yang hidup di dalam kebenaran tidak memiliki rasa takut sama sekali terhadap kematian. Bahkan, sangat merindukan kedatangan Tuhan dan perhitungan-Nya di hadapan takhta pengadilan. Tetapi, orang yang hidup dalam kebenaran, tidak egois. Dia harus berbuah selama hidup di dunia, membimbing orang supaya jangan ikut terbawa ke dalam kegelapan. Tidak mungkin mentang-mentang sudah benar, lalu dia tidak peduli terhadap nasib orang. “Karena TUHAN membalas kepadaku sesuai dengan kebenaranku, sesuai dengan kesucianku di depan mata-Nya.” Kesucian di depan mata-Nya, kesucian standarnya Tuhan. 

Mari renungkan kebenaran ini, kita hayati, serap dengan baik, dan mau berubah. Hidup akan dapat dijalani dengan baik kalau kita mengerti kebenaran dan melakukannya. Kebenarannya yaitu Tuhan membalas kepada kita sesuai dengan kebenaran kita. Kalau kita ikuti jalan hidup pemazmur ini, “Sebab aku tetap mengikut jalan Tuhan, tidak menjauhkan diri dari Allahku sebagai orang fasik, sebab segala hukum-Nya kuperhatikan, dan dari ketetapan-Nya aku tidak menyimpang. Aku berlaku tidak bercela kepada-Nya dan menjaga diri terhadap kesalahan,” maka kita barulah pantas berkata “Karena Engkaulah pelitaku, ya TUHAN, dan TUHAN menyinari kegelapanku.” 

Aku tidak berjalan di dalam kegelapan. Dia menjadi perisai bagi semua orang yang berlindung kepada-Nya,” (ayat 31). Apa sulitnya, beratnya, ruginya hidup suci, hidup benar? Tidak ada kehidupan yang lebih indah selain hidup dalam kesucian Tuhan. Apa kata orang terhadap diri kita, jangan itu mengganggu jiwa kita. Sebaliknya, itu menjadi berkat. Yang penting benar-benar kita hidup tidak bercacat, tidak bercela di hadapan Tuhan. Hari ini sampai selama-lamanya. Yang masa lalunya buruk, jangan diingat lagi karena dapat mengintimidasi kita. Setan mendakwa, “Kamu tidak bisa berbuat baik, kamu tidak akan sempurna,” dan seterusnya. 

Jangan dengarkan! Tuhan mengampuni, Tuhan melupakan. Tuhan memandang bukan kita yang kemarin, apalagi 10 atau 5 tahun yang lalu. Bahkan, bukan kita 3 bulan yang lalu. Tuhan memandang siapa kita hari ini, dan bisa menjadi apa kita nanti. Jadi, kalau kita punya dosa hari ini, apa pun, akui, bereskan, supaya kita jangan “bengkok”. Orang bengkok adalah orang yang tidak jujur di hadapan Tuhan. Orang yang tidak jujur ini, orang yang tidak akan diperlakukan Tuhan sebagai orang yang layak menerima anugerah. 

Allah Perjanjian Lama juga Allah Perjanjian Baru; 

Allah yang sama, yang hakikat dan sifat-Nya tidak berubah.