Skip to content

Alarm

Roh Kudus menggunakan saluran hati nurani manusia untuk berbicara kepada manusia itu sendiri.. Tentu hal ini terjadi dalam kehidupan orang yang hati nuraninya diisi dengan kebenaran Firman Tuhan. Dalam hal ini, hati nurani dapat menjadi pengontrol atas kehidupan seseorang dalam perilakunya, oleh pimpinan Roh Kudus. Hati nurani bisa merupakan pikiran dan perasaan roh manusia. Dengan ini, kita mengerti mengapa dikatakan bahwa roh manusia adalah pelita Tuhan, yang menyelidiki seluruh lubuk hatinya (Ams. 29:27). Hati nurani yang dapat dipercaya adalah hati nurani yang dewasa, sehingga memiliki pikiran dan perasaan Tuhan. Sangatlah mungkin maksud “pikiran Kristus” dalam Filipi 2:5-7 (Yun. Phroneo) menunjuk pada pikiran dalam hati nurani atau yang sama dengan cara berpikir atau mindset. Mindset yang cerdas dapat menjadi pengawas yang cerdas pula, yaitu kalau hati nuraninya telah didewasakan oleh kebenaran Firman Tuhan. Dalam hal ini, hati nurani bisa menjadi pengawas yang “mengancam” dengan keras pada waktu seseorang berbuat sesuatu yang bertentangan dengan kehendak Allah. 

Kalau suara hati nurani tidak didengar, ia akan memberi hukuman, yaitu suasana jiwa orang tersebut menjadi tidak sejahtera; merasa kehilangan perasaan damai dan ketenangan. Jadi kalau kita berbuat sesuatu yang membuat sejahtera kita hilang, kita harus mulai mengoreksi diri: Apakah ada tindakan yang kita lakukan yang bertentangan dengan kehendak Tuhan? Kalau kita menyadari kesalahan kita, kita harus segera melakukan pertobatan. Kalau hukuman ini tidak dipedulikan—artinya tidak mau dikoreksi dan tidak mau bertobat—seseorang akan menjadi keras kepala dan tidak bisa diubah lagi. Kadang-kadang untuk menyadarkan seseorang, Tuhan terpaksa menegur melalui suatu kejadian; tetapi kalau melalui suatu kejadian masih tidak mau bertobat, maka Tuhan membiarkannya. Oleh sebab itu, sekecil apa pun perasaan tidak sejahtera di dalam diri kita, harus menjadi semacam alarm untuk mengingatkan kita kalau-kalau ada sesuatu yang salah yang kita lakukan yang mendukakan hati Allah. Respons kita yang sungguh-sungguh dalam hal ini akan membuat kita menjadi semakin peka terhadap kesucian dan ketidaksucian.

Melalui kurban Tuhan Yesus Kristus, kematian hati nurani manusia yang mengakibatkan manusia tidak mampu mencapai kesucian Tuhan, bisa dibangkitkan atau dipulihkan. Inilah sesungguhnya maksud dan tujuan keselamatan diberikan. Dengan kuasa (exousia) itu yang diberikan kepada mereka yang menerima Yesus, mereka dimungkinkan memiliki hati nurani Ilahi, artinya sanggup bertindak seperti Allah bertindak. Jika seseorang berhasil mencapainya, orang tersebut barulah pantas disebut sebagai anak-anak Allah. Semua ini bisa terjadi oleh karena anugerah keselamatan dalam Tuhan Yesus Kristus. Apa yang tidak bisa dilakukan manusia telah dikerjakan oleh Tuhan Yesus (Rm. 8:3-4), sehingga Ia menjadi pokok keselamatan kita, artinya Ia memberikan penebusan (membeli kita dari hukum dosa), mengajarkan kebenaran dari apa yang dikerjakan dan yang diajarkan, serta penerangan oleh Roh Kudus. Memberi teladan, dan kemudian memuridkan kita melalui segala peristiwa yang terjadi dalam hidup ini. Semua ini merupakan potensi untuk memiliki nurani seperti Dia, yaitu hati nurani Ilahi. 

Kalau hati nurani dibentuk atau dibangun dari kebenaran Firman, maka akan menjadi hati nurani Ilahi. Inilah yang menguasai atau mewarnai seluruh neshamah-nya. Dengan demikian, seseorang bisa menjadi manusia Allah. Sebaliknya, jika jiwa menyerap filosofi dunia, maka hati nuraninya rusak. Hati nurani yang rusak akan mewarnai seluruh kehidupannya. Hati nurani inilah yang menjadi sosok permanen seseorang atau diri manusia itu. Inilah proses pengkloningan. Apakah seseorang memberi diri dikloning oleh Tuhan menjadi seperti Tuhan, atau dikloning oleh dunia dengan segala pengaruhnya sehingga menjadi anak Iblis, inilah keputusan yang harus diambil oleh individu. Idealnya bagi umat Perjanjian Baru, kita harus memahami apa yang diajarkan dan dilakukan oleh Tuhan Yesus Kristus, kemudian berusaha untuk melakukan dan meneladani hidup-Nya. 

Orang percaya yang bertumbuh dewasa harus mendidik, membentuk, atau membangun hati nuraninya dengan Firman Tuhan. Pembaharuan pikiran merupakan hal mutlak yang harus terjadi dalam kehidupan orang percaya setiap hari. Jika hal ini dilakukan dengan serius, maka hati nuraninya menjadi hati nurani yang Ilahi. Ini sama dengan memiliki pikiran dan perasaan Kristus. Sampai taraf ini, hati nurani seseorang menjadi suara Allah. Dalam satu pernyataannya Paulus berkata: “Sebab siapakah yang mengetahui pikiran Tuhan, sehingga ia dapat menasihati Dia?” Tetapi kami memiliki pikiran Kristus” (1Kor. 2:16). “Pikiran Kristus” artinya kemampuan untuk mengerti apa yang Bapa kehendaki untuk dilakukan. Kemampuan hidup sesuai dengan kehendak Tuhan atau hidup dalam tatanan-Nya, hanya ada pada manusia yang didewasakan atau disempurnakan. Inilah yang membedakan manusia dengan makhluk lain.

Oleh sebab itu, sekecil apa pun perasaan tidak sejahtera di dalam diri kita, harus menjadi semacam alarm untuk mengingatkan kita kalau-kalau ada sesuatu yang salah yang kita lakukan yang mendukakan hati Allah.