Dengan hati yang mengasihi Allah, pasti kita berperilaku indah. Pasti kita hidup kudus; tidak bercacat, tidak bercela, dan pasti kita akan mengasihi sesama kita, seperti kasih Allah. Sehingga, kita bisa menjadi wakil Tuhan; representasi Tuhan untuk menyentuh, menjamah orang di sekitar kita. Dengan hati yang mengasihi Allah, kita bersedia untuk terus berproses guna mengalami perubahan. Dengan hati yang mengasihi Tuhan, kita akan merespons anugerah Tuhan, yaitu dengan menyediakan hidup kita ini sepenuhnya. Belajar Firman, menyediakan waktu berdoa, menyangkal diri, dan kita melakukan apa pun yang Tuhan kehendaki di dalam hidup kita. Maka, hanya orang yang benar-benar mengasihi Tuhan yang dapat memiliki dan mengalami keselamatan. Ingat, bahwa keselamatan itu diubahnya manusia kepada rancangan semula; atau dikembalikannya manusia ke rancangan semula. Dan ini harus ada proses yang dijalani, dan proses itu bisa berlangsung kalau seseorang mengasihi Allah. Sebab, kalau tidak mengasihi Allah, pasti mengasihi dunia.
Yesus berkata, “Akulah jalan.” Dalam bahasa aslinya, hodos. Yesus adalah jalan. Tentu “jalan” itu harus dijalani agar sampai ke tujuan. Keselamatan yang Allah sediakan tidak membuat otomatis seseorang selamat, tetapi Allah menyediakan jalan dimana manusia dapat dikembalikan ke rancangan Allah semula. Kalau seseorang menjalani jalan itu, maka keselamatan yang Allah sediakan bisa dialami dan dimiliki. Jika tidak, maka tidak akan terwujud. Jadi kalau Tuhan Yesus berkata, “Akulah jalan,” maksudnya adalah Yesus sebagai sarana untuk mencapai apa yang akan dituju. Namun, seseorang harus menjalani jalan kehidupan Yesu, baru bisa mengalami dan memiliki keselamatan. Jangan seperti sekelompok masyarakat yang bereuforia, bergembira merayakan dibangunnya jalan dan jembatan yang menghubungkan desa mereka dengan kota. Masyarakat tersebut hanya bereuforia merayakan dibukanya jalan tersebut, tetapi tidak melintasi atau menjalaninya. Mereka tidak pernah melihat karena tidak sampai ke kota. Kalau hanya mengakui dan menerima Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat, itu belum menjalani jalan tersebut. Inilah yang mengakibatkan banyak orang Kristen tidak mengalami dan tidak memiliki keselamatan.
Ingat, ketika Tuhan Yesus berkata, “Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak seorangpun sampai kepada Bapa kecuali melalui Aku,” (Yoh. 14:6), ini yang dituju Bapa. Bukan hanya diperkenankan masuk surga, melainkan sampai kepada Bapa, artinya hidup dalam persekutuan dengan Bapa sebagai anak-anak Bapa. Yang standarnya seperti yang dikatakan Tuhan Yesus, “Dan bukan untuk mereka ini saja Aku berdoa ya, Bapa, tetapi juga untuk orang-orang yang percaya kepada-Ku oleh pemberitaan mereka, supaya mereka menjadi satu sama seperti Engkau ya, Bapa, di dalam Aku dan Aku di dalam Engkau, agar mereka juga di dalam Kita. Supaya dunia percaya bahwa Engkaulah yang telah mengutus Aku.” Secara komunitas, tetapi juga pasti secara individu, ada persekutuan dengan Bapa. Keselamatan adalah jalan dimana anak terhilang dapat menemukan kembali persekutuan dengan Bapa. Keselamatan dalam Yesus Kristus memberi akses untuk menemukan kembali persekutuan dengan Bapa. Seperti anak terhilang di Lukas 15:11-24, sang bapak sangat mengharapkan anaknya pulang, agar dapat kembali bersekutu dengan dirinya. Tetapi masalahnya, apakah anaknya memiliki kerinduan kepada bapaknya?
Kalau anak yang terhilang mengasihi bapaknya, ia pasti merindukan suasana rumah bapaknya, dan tentu pusatnya adalah bapaknya. Maka, ia melakukan apa pun untuk bisa bertemu dengan bapaknya. Allah Bapa merindukan anak-anak yang terhilang untuk pulang kembali. Kalau tidak ada kurban dari Tuhan kita, Yesus Kristus, tidak ada akses, tidak ada jalan. Seandainya Adam tidak jatuh dalam dosa, Adam bisa bersekutu dengan Bapa. Bapa sebenarnya bisa tidak membutuhkan siapa-siapa, apalagi manusia. Tetapi kalau Allah berkenan menciptakan makhluk yang disebut manusia, yang bisa serupa dengan Dia, berarti Allah menyediakan diri-Nya untuk bersekutu dan bercengkerama dengan anak-anak-Nya.
Allah tidak bisa diatur oleh siapa-siapa; Allah mengatur diri-Nya sendiri. Kalau sampai Allah berkenan untuk mau dan bisa dibahagiakan oleh makhluk yang bernama manusia, betapa hebat makhluk ini. Tetapi kalau makhluk ini menyia-nyiakan kesempatan untuk menjadi anak-anak yang membahagiakan Allah, betapa celakanya! Allah Bapa merindukan adanya manusia-manusia yang telah dipilih sebelum dunia dijadikan, artinya yang diberi kesempatan untuk menjadi anak-anak-Nya. Sama seperti anak terhilang. Ketika ia bertemu dengan bapaknya, ia harus memberi diri diubah dari keadaannya yang compang-camping dan kotor.
Keselamatan dalam Yesus Kristus memberi akses untuk menemukan kembali persekutuan dengan Bapa.