Setiap orang Kristen dituntut memiliki standar kesucian seperti Bapa atau sempurna. Jadi bila kehidupan kita belum seperti Yesus atau belum seperti yang Bapa kehendaki, itu berarti belum sesuai dengan kehendak-Nya. Selama masih belum seperti Bapa, itu berati masih “luncas.” Dalam hal ini, pengertian “luncas” atau hamartia bukanlah sebuah dosa yang fatalistik. Sekilas, penjelasan ini membuat kesan seolah-olah meremehkan pengertian dosa, tapi sebenarnya tidak. Dosa dunia telah ditanggulangi oleh Tuhan Yesus Kristus. Semua orang yang “menerima-Nya,” dimerdekakan dari kutuk dosa. Kutuk dosa artinya kemerdekaan dari akibat dosa Adam. Tetapi keadaan orang percaya harus suci, artinya selalu bertindak sesuai dengan pikiran dan perasaan Allah. Orang percaya dituntut untuk hidup tidak bercacat cela (1Tes. 4:7), kudus seperti Bapa (1Ptr. 1:13-17). Untuk ini Paulus berkata, “Aku berusaha untuk berkenan kepada Allah” (2Kor. 5:9). Pengertian “dosa” menurut umat Perjanjian Baru ini penting sekali bagi orang percaya, sebab inilah yang menjadi dasar hidup kita bahwa Allah memanggil orang percaya bukan saja untuk sekadar menjadi orang baik, melainkan untuk menjadi sempurna. Ukuran kesucian kita adalah Allah sendiri, yaitu hidup selalu sesuai dengan kehendak-Nya.
Bagi umat Perjanjian Baru, kata “dosa” yang paling sering atau paling banyak digunakan adalah “hamartia” (ἁμαρτία). Kata ini berarti suatu keluncasan atau meleset. Kata hamartia dari pengertian katanya sendiri berarti luncas, tidak kena sasaran, atau meleset. Sebenarnya kata itu sendiri secara etimologi (asal usul kata) tidak mengandung unsur atau makna “kejahatan.” Ibarat suatu target memanah atau menembak, bila tembakan tidak tepat mengenai pusat pusaran target, berarti meleset. Inilah hamartia itu. Bagi orang percaya, dosa bukan hanya berarti melanggar hukum atau norma umum, melainkan dosa segala sesuatu yang tidak sesuai (menyimpang atau meleset) dari kehendak Allah; jadi, tidak sesuai dengan pikiran dan perasaan Allah. Kesanggupan untuk mengerti kehendak Allah sudah diberikan Tuhan kepada manusia sejak semula. Jadi, manusia yang sesuai rancangan Allah adalah manusia yang tidak membutuhkan hukum, peraturan, dan syariat, tetapi memiliki kesanggupan mengerti kehendak Tuhan; apa yang baik, yang berkenan, dan yang sempurna, serta melakukannya. Dalam hal ini, hendaknya kita tidak memahami bahwa akibat terdahsyat kejatuhan manusia dalam dosa adalah manusia harus mati, menderita, sakit, dan masuk neraka. Memang semua itu merupakan tragedi yang sangat menyedihkan. Tetapi hal yang paling tragis adalah manusia tidak mampu mengerti kehendak Tuhan apa yang baik, yang berkenan, dan yang sempurna, serta tidak melakukan kehendak Allah. Manusia telah hamartia atau meleset.
Dalam hal tersebut di atas, kehendak Tuhan tidak cukup diwakili oleh hukum-hukum dan peraturan-peraturan. Hukum dan peraturan sebanyak apa pun dan sejelas apa pun, tidak akan dapat memuat apa yang menjadi kehendak Tuhan, isi pikiran dan perasaan Tuhan secara utuh. Hukum dan peraturan tidak dapat menampung atau memuat kehendak Tuhan yang tak terbatas, serta perasaan Tuhan yang tak terwakili oleh huruf. Tuhan memberikan Roh Kudus-Nya kepada manusia yang diperbaharui hati dan pikirannya, sehingga manusia dapat mengerti kehendak Tuhan dan melakukannya dengan sempurna. Jadi, melakukan hukum bukan tujuan bagi orang percaya dan umat pilihan yang menerima karunia Roh Kudus. Orang yang menerima karya keselamatan Allah dalam Yesus Kristus adalah orang-orang yang beradab, bermoral mulia, dan tidak mendatangkan bencana bagi sesama, tanpa dibayang-bayangi atau ditekan oleh hukum. Kebaikan moral Allah atau kesucian Tuhan dapat menjadi naturnya, menyatu dalam jiwanya. Inilah kesucian yang sejati.
Jadi, pada dasarnya kesucian adalah berkenan di hadapan Allah. Hanya manusia yang dapat berkenan di hadapan Tuhan, yaitu dengan melakukan segala sesuatu yang Tuhan kehendaki dan yang Tuhan rencanakan secara tepat. Inilah kehormatan dan kebesaran kita sebagai manusia ciptaan Tuhan. Berkenan di hadapan Tuhan adalah hal yang paling rumit dan tersulit dalam kehidupan ini. Inilah hal yang harus diperjuangkan, lebih dari memperjuangkan segala sesuatu. Berkenan di hadapan Tuhan adalah harta abadi yang tidak akan pernah bisa diambil oleh siapa pun. Tuhan tidak akan mengizinkan orang yang tidak berkenan di hadapan Tuhan masuk ke dalam Kerajaan-Nya. Orang yang gagal berkenan di hadapan Tuhan berarti gagal menjadi anak-anak Allah. Sebab, anak-anak Allah yang benar memiliki ciri berkenan di hadapan Tuhan.
Hal yang paling tragis akibat kejatuhan manusia adalah manusia tidak mampu mengerti kehendak Tuhan apa yang baik, yang berkenan, dan yang sempurna, serta tidak melakukan kehendak Allah.