Bagaimana kita dapat merendahkan diri di hadapan Tuhan dengan benar? Ternyata hal merendahkan diri di hadapan Tuhan tidak cukup hanya dipahami dengan pengetahuan secara pikiran atau secara nalar dalam mengenal Dia. Kita tidak bisa merendahkan diri di hadapan Tuhan dengan benar, kita tidak bisa menghormati Tuhan dengan benar, kalau kita hanya memiliki pengetahuan di dalam nalar dan pikiran kita mengenai Dia. Walau kita sejak lahir sudah Kristen. Misalnya, sejak remaja aktif dalam pelayanan, sekolah teologi dalam beberapa stratum. Dari strata 1, 2, 3 dan memiliki prestasi yang baik dalam studi. Bisa saja banyak pengetahuan yang kita ketahui tentang Tuhan, tetapi hal itu sebenarnya tidak membuat kita otomatis bisa sungguh-sungguh dapat merendahkan diri di hadapan Tuhan secara benar. Jangan menganggap bahwa hal itu membuat kita benar-benar bisa menghormati Allah.
Merendahkan diri di hadapan Tuhan dan menghormati Allah adalah tentang rasa. Maka, sebenarnya hal itu bukan hanya pengetahuan di dalam kepala semata. Pengetahuan memang penting, tetapi itu bukan segalanya. Di dalam hal ini, yang kita benar-benar perlukan bukan hanya pengenalan di dalam pikiran, melainkan juga rasa di dalam perasaan, di dalam jiwa, di dalam hati kita. Dan rasa itu bisa terbangun ketika kita menyediakan diri menemui Tuhan atau berhadapan dengan Tuhan dalam ruang pertemuan dengan Tuhan. Nalar kita bisa bertemu atau diisi dengan pengetahuan tentang Allah. Pikiran kita bisa bergelut dengan studi mengenai Allah atau mengenai Tuhan. Tetapi, sesungguhnya perasaan jiwa kita harus menemui Pribadi-Nya, yaitu Tuhan sendiri.
Seseorang bisa belajar mengenai seorang tokoh, misalnya presiden. Bisa membaca biografinya lengkap berulang-ulang, bisa timbul kekaguman juga terhadap tokoh tersebut; tetapi belum tentu dengan belajar dari biografi melalui buku, maka seseorang bisa memiliki kekaguman yang benar, hormat yang benar terhadap tokoh itu. Sampai suatu hari, ketika ia benar-benar bertemu muka dengan muka, hidup bersama (get along), bersentuhan secara langsung, berdialog, barulah ia bisa mengerti kebesaran tokoh tersebut, keagungannya, yang membuat hati mengagumi dan jiwa menghormati.
Demikian pula antara kita terhadap Tuhan atau demikian pula hubungan kita, dalam relasi dan keterkaitan dengan Allah. Pikiran, nalar kita bisa bersentuhan atau diisi dengan pengetahuan tentang Tuhan, tetapi ingat, hal itu saja tidak cukup! Hati, jiwa kita harus merasakan bahwa Tuhan Allah bukan sekadar objek pengetahuan, Dia bukan hanya tema sebuah pembahasan. Dia adalah Pribadi yang hidup, Pribadi yang nyata, yang harus dialami secara langsung oleh setiap kita.
Oleh karenanya, tidak bisa tidak, kita harus ada perjumpaan dengan Tuhan secara pribadi. Perjumpaan yang panjang, perjumpaan yang terus-menerus, perjumpaan yang tiada henti. Dari perjumpaan itulah ada rasa di dalam jiwa; perasaan hati kita ada rasa kagum, hormat, dan cinta. Dan di situlah api penyembahan kita menyala dengan benar. Di situlah hormat kita kepada Tuhan baru benar. Bukan sandiwara, bukan hanya menghiasi bibir. Orang bisa saja menyusun kata-kata yang indah tentang Tuhan. Menyusun kalimat doa yang indah, yang didoakan bisa lebih dari 30 menit. Dengan kalimat-kalimat yang bagus. Tetapi itu semua hanyalah kalimat-kalimat teologi. Kekayaan dari bahasa yang dimiliki pendoa itu, hebat. Ingat, orang yang berdoa, mengucapkan kalimat doa, belum tentu adalah seorang pendoa. Bisa ya, bisa tidak. Mengucapkan kalimat doa, lalu menyanyi, lalu sekaligus berkhotbah. Dan kekayaan kalimatnya begitu tinggi menakjubkan.
Tetapi pertanyaannya, apakah ada rasa yang benar? Bukan dari fantasi di pikiran, melainkan rasa yang benar. Hal ini tidak bisa dijelaskan. Tetapi ketika kita terus bertumbuh, ada di hadapan Tuhan terus-menerus dalam waktu yang panjang dan lama, kita baru tahu apa artinya merendahkan diri di hadapan Tuhan secara benar. Dia Besar, Dia Mulia, Dia Agung, Dia Maha Tinggi. Dan betapa tidak berartinya kita dibanding Allah. Betapa rendah, hina dan jauh di bawah. Di situ kita baru mengerti apa artinya kita merendahkan diri di hadapan Allah dan menghormati Dia. Oleh sebab itu, jangan tidak ada waktu untuk berdoa. Setiap hari harus ada waktu khusus yang kita sediakan untuk berdoa, berhadapan dengan Tuhan!
Merendahkan diri di hadapan Tuhan dan menghormati Allah bukan hanya pengenalan di dalam pikiran, melainkan rasa di dalam perasaan, di dalam jiwa, di dalam hati kita.