Skip to content

Terbelenggu oleh Kepentingan Tuhan

Kita harus memilih untuk menyerahkan diri ke siapa: dunia atau Tuhan? Tuhan berfirman dalam Matius 6:24 berkata, “kamu tidak dapat mengabdi kepada dua tuan.” Jika seseorang menyerahkan dirinya kepada dunia, ia dapat menikmati kenyamanan di bumi ini. Daging kita yang merekam kenikmatan dunia sejak kecil dipuaskan oleh kenyamanan yang diasup tersebut. Namun jika seseorang memilih untuk menyerahkan diri ke Tuhan, ia harus meninggalkan segala kenyamanan yang dunia tawarkan. Bagi manusia yang telah lama hidup dalam irama yang memuaskan keinginan daging, ini menjadi masalah besar. Hal ini terjadi pada kehidupan Rasul Paulus. Paulus mengatakan, Tetapi sekarang sebagai tawanan Roh aku pergi ke Yerusalem dan aku tidak tahu apa yang akan terjadi atas diriku di situ. Selain dari pada yang dinyatakan Roh Kudus dari kota ke kota kepadaku, bahwa penjara dan sengsara menunggu aku (Kis. 20:22-23). Pernyataan Paulus ini menunjukkan bahwa ia merasa tidak lagi memiliki hak atas dirinya sendiri. Hal ini sesuai dengan apa yang dilakukan oleh Tuhan Yesus, yaitu melepaskan semua hak-Nya demi ketaatan kepada Bapa di surga. Yesus taat sampai mati, bahkan mati di kayu salib (Flp. 2:5-7).

Paulus adalah profil orang yang menyerahkan diri kepada Tuhan. Dari perkataan Paulus ini, kita dapat menangkap kebenaran bahwa orang yang menyerahkan diri kepada Tuhan harus berani kehilangan hidupnya. Paulus tidak menghiraukan nyawanya sama sekali. Sebaliknya, ia menyerahkan nyawa dalam pimpinan Roh Kudus untuk menggenapi rencana Allah. Paulus tidak menyerahkan nyawanya karena pasrah atau gagal hidup. Ia menyerahkan dirinya dalam kesadaran untuk melakukan kehendak Allah. Paulus menunjukkan penyerahan diri yang dewasa kepada Tuhan. Penyerahan diri kepada Tuhan pada akhirnya membuat kita terbelenggu; terbelenggu oleh kepentingan Tuhan yang telah menebus kita. Sebab penyerahan diri kita kepada Tuhan itu artinya kita tidak punya kepentingan bagi diri sendiri atau terbelenggu. Belenggu ini adalah belenggu yang menyelamatkan orang percaya. Sedangkan belenggu dunia membuat seseorang terparkir selamanya di dunia yang sedang lenyap. Mendengar hal ini, mungkin ada sebagian yang akan berpikir mengapa begitu sulit untuk menjadi orang Kristen? Memang demikian adanya bahwa mengikut Yesus adalah jalan sempit, banyak orang berusaha tetapi tidak masuk (Luk. 13:23-24).

Perlu kita ketahui bahwa setiap manusia pasti terbelenggu. Manusia tidak dapat tidak memiliki belenggu. Jika ia tidak terikat dengan Tuhan, maka ia terikat dengan dunia. Ini adalah sebuah pilihan yang mutlak harus ditentukan masing-masing individu. Oleh karenanya, setiap orang yang hidup dalam belenggu Tuhan harus menyerah pada kehendak Tuhan. Dengan kata lain, ia siap melakukan apapun yang Tuhan inginkan. Prinsipnya adalah “suka-suka-Mu,” bukan “suka-sukaku.” Mendengar hal ini hendaknya kita jangan mencurigai Tuhan dengan prasangka bahwa Ia ingin membatasi, mengambil kesenangan, dan menyiksa kita. Justru sebaliknya, ketika kita menyerahkan diri kepada Tuhan di situlah kita mengalami kebebasan yang sejati. Seseorang yang merasa kebebasan adalah bebas melakukan apa pun yang ia inginkan, sejatinya ia justru sedang tertawan oleh keinginannya. Sepintas ia terlihat bebas dapat melakukan apa pun dan orang yang mengikuti kehendak Tuhan sepintas terlihat seperti tidak bebas. Namun, sesungguhnya orang yang mengikuti kehendak Tuhan itulah yang mengalami kebebasan yang sesungguhnya, yakni hidup dalam Tuhan. Mengapa? Sebab Tuhan tahu apa yang terbaik bagi diri kita. Ketika Ia berkata bahwa kita harus menyelesaikan pekerjaan-Nya, sebenarnya itu adalah bentuk pemeliharaan Tuhan bagi jiwa kita. Karena kehendak Tuhan itulah yang dibutuhkan oleh jiwa kita. Kehendak Tuhan adalah makanan bagi jiwa kita. Di sinilah kita memperoleh kebebasan sejati.

Ketika kita menyerah dengan penyerahan yang dewasa, semua masalah yang kita hadapi bukan menjadi sesuatu yang kita anggap mencelakai. Apa pun yang kita alami, kita percaya hal tersebut ada dalam kebijaksanaan Tuhan. Kejadian seburuk apa pun yang diizinkan terjadi dalam hidup kita, dapat mendatangkan kebaikan yang mendewasakan iman kita (Rm. 8:28). Dengan demikian, tidak ada kecelakaan dalam kamus orang Kristen. Mengapa? Pertama, karena tidak ada sesuatu pun yang terjadi di luar kebijaksanaan dan kontrol Tuhan. Kedua, tidak ada kejadian yang tidak mendatangkan kebaikan. Maka dapat dikatakan bahwa orang yang menyerahkan diri kepada Tuhan adalah orang yang paling aman dan tenang. Sebab ia tahu dan mengalami bahwa ada Tangan Yang Tidak Terlihat yang memelihara dirinya secara sempurna dalam lembah kekelaman sekalipun. Rasa aman dan tenang sejati ini hanya dapat diperoleh dengan penyerahan diri yang dewasa kepada Tuhan dengan mengikuti jejak hidup-Nya.