Skip to content

Perjalanan Hidup

Di tengah-tengah kesibukan manusia pada waktu itu, Nuh sibuk membangun bahtera. Tentu, bahtera yang dibangun sesuai dengan pattern atau pola yang Allah kehendaki. Nuh tidak boleh buat bahtera suka-suka sendiri. Nuh tetap membuat bahtera, walaupun dia dianggap sinting atau tidak wajar. Dia tidak perlu mendengar nasihat atau saran orang lain, karena polanya dari Allah sendiri, sebagaimana hidup kita pun standarnya Allah yang menentukan. Dan itu diperjuangkan oleh Yesus, sampai menemukan standar itu. Maka, tidak heran Ia berhak menghakimi. Pertanyaan bagi kita sekarang adalah pola atau standar apa yang kita kenakan saat ini? Perjalanan hidup orang percaya adalah perjalanan untuk menjadi semakin serupa dengan Yesus. Artinya, memiliki pikiran dan perasaan seperti Dia. Kalau perjalanan bangsa Israel dari Mesir ke Kanaan adalah perjalanan menempuh jarak, tetapi kalau perjalanan hidup orang percaya adalah perjalanan perubahan manusia batiniah. Jadi, bisa dimengerti kalau Yesus menguji batin. Bila perjalanan orang percaya benar, maka ia semakin serupa dengan Yesus.

Bapa mendidik melalui Roh Kudus agar kita memiliki keberadaan sebagai anak-anak Allah. Maka, di Ibrani 12:1 dikatakan bahwa “Perlombaan yang wajib itu serupa dengan Yesus. Dan untuk bisa melakukan perlombaan yang wajib dengan baik, kita harus menanggalkan beban dan dosa.” Memiliki pasangan, anak, dan kekayaan adalah hal-hal yang tidak wajib. Tapi hal menjadi serupa dengan Yesus adalah perlombaan yang wajib, dimana kita memiliki iman yang sempurna. Iman yang sempurna artinya ketaatan kepada Bapa. Kalau seseorang tidak mempersoalkan hal ini, ia tidak akan mengenal dirinya. Itulah sebabnya fokus hidup kita ini harus benar-benar tertuju kepada Allah.

Jadi, ingat bahwa agenda satu-satunya kita adalah berjuang menjadi anak-anak Allah, artinya berkeberadaan sebagai anak-anak Allah, yaitu serupa dengan Yesus. Dalam Matius 22:11-13, perumpamaan mengenai raja yang mengadakan pesta, kita membaca ada seorang yang datang di pesta itu, tidak memakai pakaian pesta. Raja menegur orang yang tidak memakai pakaian pesta itu. Bagaimana ia bisa masuk tanpa memakai pakaian pesta? Ia tidak bisa bicara, karena ia tidak punya alasan. Karena, semestinya dia bisa mempersiapkan pakaian pesta tersebut. Demikian juga kita. Tidak ada seorangpun yang bisa beralasan. Dalam Matius 7:21-23, ketika orang berkata: “Bukankah kami sudah mengusir setan demi nama-Mu, mengadakan banyak mukjizat dan bernubuat?” Tuhan berkata: “Aku tidak kenal kamu, kamu yang melakukan kejahatan. Kamu yang tidak melakukan kehendak Bapa.” Dia tidak bisa beralasan dengan mengatakan tidak mengetahui standar yang Bapa kehendaki. 

Jadi, tidak ada orang yang bisa beralasan: “Tuhan, hidup suci itu tidak bisa, mustahil.” Kalau orang yang tidak memakai pakaian pesta tadi, tidak bisa beralasan karena memang dasarnya ia bersalah. Ini mengajarkan kepada kita bahwa tidak ada perintah yang tidak bisa dilakukan. Perintah Tuhan, “Kuduslah kamu sebab Aku kudus,” adalah hal yang bisa kita lakukan. Maka, kalau kita berpandangan tidak bisa kudus, kita memandang Tuhan berbohong. Tuhan pasti memberi perintah yang kita bisa lakukan. Pada intinya, ketika Tuhan berkata, “kamu harus serupa dengan Yesus,” berarti kita harus selalu melihat diri kita dalam kesadaran, apakah dengan berpikir demikian, dengan berperasaan demikian, berkehendak demikian, sesuai dengan kehendak Allah, atau tidak? Seandainya Yesus hidup pada zaman sekarang, Dia melakukan ini, tidak? Sejujurnya, dulu kita tidak memikirkannya dengan serius. Yang penting kita senang, yang penting kita untung. Karena sering berbuat salah, jadi akhirnya tidak tahu apa yang baik dan tidak bisa melakukan apa yang baik.

Namun, ada kabar baik yang Alkitab katakan yaitu bahwa kita bisa serupa dengan Yesus. Bagaimana caranya? Begitu bangun tidur, kita mulai hati-hati dengan apa yang kita pikirkan, kita rasakan, kita ucapkan. Bisa satu jam, dua jam, tiga jam kita lewati dengan baik. Sehari, dua hari, seminggu, dua minggu, dan seterusnya. Sampai hidup suci sudah menjadi gaya hidup permanen, karena kita mau pulang ke surga dengan keadaan yang berkenan kepada Allah Bapa. Jadi, kita serius memeriksa diri. Makanya jangan banyak agenda. Bukan berarti kita tidak memikirkan apa-apa dan tidak bekerja. Kita memikirkan kuliah untuk Tuhan, bekerja pun untuk Tuhan. Tidak apa-apa. Tapi di luar itu, itu agenda yang salah. Masalahnya, kita sering terganggu atau tercemar oleh pikiran-pikiran negatif yang harus kita buang. Roh Kudus pasti menolong kita untuk bisa mengenali dan membedakan, apakah yang kita pikirkan ini sesuai dengan kehendak Allah atau tidak. Kita bisa merasakan kehadiran Bapa, karena Bapa bukan hanya baik, melainkan sangat baik. Dia hanya ingin agar kita suatu hari pulang ke rumah-Nya, sebab Ia menyediakan kemuliaan bersama dengan Tuhan Yesus. 

Perjalanan hidup orang percaya adalah perjalanan untuk menjadi semakin serupa dengan Yesus