Skip to content

Manusia untuk Allah

Filipi 2:5-7 mengatakan, “Hendaklah kamu dalam hidupmu bersama menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus, walaupun dalam rupa Allah, Ia tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diri-Nya dan mengambil rupa seorang hamba.” Ia melepaskan hak. Sekecil apa pun, Dia tidak minta. Makanya, Yang Mulia Tuhan kita, Yesus Kristus, bisa mengatakan: “makanan-Ku melakukan kehendak Bapa.” Mari kita menghayati siapa diri kita. 

Di mata manusia pada umumnya, kita seperti orang konyol. Sangat konservatif atau sangat fundamentalis. Tapi memang inilah yang benar, bahwa Allah menciptakan manusia itu untuk diri-Nya, bukan untuk diri manusia itu. Tetapi ketika manusia hidup untuk Allah, bukan untuk dirinya sendiri, maka semua yang Allah sediakan bagi manusia, bisa dimiliki dan dinikmati. Sekarang kita ada di dunia yang sudah jatuh. Kuasa gelap merajalela, daging kita juga sudah mewarisi kodrat dosa, ini berbahaya. Hanya bisa kita lawan dengan satu langkah: melepaskan hak. Yang bisa membuat kita menang hanya melepaskan hak. 

Kita kembali kepada kebenaran yang mungkin dianggap sangat fundamental, konservatif, dan itu ditinggalkan. Mari kita kembali kepada basic: Allah menciptakan manusia untuk diri-Nya, untuk Allah. Segala sesuatu dari Dia, oleh Dia, dan bagi Dia. Ini kalimat mudah diucapkan, tetapi kalau dilakukan, itu merenggut hidup kita tanpa batas; habis. Tapi di situlah keindahan hidup itu. Di situ keelokannya. Jadi, jangan berbantah-bantah, jangan banyak bicara, jangan banyak berteori, jangan berfantasi. Ayo, kita menerima kebenaran ini dengan rendah hati. Allah menciptakan manusia untuk diri-Nya, bukan untuk manusia itu sendiri. Tetapi ketika manusia mempersembahkan hidupnya untuk Tuhan, maka ia akan menikmati segala sesuatu yang Allah sediakan, sebab Allah tidak butuh apa-apa. 

Ketika manusia menempatkan diri di tempat yang benar di mata Allah, maka manusia memiliki dan menikmati segala sesuatu yang Allah ciptakan untuk manusia itu. Mudah sekali mengucapkan kalimat ini, dan betapa sulit melakukannya karena hidup kita akan direnggut. Alkitab sebenarnya sudah jelas mengatakan itu di 2 Korintus 5:14 dan 15, “sebab kasih Kristus yang menguasai kami,” jadi mengerti kasih Kristus yang begitu besar, yang menembus diri kita, “karena kami telah mengerti bahwa jika satu orang;” Yesus maksudnya, “sudah mati untuk semua orang, maka mereka semua sudah mati.” 

Dan Kristus telah mati untuk semua orang, supaya mereka yang hidup, tidak lagi hidup untuk dirinya sendiri, tapi untuk Dia yang telah mati dan telah dibangkitkan untuk mereka.” Praktis, tidak perlu ditafsirkan atau dijabarkan macam-macam. Sudah jelas. Kalau kita mencintai Tuhan secara benar, kita akan mengikut jejak-Nya. Prinsip hidup kita sama dengan prinsip hidup Tuhan Yesus: “makanan-Ku melakukan kehendak Bapa dan menyelesaikan pekerjaan-Nya.” Maka, kita bersedia menjadi peraga Tuhan. “Hidupku bukan aku lagi, tapi Kristus yang hidup di dalam aku. Jadikan tanganku sebagai tangan-Mu, jadikan mataku sebagai mata-Mu.” 

Tetapi kalau orang masih merasa memiliki hak, tidak bisa. Pasti ada korupsinya, pasti ada yang dicuri. Kita harus benar-benar jujur memperkarakan ini di hadapan Tuhan. Kalau masih ada sesuatu yang kita anggap besar, apakah itu masalah, kesenangan atau apa pun, selain melakukan kehendak Bapa dan menyelesaikan pekerjaan-Nya, ada yang salah dalam hidup kita. Lihat prinsip hidup Rasul Paulus yang berkata di dalam suratnya, “Ikutilah teladanku. Ikut aku seperti aku ikut Kristus. Bagiku hidup adalah Kristus.” Kalimat itu biasa diucapkan, dan kita juga sudah sering mendengar. Tapi bagaimana menerapkan, mengamalkan kalimat itu dalam hidup kita? “Bagiku hidup adalah Kristus,” bukan “sebagian hidupku.” Kalau “bagiku hidup adalah Kristus,” berarti memang tidak ada bagian untuk yang lain. 

Dan kalau Paulus berkata, “bagiku hidup adalah Kristus,” patut ia berkata, “hidupku bukan aku lagi, tapi Kristus yang hidup di dalam aku.” Kalau seorang pelayan Tuhan tidak sampai pada taraf ini, pasti tidak akan membawa orang ke langit baru bumi baru untuk menjadikan jemaat yang dilayani sebagai anggota keluarga Kerajaan Allah. Kita ini sebenarnya sudah nyaris terlambat, tapi belum terlambat sama sekali. Memang harus lewat proses. 

Kita pasti punya banyak masalah, tapi masalah itu bisa menjadi batu ujian untuk kita, apakah kita benar-benar memandang bahwa yang menjadi masalah satu-satunya dalam hidup kita itu melakukan kehendak Bapa dan menyelesaikan pekerjaan-Nya atau memenuhi rencana-Nya di dalam hidup kita. Sehingga, kita bisa memiliki perasaan krisis. Kita merasa terancam gara-gara ini. Bukan terancam karena sudah punya cukup umur belum menikah, belum punya rumah, dan lain sebagainya. Ini ancaman mengerikan; kekekalan. Lalu kita juga merasa terancam kalau suatu hari kita menghadap Tuhan, ternyata belum memenuhi apa yang Allah kehendaki untuk kita penuhi. Ada rencana Allah yang bukan saja kita harus tahu, tapi penuhi. Maka, tidak ada masalah besar, bahkan tidak ada masalah lain dalam hidup ini kecuali melakukan kehendak Bapa dan menyelesaikan pekerjaan-Nya. 

Allah menciptakan manusia untuk diri-Nya, bukan untuk manusia itu sendiri.