Skip to content

Hati yang Berbelas Kasihan

Semakin hari dalam pergumulan hidup kita mencari Tuhan, semakin kita merasakan—bukan hanya semakin tahu saja—bahwa memang Allah menghendaki kita benar-benar sempurna seperti Bapa. Artinya, segala sesuatu yang kita lakukan sesuai dengan pikiran, perasaan Allah. Allah menghendaki kekudusan seperti kekudusan-Nya. Allah menghendaki perilaku kita seperti Putra Tunggal-Nya, yaitu Tuhan Yesus Kristus. Yang mana hal itu tidak terlalu kuat kita pahami dan mendorong kita, apalagi kalau orang sudah rusak oleh satu bangunan teologi yang salah yang jelas-jelas telah merusak gereja. Jadi, kesucian hidup bukan sesuatu yang gratis, bukan sebuah karunia, melainkan perjuangan. Potensi untuk hidup suci, itu karunia. Tetapi kalau potensi tidak digunakan, hal itu menjadi sia-sia. Itu sama dengan menolak keselamatan yang Allah sediakan. Keselamatan yang Allah sediakan bermaksud mengembalikan manusia ke rancangan-Nya yang semula. 

Ironis, hal ini tidak disadari oleh banyak orang. Kalau bagi para pendeta, mereka sibuk dengan berbagai kegiatan pelayanan yang bungkus luarnya untuk kepentingan Tuhan, tetapi ternyata itu hanya kesibukan yang bisa mendatangkan keuntungan, upah, gaji, nama besar, dan lain-lain. Bukan tidak boleh pendeta mendapat gaji atau hidup dari pelayanan; boleh. Tetapi kalau seorang pendeta tidak sungguh-sungguh memahami bahwa yang dikehendaki Allah adalah kesucian hidup seperti kesucian Allah Bapa, pasti kegiatan pelayanannya memiliki agenda-agenda pribadi yang bersembunyi di baliknya. Mereka dibuat meleset ketika sibuk mengolah nalar, mengolah pikiran untuk berteologi. Lalu mewujudkannya dalam bentuk tulisan, jurnal, karya ilmiah dan lain-lain, dan bisa diseminarkan, dikhotbahkan. Dan bagi para dosen Sekolah Tinggi Teologi, mereka juga hanyut tenggelam dalam pengajaran, tetapi tidak hanyut dan tenggelam dalam bagaimana mencari, memburu, menggumuli kesucian hidup yang berstandar Allah sendiri. 

Kalau jemaat awam, mereka dibuat meleset, ditelikung oleh setan, sibuk dengan membahas mengenai akhir zaman, 666; yang lain, sibuk membahas nama Yahweh, atau disibukkan dengan berbagai kegiatan sosial. Semua itu tidak salah, tetapi hanya membuat mereka sibuk tanpa mengenal Sang Pribadi yang mereka “layani.” Di pihak lain, orang beruang sibuk dengan mengikuti doktrin hypergrace. Sejatinya, doktrin hypergrace membunuh perjuangan yang seharusnya dimiliki oleh orang percaya, dengan mengatakan tidak perlu berjuang lagi karena Yesus berjuang untuk kita. Mereka tidak memahami Alkitab dengan lengkap dan utuh. Orang-orang yang beruang merasa sudah mendukung pekerjaan Tuhan dengan membuat gereja, membuat persekutuan doa, membuat yayasan sosial. Padahal Tuhan berkata, “yang Kukehendaki bukan persembahan, tetapi belas kasihan.” Hati yang benar-benar berbelas kasihan seperti hati Tuhan sendiri; ini sama dengan kesucian Tuhan. 

Jadi, ini yang harus Saudara-Saudara pahami dan mengerti. Jangan sibuk hanya dengan kegiatan, namun semua itu tidak mencabut akar dosa, tidak membuat kita menyembelih kedagingan, tidak membuat orang-orang Kristen ini meninggalkan dunia. Ini adalah bentuk kompromi. Dan setan dalam kelicikannya membuat orang-orang Kristen ini merasa puas dengan apa yang mereka lakukan. Padahal, yang Tuhan kehendaki adalah hati yang bersih. Kesucian yang harus kita kenakan adalah kesucian Allah sendiri. Ingat, Firman Tuhan di dalam 1 Petrus 1:16, “Kuduslah kamu sebab Aku kudus. Tanpa kesucian tak seorang pun dapat melihat Allah.” Ini yang seharusnya sungguh-sungguh kita gumuli. Dalam perjalanan pelayanan, dapat kita temui orang-orang yang kelihatannya baik-baik, kelihatannya mendukung pekerjaan Tuhan, tetapi ia belum menjadi kurban bakaran yang disembelih, dibakar habis di atas mezbah. Bersyukur kalau Tuhan terus menggarap kita supaya kita ini menjadi kurban bakaran. 

Biasanya, kurban bakaran itu binatang yang dipotong-potong lalu dibakar habis seluruhnya. Dan Firman Tuhan mengatakan, Allah mencium keharumannya. Kita tidak memotong-motong daging binatang, tapi kita memotong nafsu rendah, nafsu kita, ambisi, ego, cita-cita, kesombongan kita, sampai kita melihat ada manusia lama di dalam diri kita; keterpisahan antara manusia roh sebagai anak Allah dan manusia lama kita. Itu yang kita tinggalkan. Yang bisa kita nikmati, kita bisa puaskan, kita bisa senangkan. Tetapi manusia lama ini berbahaya, sebab membuat kita tidak layak masuk langit baru bumi baru. 

Yang Tuhan kehendaki adalah hati yang belas kasihan seperti hati Tuhan sendiri; ini sama dengan kesucian Tuhan.